Pemda Diminta Redam Ego Demi Kurikulum Merdeka
JAKARTA, NusaBali - Anggota DPR RI Dede Yusuf meminta pemerintah daerah agar meredam ego sektoral demi menyukseskan Kurikulum Merdeka yang sedang dikenalkan secara masif oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Menurut Dede, setiap kebijakan pendidikan di daerah membutuhkan perjuangan dalam implementasinya karena adanya kewenangan yang terbagi, di mana pemkab/pemkot menangani SD dan SMP, sedangkan pemprov menangani SMA, SMK, dan SLB.
"Saya masih sering melihat ada dualisme kepentingan, seperti saat sosialisasi Kurikulum Merdeka di Bandung Barat yang membicarakan SMK juga, tetapi orang pemprov tidak hadir. Padahal, kalau kegiatannya ada SMK, orang pemprov seharusnya ada sehingga pertanyaan-pertanyaan terkait SMK dan SMA terjawab oleh dinas provinsi," kata Dede dalam keterangannya, Minggu.
Padahal, kata Wakil Ketua Komisi X DPR RI itu, kesuksesan penerapan Kurikulum Merdeka, dan secara luas lagi program Merdeka Belajar, sangat bergantung dari peran pemerintah daerah.
"Jika pemerintah daerah tidak berlomba-lomba untuk mendorong semuanya agar berpartisipasi, maka Kurikulum Merdeka akan hanya sekadar menjadi wacana," ucapnya.
Menurut Dede, kuncinya adalah sinkronisasi antara dinas-dinas pendidikan baik yang berada di bawah pemkab/pemkot maupun pemprov. "Dengan adanya dualisme tanggung jawab, akan sulit berkoordinasi, ada yang mengatakan domain saya SD dan SMP, domain saya SMA dan SMK, padahal seharusnya bisa saling komunikasi. Nah yang kayak gini tentu kami minta dukungan dari Kemendikbudristek untuk terus memberikan bimbingan pelatihan agar ada sinkronisasi antara dinas-dinas di daerah," katanya.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Ristek, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menghadirkan Kurikulum Merdeka pada 2022 dengan penyederhanaan dan peningkatan fokus pada pengembangan karakter peserta didik.
Pelaksana Tugas Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikbudristek Zulfikri menyampaikan bahwa tujuan Kurikulum Merdeka adalah agar guru bisa fokus kepada muridnya, sehingga administrasi dibuat lebih sederhana.
Dengan hadirnya kurikulum ini, kata dia, energi guru lebih difokuskan mengurusi anak, sementara administrasinya disederhanakan. "Ukuran keberhasilan bukan pada kelengkapan dokumen atau kepatuhan administrasi, tetapi pada seberapa jauh terjadi perubahan pada diri anak," kata Zukfikri.
Ia menambahkan bahwa guru juga memiliki kemerdekaan untuk merancang sendiri sistem pembelajaran yang menurut mereka paling sesuai untuk potensi muridnya. "Mendidik adalah memerdekakan anak secara lahir batin. Tidak hanya pengetahuan yang kita kejar, tetapi juga karakternya," ucap dia. 7 ant
1
Komentar