Dihantui Pungli, Sekolah Tak Gelar Tamasya
Semua sekolah di Klungkung kini takut mengajak siswanya maplesiran (tamasya) ke tempat wisata, baik di Bali maupun luar Bali.
Isi Liburan Sekolah, Siswa Kursus Melukis Wayang
SEMARAPURA, NusaBali
Tradisi untuk mengisi liburan sekolah itu dihentikan pihak sekolah karena takut jadi incaran Tim Saber Pungli (Sapu Bersih Pungutan Liar.
Karena jika bertamasya, sekolah memerlukan biaya transportasi dan tiket masuk ke obyek wisata yang dipungut dari siswa. Pungutan inilah yang dikhawatirkan oleh pihak sekolah masuk sebagai indikasi pungli. “Tahun ini kami tidak ada mengajak siswa bertamasya baik di Bali maupun ke luar Bali,” tegas Kepala SMPN 1 Semarapura, Klungkung Nyoman Karyawan, kepada NusaBali, Rabu (14/6).
Kata dia, sesuai surat edaran dari pemerintah sejatinya tidak melarang sekolah mengajak siswa bertamasya. Namun pemerintah mengimbau kegiatan seperti itu agar difokuskan untuk di dalam daerah saja. Kendati demikian Karyawan sudah sepakat dengan unsur sekolah untuk tidak ada kegiatan tamasya.
Oleh karena itu, kegiatan tamasya yang dilakukan selama ini, terutama untuk momen perpisahan kelas IX diganti dengan menggelar pentas kesenian. Di mana siswa yang membentuk kepanitaan dari awal sampai kegiatan berakhir. “Kami gelar pentas kebudayaan di Balai Budaya Ida I Dewa Agung Istri Kanya,” katanya.
Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Klungkung Dewa Gde Darmawan tidak menampik kekhawatiran tersebut. Pada tahun pelajaran 2017 ini belum ada sekolah yang melaporkan akan mengajak siswanya bertamasya. “Hal ini karena terjadi kekhawatiran oleh pihak sekolah terkait adanya indikasi pungli,” ujarnya.
Untuk mencari jalan keluar terhadap persoalan tersebut, pihaknya akan menggelar rapat dengan menghadirkan pihak berwajib. Sehingga batasannya jelas mana yang masuk pungli mana yang tidak. Sementara itu, untuk mengisi liburan sekolah, para siswa SD di Banjar Sangging, Desa Kamasan, Kecamatan/Kabupaten Klungkung, mengikuti kursus melukis wayang gaya Kamasan. Mereka termotivasi melukis untuk melestarikan lukisan Kamasan.
Pantauan NusaBali, Rabu (14/6) sekitar pukul 10.00 Wita, delapan siswa SD belajar melukis di Sanggar Lukis Wayang Tradisional Wasundari, Desa Kamasan. Mereka dibina seniman lukis Wayang Kamasan, Nyoman Mandra, pemilik sanggar tersebut.
Menurut siswa, I Kadek Sangka Puja Laksana, ia kursus melukis karena hobi dan untuk mengisi liburan sekolah. Mereka kursus mulai pukul 08.00-15.00 Wita. “Kursus ini juga didukung orangtua saya,” ujar siswa kelas IV SD 1 Kamasan ini.
Pemilik Sanggar Lukis Wayang Tradisional Wasundari Nyoman Mandra mengapreasi siswa yang bersedia melestarikan lukisan klasik Kamasan ini. Kata dia, semakin hari banyak pelukis beralih pekerjaan karena lukisan ini sulit pemasaran. Jumlah anak yang belajar melukis di sanggarnya pun menurun drastis. Awal berdirinya sanggar ini, tahun 1970-an, anak belajar melukis mencapai 50 orang lebih. Tahun 2000an jadi 30 orang, dan 2017 jadi 10 orang. “Kebanyakan siswa tidak sempat belajar melukis karena terlalu banyak mengerjakan tugas sekolah, dan kegiatan les atau jam tambahan belajar,” ujarnya. *wa
1
Komentar