Proyek Kura Kura Bali Dipersoalkan, Ketua DPRD Bali Desak Batalkan KEK
DENPASAR, NusaBali.com – Proyek reklamasi di kawasan BTID (Bali Turtle Island Development) atau Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura Kura Bali mulai mendapat penolakan masyarakat. Eksklusivitas hingga manfaat bagi masyarakat menjadi alasan penolakan proyek yang berada di wilayah Desa Adat Serangan, Denpasar Selatan tersebut.
Bahkan sejumlah warga mulai menuntut pengembalian lahan seperti semula dengan melakukan upaya hukum.
"Kami merasa sangat dirugikan. Di tanah kelahiran kami sendiri terasa asing dan malah investor yang datang ibarat tuan rumah di daerah kami. Kami akan melakukan upaya hukum agar lahan reklamasi ini dikembalikan, sehingga bisa bermanfaat bagi masyarakat," kata salah satu warga Serangan yang biasa disapa De Dangka, kepada wartawan belum lama ini.
Ia bersama warga yang lain merasakan kawasan reklamasi BTID harus dikembalikan ke bentuk aslinya, karena telah merusak lingkungan. Pihaknya juga merasa heran kenapa sampai sekarang semua aktivis pecinta lingkungan, seperti Walhi Bali ataupun ForBali malah tidak pernah berani muncul untuk ikut bersuara mencegah kerusakan lingkungan tersebut.
"Kemana sebenarnya para pencinta lingkungan itu? Kok malah diam? Padahal lingkungan kami sudah seperti ini," sentilnya.
Apa yang dikatakan warga tersebut sangat beralasan, karena hingga saat ini, reklamasi BTID di Desa Serangan, Denpasar, sudah mendeklarasikan diri sebagai KEK, namun hingga saat ini diduga masih terus melakukan perusakan lingkungan yang merugikan masyarakat.
Bahkan sebelumnya, Ketua DPRD Bali, I Nyoman Adi Wiryatama juga ikut bersuara dan memberikan pandangan terkait KEK Kura Kura Bali.
Untuk itu, politisi senior PDI Perjuangan itu, berharap agar Gubernur Bali, Wayan Koster melakukan kajian serius, memikirkan dengan matang dan melakukan kajian mendalam terkait restu KEK Kura Kura Bali.
“Janganlah tergesa-gesa, jangan grasa-grusu. Kaji yang matang, pikirkan yang serius, apa untung rugi KEK Kura Kura Bali atau BTID. Kita kan di daerah, mesti dipikirkan apa untung rugi bagi daerah, bagi Bali dan bagi Denpasar,” ujar mantan Bupati Tabanan dua periode ini.
Jika memang cenderung tidak menguntungkan Bali dan Kota Denpasar, lanjut Adi Wiryatama, maka jauh lebih baik agar KEK BTID itu dikaji kembali.
Bahkan bila perlu KEK BTID untuk dibatalkan saja, sehingga nantinya tidak menyesal di kemudian hari. “Kalau tidak menguntungkan bagi kita di daerah mending dibatalkan saja, ketimbang menyesal di kemudian hari,” pinta Adi Wiryatama.
Lebih jelas ia menyampaikan, tujuan KEK ingin mengangkat satu kawasan yang tidak berkembang. Satu Kawasan yang perlu investor untuk mengembangkan kawasan itu menjadi bagus, maju dan lainnya.
Yang janggal dalam proses KEK BTID, karena kawasan ini berada di pusat ibukota Bali yaitu Denpasar. Kawasan sudah mahal, nilai lahan sudah tinggi, sepertinya tidak dijadikan KEK pun sudah pasti berkembang dengan baik.
“Kawasan yang jadi KEK mestinya kawasan yang tidak berkembang, Kawasan terpencil di pedalaman lah. Setelah dapat KEK pihak investor mampu mengembangkan kawasan itu, kalau BTID kan sudah kawasan yang bagus, kenapa harus dikasih khusus?” tanyanya.
Baginya KEK itu bentuk kemudahan bagi investor. Jika mengacu bagi BTID, jelas keberadaannya saja sudah hasil reklamasi dengan beragam dampak negatifnya saat itu. Itu sudah dapat kemudahan luar biasa, dapat lahan hampir 500 hektare dengan reklamasi.
Kemudian sekarang secara tidak langsung diistimewakan dengan adanya kebijakan pemidahan TPA Suwung. “Sepertinya untung banyak, hasil lahan dari reklamasi hingga 500 hektare dapat lahan. Sekarang TPA Suwung yang jadi kendala BTID juga dipindahkan, jadilah lahan BTID menjadi lebih istimewa. Sudah cukuplah segitu, jangan lagi diberikan hal khusus dengan KEK,” urainya.
Adi Wiryatama pun heran pengembangan BTID harus diberikan kemudahan KEK. Menurutnya akan lebih bagus berikan berkembang seperti investasi biasa saja, sehingga segala hal-hal kewajiban sebagai investor terhadap pajak, pendapatan daerah dan lainnya normal seperti investor lainnya.
“Mending jadi kawasan biasa saja, untuk nantinya segala hal kewajiban-kewajiban seperti pajak dan lainya sama dengan investor lainnya,” imbuhnya.
Misalnya dari segi pendapatan daerah, cukup merugikan, Pembangunan KEK bukan hanya akan mengurangi pendapatan negara akibat pemberian insentif fiskal, dan bea masuk, tetapi juga berpotensi besar mengurangi pendapatan pemerintah daerah.
Seperti UU KEK pasal 34 ayat (1); “Setiap Wajib Pajak yang melakukan usaha di KEK diberikan insentif berupa pembebasan atau keringanan pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Padahal lanjutnya, pembangunan kawasan ini mensyaratkan infrastruktur yang memadai dan lengkap sebagaimana tercantum dalam pasal 4 huruf d UU KEK. Pembangunan infrastruktur tersebut tentu membutuhkan pembiayaan yang tidak kecil, sementara sumber pendanaan pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur seperti tertulis dalam UU pasal 12 tidak hanya berasal dari APBN namun juga APBD.
Potensi pendapatan yang berkurang akibat pembebasan pajak daerah dan retribusi daerah, akan mempersulit posisi keuangan daerah untuk membiayai pembangunan maupun pemeliharaan infrastruktur di dalam KEK sendiri.
“Ini salah satunya, ada beberapa kajian-kajian kelemahan KEK, misalnya cenderung menguntungkan pemodal besar,” ungkapnya.
"Jika memang kawasan belum berkembang, dikembangkan dari awal dan penuh peran investor okelah. Ini kawasan sudah bagus, minta perlakukan khusus, kan enak di investor jadinya,” tandas Owner Tasta (Taman Satwa Tabanan) itu.
Sebelumnya Presiden Direktur PT Bali Turtle Island Development (BTID) Tuti Hadiputranto menegaskan jika di KEK Kura Kura Bali akan dibangun sekolah internasional, hotel, kawasan kebugaran, hingga marina sebagai lokasi kapal bersandar.
Ia pun berharap pemerintah terus mendukung pembangunan kawasan tersebut, sehingga sejalan dengan peta jalan Ekonomi Kerthi Bali. "Kami terus mengundang para investor untuk melakukan penanaman modal di kawasan Kura Kura Bali, khususnya investasi yang berkelanjutan, baik pada sektor pendidikan, kesehatan dan kebugaran, dan tentu saja pada sektor pariwisata termasuk marina dan resort," katanya.
1
Komentar