Tak Perlu Lagi Kerja?
Yas tv ātmaratir eva syād ātmatrptas ca mānavah, ātmany eva ca samtustas tasya kāryam na vidyate. (Bhagavad-gita, III.17)
Tetapi orang yang bersukacita pada Diri sendiri, yang penuh dengan Sang Diri, yang terpuaskan dengan Sang Diri, baginya tidak ada lagi kerja yang perlu dikerjakan.
APA maksudnya bersukacita atau terpuaskan dengan Sang Diri? Selama ini kita mengidentifikasi diri sebagai badan beserta hal-hal yang dilekatkan padanya, seperti dokter, guru, jenderal, petani, dan yang sejenisnya. Semua identitas itu disebabkan oleh dua hal, yakni piranti pikiran yang disebut ahamkara dan klesa (kabut pikiran) yang disebut asmita. Selama identitas kita sepenuhnya berada di sana, maka hal yang menyenangkan adalah objek-objeknya. Kita pun diperdaya untuk mengerjakan semua hal demi objek-objek itu. Kebahagiaan dari identitas ‘palsu’ tersebut terletak pada objeknya, sehingga kita terus-menerus mengejarnya.
Di sinilah masalah laten manusia. Semakin dikejar materi atau objek tersebut, semakin kebahagiaan itu menipis. Sifat dari identitas palsu itu selalu ingin lebih. Satu hal telah terpenuhi segera menginginkan yang lainnya. Inilah samsara, penderitaan tanpa ujung.
Teks di atas mengajak kita supaya mengenali identitas kita yang asli. Siapa itu? Sang Diri. Yang mana? Ia yang bersemayam di dalam diri, penyebab kita hidup, sang sadar. Sang Sadar itulah identitas kita yang sejati. Jika Sang Diri Sejati telah bisa kita kenali, maka kekuatan ahamkara dan asmita pun melemah. Kita akan mengerti dengan benar bagaimana cara kerja keduanya dan kemudian menguasainya. Sebelum kita mengenal Sang Diri Sejati, ahamkara itu selalu menguasai, sehingga kita merasa hanya dialah identitas kita. Lalu, bagaimana caranya agar kita mengenali Sang Diri Sejati? Tentu diperlukan Realisasi Diri, perlu adanya revolusi kesadaran, di mana ahamkara yang mengkooptasi kesadaran kita tiba-tiba kehilangan kekuatannya dan kemudian Sang Diri menyembul laksana matahari yang terbit di pagi hari.
Apa yang terjadi jika identitas sejati telah kita kenali? Teks di atas menyatakan bahwa orang yang seperti itu tidak memerlukan lagi pekerjaan yang perlu diselesaikan. Dia sudah tidak terikat lagi dengan kerja. Lalu, apakah orang yang telah mengenal Diri Sejatinya tidak perlu bekerja? Apakah pekerjaan akan mengganggu identitas Diri Sejatinya itu? Di sinilah jebakannya. Ketika Krishna menyebut ‘tidak ada lagi kerja yang perlu dikerjakan’, orang serta merta berpikir ‘tidak perlu bekerja lagi’. Dia akan bangga tidak melakukan apa-apa, karena merasa telah mengenal Sang Diri Sejati.
Jika diperhatikan baik-baik dan dibaca secara keseluruhan, pesan di atas bukanlah untuk meniadakan kerja. Jika benar Krishna bermaksud memerintahkan agar tidak melakukan kerja jika Sang Diri Sejati telah dikenali, lalu mengapa Beliau memerintahkan Arjuna untuk berperang?
Ternyata tidak itu maksudnya. Jika orang menyadari Sang Diri Sejati, maka apapun yang dikerjakan tidak lagi mengikat dirinya. Hasil bukankah menjadi orientasi dari kerjanya meskipun setiap kerja akan menghasilkan. Ia akan bekerja laksana pohon tumbuh, berbunga, dan berbuah. Untuk apa pohon berbuah? Apakah dirinya pamrih dan hendak menggunakan buahnya itu? Tidak. Pohon seperti pisang berbuah karena memang dorongan alaminya seperti itu. Hukum Rta-lah yang menyebabkan itu. Pohon pisang berbuah karena memang itu adalah kesempurnaan dirinya. Tidak lebih. Dengan cara yang sama, orang yang telah mengenal Sang Diri Sejati, tindakannya akan menjadi sangat alami dan spontan. Tindakannya menjadi natural.
Oleh karena dia telah berada pada sang Diri, maka tindakan yang dilakukan adalah semata-mata untuk menyelesaikan vasana-nya. Ke mana pun anak panah yang telah dilemparkan sebelumnya akan dia lalui dengan kesadaran penuh. Jika memang prarabda masih menugaskan untuk mencapai tujuan tertentu dalam kehidupan, maka dia akan tetap mengerjakannya.
Bedanya, ketika belum mencapai realisasi, dia melakukan tindakannya karena motif tertentu secara individu, tetapi saat Realisasi Diri tercapai, motifnya pun menjadi motif semesta. Apa yang semesta arahkan, maka seperti itulah yang akan dikerjakannya. Tindakannya itu tentu akan efektif dan efisien, alami dan spontan, Jadi, Krishna tidak mengajarkan kita untuk menghindari tindakan, tetapi mengajak untuk menyadari Sang Diri sejati dan kemudian tindakan akan menjadi sangat alami. 7
I Gede Suwantana
Bali Vedanta Society
1
Komentar