Kepala LPD Dituntut 2,5 Tahun, TU dan Kasir 1,5 Tahun
Tiga terdakwa kasus korupsi di LPD Desa Pakraman Suwat, Gianyar yang semuanya wanita, dituntut hukuman berbeda dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Denpasar, Rabu (14/6). Kepala LPD Suwat, Sang Ayu Raiyoni dituntut hukuman paling tinggi 2,5 tahun penjara.
Kasus Korupsi LPD Suwat, Gianyar
DENPASAR, NusaBali
Sementara bagian Tata Usaha, Ni Nyoman Nilawati dan kasir, Ni Made Sutria dituntut hukuman 1,5 tahun penjara.
alam sidang yang digelar selama dua jam mulai pukul 14.00 Wita hingga 16.00 Wita, Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Made Endra Arianto menyatakan ketiga terdakwa yang disidang terpisah bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sesuai Pasal 3 jo Pasal 18 UU RI No 31 tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan UU RI No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke - 1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Untuk Kepala LPD Suwat, Ayu Raiyoni yang disidang pertama, JPU menuntutnya dengan hukuman 2,5 tahun penjara. Hukuman ini masih ditambah denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan dan diwajibkan mengganti kerugian negara Rp Rp 466.749.508. “Dengan ketentuan, apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam tenggang waktu 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta terdakwa dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti. Apabila harta benda yang disita tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan,” tegas JPU.
Sementara terdakwa Ni Nyoman Nilawati alias Man Tok dan Ni Made Sutria alias Bu Kadek alias Bu Sembung dituntut dengan hukuman yang sama, yaitu 1,5 tahun penjara ditambah denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan. Keduanya juga bebas dari hukuman tambahan karena sudah mengembalikan kerugian negara yang dititipkan di Kejari Gianyar.
Kasus ini berawal pada 2010 saat administrasi LPD Suwat berubah dari sistem manual menjadi komputerisasi. Dalam peralihan tersebut ditemukan selisih di buku tabungan dan catatan LPD sebesar Rp 68 juta. “Ketiga terdakwa lalu mengakui selisih tersebut sebagai pinjaman mereka dan mengakui memiliki utang di LPD Suwat masing-masing Rp 22.800.000,” jelas JPU.
Selain itu, dalam memberikan kredit, ketiga terdakwa juga disebut tidak berpedoman pada peraturan yang berlaku. Para terdakwa memberikan pinjaman kepada warga di luar Desa Suwat dan juga memberikan pinjaman kepada warga tanpa jaminan. Selain itu, ketiga terdakwa juga melakukan penarikan tabungan nasabah senilai total Rp 385 juta. “Selain itu ada juga penarikan dana tabungan sukarela tanpa diketahui pemiliknya dan setoran dana tabungan yang tidak dicatat senilai Rp 109. 213.508,” lanjut JPU dalam dakwaan.
Ketiga terdakwa asal Desa Suwat ini juga membuat kredit fiktif terhadap 28 orang dengan total pinjaman Rp 432.400.000. “28 orang tersebut telah menerima pinjaman dari LPD Suwat. Padahal secara nyata orang-orang itu tidak pernah mengajukan pinjaman dan tidak pernah menerima dana pinjaman dari LPD Suwat,” bebernya. Atas perbuatan ketiga terdakwa, dari hasil perhitungan auditor independen ditemukan kerugian negara Rp 796.324.508 yang membuat LPD Suwat tidak bisa beroperasi lagi. *rez
Komentar