Zonasi PPDB Membingungkan
Penerapan zonasi dalam PPDB tahun ajaran 2017/2018 meresahkan wali murid karena kecemasan tidak diterima di sekolah negeri.
SINGARAJA, NusaBali
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) resmi dimulai pada tanggal 20-24 Juni 2017. Namun jelang PPDB itu, para orangtua cemas anak-anak mereka tidak bisa lagi diterima di sekolah negeri, karena tahun ajaran kali ini tidak ada kelas sore. Praktis jika sekolah di swasta, mereka akan dibebani biaya. Selain itu para orangtua juga bingung dalam menentukan jarak rumah dengan sekolah terdekat. “Sekarang tambah ruwet saja cari sekolah, harus menghitung jarak, ya kalau sekolah yang dituju jaraknya cukup, kalau cukup juga harus berebut dengan pelamar terdekat. Bisa-bisa tidak diterima di sekolah negeri,” ujar salah satu orang tua siswa di SD 1 Sangsit, Kecamatan Sawan.
Anehnya lagi, pihak sekolah ada juga yang masih bingung dalam menerapkan aturan zonasi itu. Pihak sekolah justru menerapkan zonasi justru berdasar wilayah administrasi. Celakanya, wilayah terdekat justru tidak masuk dalam daftar siswa yang berhak diterima. Konon, penerapan berdasar kewilayahan ini akan dilakukan oleh SMPN 1 Singaraja.
Pihak sekolah telah menetapan calon siswa yang akan diterima berasal dari wilayah Kelurahan Banjar Bali, Banjar Jawa, Astina, dan Kelurahan Banyuning bagian Barat. Sedangkan wilayah terdekat dari SMPN 1 Singaraja seperti Kelurahan Kampung Anyar dan Kampung Kajanan, justru tidak tercantum.
Kepala Sekolah SMPN 1 Singaraja, Ni Putu Karnadi via telpon Rabu (14/6) menyebut, penerapan PPDB berdasar kewilayahan itu untuk siswa miskin. Selama ini, siswa miskin yang diterima hanya berasal dari empat kelurahan itu. Sedangkan siswa miskin dari Kampung Anyar dan Kampung Kajanan, selama ini diterima oleh SMPN 2 Singaraja dan SMPN 3 Singaraja. “Kan ada yang 20 persen untuk siswa miskin, nah dari dulu siswa miskin itu berasal dari empat wilayah kelurahan itu, data itu yang kita pakai sekarang. Kalau zonasi lainnya itu, ada di panitia. Beda juga itu,” terangnya.
Sementara Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Buleleng I Gede Suyasa terpisah menjelaskan, yang dimaksud zonasi dalam PPDB tahun ajaran 2017/2018, untuk tingkat SD adalah usia dan jarak tempat tinggal dari siswa yang bersangkutan. Sedangkan untuk tingkat SMP adalah jarak tempat tinggal dan nilai ujian nasional.
“Kalau SD yang menjadi acuan utama siswa bisa diterima adalah usia, setelah itu baru jarak tempat tinggal siswa tersebut. Nah kalau SMP yang menjadi acuan utama adalah jarak tempat tinggal siswa, kemudian baru melihat nilai ujian siswa yang bersangkutan,” jelasnya.
Suyasa mencontohkan, jika ada calon siswa memiliki jarak tempat tinggal yang sama, maka persaingan untuk bisa diterima dilanjutkan dengan melihat nilai ujan nasional dari siswa yang bersangkutan. “Poin utama adalah jarak teempat tinggal, misalnya kuotanya mau habis, sedangkan masih ada calon siswa dengan jarak tempat tinggal sama, maka yang menjadi acuan berikutnya adalah nilai. Jadi yang nilainya tertinggi yang akan diterima untuk mengisi kuota,” terangnya.
Suyasa tidak menampik masih ada para orangtua yang resah dengan pola PPDB berdasarkan zonasi. Menurut Suyasa, keresahan itu diperkirakan karena para orangtua hanya mendapat infomasi sepotong. “Sebenarnya kita sudah sosialisasi dengan perbekel, kepala sekolah, dewan pendidikan, dan tokoh masyarakat, termasuk juga DPRD. Dengan pihak sekolah sudah berkali-kali kita sosialisasikan model PPDB tahun ajaran ini,” akunya.
Disinggung dengan siswa yang tidak diterima di sekolah negeri, dan kemudian harus ke sekolah swasta? Suyasa menilai itu tidak ada persoalan. Karena sekolah swasta juga membebaskan biaya bagi siswa miskin. Di samping itu, sekolah swasta juga mendapat dana BOS. “Kalau ada sekolah dengan fasilitas lebih, ya wajar nanti ada biaya tambahan. Tapi kalau siswa miskin itu sudah bebas biaya,” tandasnya.*k19
Komentar