Ni Wayan Sudiarmini Olah Batok Kelapa Menjadi Berbagai Barang Kerajinan Unik
Disulap Jadi Alat Makan, Tas hingga Cup Bra untuk Diekspor
Usaha kerajinan yang dibuat Sudiarmini awalnya hanya iseng berawal saat dia banyak menjumpai limbah batok kelapa yang terbengkalai usai dibuat kopra.
TABANAN, NusaBali
Selain sebagai lumbung beras, Kabupaten Tabanan juga merupakan salah satu penghasil kelapa. Lokasinya hampir merata di tiap kecamatan, namun sentral penghasil kelapa terbanyak ada di Tabanan bagian tengah dan barat.
Sudah banyak olahan kelapa yang dibuat masyarakat Tabanan mulai dari makanan, minyak VCO, kopra hingga sabun. Nah, sejalan dengan itu dari hasil olahan ini banyak limbah batok kelapa yang terbengkalai. Namun di tangan perajin kreatif Ni Wayan Sudiarmini ternyata limbah batok atau istilah Balinya kau ini dia sulap menjadi sejumlah kerajinan dengan nilai jual tinggi. Bahkan sudah tembus pasar ekspor.
Satu di antaranya kerajinan yang sedang beken dibuatnya adalah tas dari batok kelapa, satu set alat makan dari batok hingga bra wanita dari batok. Khusus bra wanita dari batok ini sudah dia ekspor ke Jepang. Ditemui di lokasi produksinya di wilayah Banjar Pengasahan, Desa Lalanglinggah, Kecamatan Selemadeg Barat, Tabanan Kamis (30/5), Sudiarmini atau yang akrab dipanggil Bu Dina ini sedang disibukkan membuat desain tas dari kau. Kini usahanya itu diberi nama Kau Bali.
Sejumlah kerajinan yang siap jual maupun sedang proses finishing sebagian telah dipajang di rak yang berukuran sedang serta bahan baku kelapa tampak memenuhi kontrakan kecil yang dia sewa untuk rumah produksi. "Saya ngontrak tempat di sini agar memudahkan untuk menurunkan bahan baku. Kalau buat di rumah jauh ke dalam, sulit orang mencari," ujar Bu Dina warga asal Banjar Wanayu, Desa Angkah, Kecamatan Selemadeg Barat ini.
Dia menuturkan, usaha kerajinan yang dibuat awalnya hanya iseng. Tahun 2017 ketika bertugas menjadi pendamping desa di Kecamatan Selemadeg Barat banyak menjumpai limbah batok kelapa yang terbengkalai usai dibuat kopra.
Selain itu fenomena yang dijumpai harga kelapa sangat murah hanya Rp 1.000 per butir. Dia pun mulai berpikir untuk mencari akal supaya limbah ini bernilai ekonomis. Dia pun akhirnya mencoba-coba membuat pernak pernik seperti gantungan kunci hingga kalung dengan memanfaatkan batok kelapa kecil. Kebetulan juga saat itu mahasiswa KKN yang memberikan desain untuk membuat pernak pernik tersebut. "Macam-macam waktu itu saya buat, ada gantungan kunci dan gelang, hingga akhirnya saya ikut sejumlah festival di HUT Kota Tabanan maupun Festival Tanah Lot tahun 2019," tutur wanita kelahiran 8 Mei 1976 ini.
Gayung bersambut, di Festival Tanah Lot ini dia bertemu pelanggan asal Jerman dan meminta untuk dibuatkan alat makan rice bowl satu set, lengkap dengan alat pencuci yang terbuat dari serabut kelapa hingga bekerjasama sampai sekarang. Pelanggan tertarik karena alat makan yang dibuat berbahan alami. Satu set alat makan dia jual diharga Rp 15.000. "Saya biasanya sebulan mengirim tiga kali ke Jerman sekali kirim 200 set alat makan rice bowl," jelasnya.
Karena alat makan ini makin terkenal, Bu Dina pun kembali mendapat pesanan alat makan serupa dari Prancis. Bedanya yang Prancis tidak memesan dalam bentuk packing, namun secara satuan. "Yang saya kirim ekspor ini terutama yang ke Jerman, juga sudah lolos quality control artinya aman dipakai tidak mengandung zat berbahaya," kata ibu 4 anak ini. Dengan banyaknya pernak pernik alat makan yang dibuat hingga Bu Dina berkesempatan mengikuti ajang KTT G20 sebagai perwakilan Tabanan di tahun 2022 lalu. Sayangnya kerajinan yang dipajang tersebut kurang laku, kebetulan di ajang KTT G20 itu produk yang lebih laris adalah di bidang fashion.
Dari pengamatan itu kemudian dia mencoba membuat produk di bidang fashion berupa tas dari batok kelapa. Dengan memanfaatkan aplikasi luar negeri untuk mencari desain, dia menghasilkan tas berbagai ukuran dari batok kelapa. Tas batok kelapa yang dibuat ini cukup unik. Karena bagian luar ditempel batok kelapa yang didesain dengan baik. Kemudian dipasang tali pengikat dari benang nilon agar batok menempel lebih kuat. Lalu di bagian dalam dilengkapi dengan bahan kulit sapi maupun berbahan suede. "Sehari dari awal sampai finishing paling tidak hanya dapat satu produk," tutur alumni SMKN 3 Denpasar ini.
Ternyata tas yang dihasilkan berbagai size dengan kisaran harga mulai dari Rp 100.000 sampai Rp 300.000 ini laris manis, namun masih di lingkup pasar dalam negeri seperti ke Jakarta dan Lombok. Selain tas, dia juga membuat ikat pinggang dan bra dari batok kelapa. Khusus bra ini diakui Bu Dina mendapat pesanan dari Jepang. Namun yang dipesan hanya bagian cup satu pasang berbagai size dalam bentuk original artinya hanya dihaluskan tanpa dicat.
Berbagai size itu mulai dari size S diameter 9-10 cm, size M diameter 11-13 dan size L diameter 13 ke atas. "Kalau yang ke Jepang biasanya saya ngirim 3 bulan sekali, sekali kirim mulai dari 200 set hingga 500 set," beber Bu Dina. Dia mengakui dari sejumlah produk yang dibuat ini ada yang sudah mendapatkan Juara I dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di bidang Kata Kreatif saat mengikuti pemaren di Jakarta tahun 2021 karena membuat inovasi sarung bantal dari batok kelapa. Bahkan sarung bantal yang dibuat ini sekaligus menjadi bahan untuk pijat refleksi ketika ditaruh di punggung. Selain itu akan dibuatkan hak paten.
Bu Dina menerangkan dari puluhan kerajinan tangan yang dibuat dia sendiri mengambil bahan baku batok kelapa dari Tabanan dan dari Kabupaten Karangsem. Mengambil batok di Karangasem untuk memenuhi kebutuhan pasar ke Jerman khususnya alat makan. Sebab pesanan menginginkan wadah rice bowl yang berdiameter besar, sedangkan kelapa di Tabanan untuk batoknya sedikit lebih kecil.
Kemudian untuk di bidang pemotongan bahan baku Bu Dina melakukan di Kabupaten Buleleng daerah Sumberkima dengan pertimbangan di ongkos yang lebih murah serta mencegah polusi dampak dari pemotongan bahan baku. "Hanya finishing saja di Tabanan. Finishing saya mengajak ibu rumah tangga sekitar 20 orang dari Desa Angkah dengan ongkos sistem borongan. Jadi ibu-ibu ini tinggal membuat dari sampel yang sudah saya berikan," tegasnya.
Dengan usahanya yang belum lama digeluti tersebut keuntungan bersih yang sudah dia didapatkan per bulan kisaran Rp 10 juta hingga Rp 15 juta. Bahkan agar bisa membantu meningkatkan perekonomian dalam waktu dekat juga akan membuat kerajinan di bidang home dekor. Saat ini sudah dirancang untuk membuat dinding dari batok kelapa.
Sayangnya di tengah pembuatan kerajinan tangan ini untuk memproduksi hasil karyanya masih secara manual. Artinya belum menggunakan mesin canggih seperti misalnya mesin pengering. Karena kendala selama ini saat musim hujan tidak bisa mengerjakan pesanan dengan baik. Sebab ketika batok kelapa diproduksi harus dalam keadaan kering hingga PH (keasaman air) di bawah 9. Sebab jika tak memperhatikan kadar PH menyebabkan bahan cepat jamuran. "Mesin kami masih gunakan secara manual, belum ada mesin canggih semoga saja nanti bisa berkembang," harap wanita single parent ini. 7 des
1
Komentar