Kurangi Ketergantungan Impor, RI Genjot Produksi Kedelai Dalam Negeri
JAKARTA, NusaBali - Indonesia sedang meningkatkan produksi kedelai dalam negeri untuk mengurangi impor. Salah satu daerah yang digenjot untuk produksi kedelai yakni Lampung.
Pemerintah menyiapkan 5.000 hektare (ha) lahan di Lampung yang tersebar di 13 Kabupaten untuk budidaya kedelai. Lahan itu bagian dari rencana pengembangan budidaya kedelai seluas 250.000 ha tahun ini yang tersebar di 27 Provinsi.
Hal ini diungkapkan oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo usai melakukan tanam kedelai di Pekon Banjar Masin Kecamatan Bulok Kabupaten Tanggamus, Lampung, Jumat (2/6) kemarin.
"Hari ini adalah tekad Pak Gubernur dengan kita semua, bahwa impor ini secara bertahap bersama Pak Mendag untuk menggairahkan kembali produksi kedelai kita," kata Syahrul dikutip detikcom dari video Kementerian Pertanian, Sabtu (3/6).
Syahrul mengungkap selama ini kebutuhan kedelai dalam negeri masih dipenuhi dari impor karena lebih murah. Petani juga enggan menanam kedelai karena produktivitasnya yang rendah dibandingkan jagung.
"Petani lebih memilih menanam jagung karena per hektar jagung menghasilkan 5, 6 sampai 7 ton, kalau kedelai, 2 sampai 2,5 ton per hektar. Namun apa pun alasannya ketergantungan itu tidak boleh dilakukan terus menerus," ujarnya.
Kunjungan yang dilakukan Syahrul itu bersama Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan Ketua Komisi IV DPR RI, Sudin, dan Gubernur Lampung dan Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi.
Untuk diketahui, Indonesia selama ini ketergantungan dengan kedelai impor. Besarannya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri 90 persen kedelai masih dari impor.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memang ingin mendorong produksi kedelai dalam negeri. Adapun lahan untuk pertanian kedelai yang disiapkan pemerintah tahun ini sebesar 250.000 ha di seluruh Indonesia.
Anggaran yang disiapkan Kementerian Pertanian untuk produksi kedelai dalam negeri itu Rp 2,7 triliun.
Angka itu dikutip dari keterangan Direktur Jenderal Tanaman Pangan Suwandi saat rapat dengan pendapat dengan Komisi IV DPR RI, Selasa (24/1) lalu.*
Komentar