‘Bernyanyi’ Diperas Polisi Rp 1M, Bule Kanada Batal Diekstradisi
Kombes Satake Bayu
Warga Negara Asing
Canada
Ekstradisi
Buronan
Red Notice Interpol
Interpol
Mabes Polri
Stefanus Satake Bayu Setianto
DENPASAR, NusaBali - Ekstradisi Warga Negara Asing (WNA) asal Kanada, Stephane Gangnon, 50, yang rencananya digelar Minggu (4/6) batal dilaksanakan. Buron yang masuk Red Notice Interpol ‘bernyanyi’ dan melaporkan beberapa oknum polisi di Mabes Polri yang melakukan pemerasan terhadap dirinya hingga Rp 1 miliar.
Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Stefanus Satake Bayu Setianto dalam keterangan persnya, Senin (5/6) mengatakan penundaan ekstradisi karena Stephane membuat laporan polisi dugaan pemerasan dilakukan oleh oknum kepolisian dari Mabes Polri. Laporan tersebut sedang diselidiki Div Propam Mabes Polri.
"Sebenarnya kami sudah merencanakan menyerahkan pelaku ke Imigrasi untuk diekstradisi ke negaranya. Ekstradisi itu ditunda karena Stephane melalui penasehat hukumnya melaporkan dugaan pemerasan oleh oknum anggota polisi dari Mabes Polri. Kalau personel di Polda Bali, tidak ada," ungkap Kombes Satake Bayu.
Perwira melati tiga di pundak ini enggan membicarakan motif dugaan pemerasan dan teknisnya karena ditangani oleh Mabes Polri. Dengan adanya laporan itu, penyerahan pelaku ke kepolisian Kanada ditunda dan menunggu proses penyelidikan laporan ini. Sampai saat ini untuk sementara pelaku ditahan di Rutan Polda Bali. "Masih dilakukan penyelidikan tentang kebenaran laporan itu. Saat ini pihak-pihak yang dilaporkan sedang dilakukan pemeriksaan oleh Propam Mabes Polri," lanjutnya.
Sedangkan adanya informasi kalau di data red notice itu bukan pelaku, Kombes Satake mengatakan nanti akan lakukan pemeriksaan ulang juga terkait hal itu. "Kami sedang koordinasi dengan Imigrasi dan Kanada yang buat red notice ini, terkait paspor berbeda kan identitas itu bisa dibuat," bebernya.
Sementara sebelumnya penasehat hukum tersangka Stephane yakni Parhur Dalimunthe menduga polisi salah tangkap terhadap kliennya karena beberapa hal, misalnya nomor paspor dan status perkawinan kliennya beda. Orang yang harus ditangkap polisi adalah pemegang paspor nomor G809633 dengan status menikah. Sementara nomor paspor kliennya adalah AA495494 dan sudah bercerai.
"Kami mempertanyakan red notice ini benar dikeluarkan oleh pemerintah Kanada atau ini kerjaan dari para mafia. Sebab kita cek secara online tidak ditemukan. Harusnya ketemu, karena dicari seluruh dunia," ungkap Parhur didampingi tiga orang rekannya saat ditemui di Polda Bali, Minggu (4/6) siang.
Adanya dugaan salah tangkap dan pelanggaran dalam menangani kasus ini oleh kepolisian ungkap Parhur juga karena 4-6 minggu sebelum kliennya ditangkap di rumahnya di Canggu, Kecamatan Kuta Utara, Badung 19 Mei 2023 ada oknum anggota polisi dan warga sipil menemui kliennya untuk menginformasikan ada surat red notice dari pemerintah Kanada.
Oknum yang mengaku kenal dengan petinggi di Divhubinter Polri itu bisa membebaskannya dari penangkapan asalkan menyerahkan sejumlah uang. Orang tak dikenal itu berkali-kali datang untuk meneror Stephane.
Merasa tak nyaman dengan teror tersebut, Stephane menyerahkan uang sebanyak Rp 1 miliar. Uang Miliran itu ditransfer sebanyak tiga kali. Pertama sebanyak Rp 750 juta, kedua Rp 150 juta, dan ketiga Rp 100 juta. Ternyata oknum itu meminta uang Rp 3 miliar. Merasa tak bersalah, Stephane menolak untuk memberikan uang sebanyak itu.
"Klien kami awalnya menyerahkan uang Rp 1 miliar tujuannya biar dirinya tidak diteror terus, bukan karena merasa bersalah. Ternyata setelah dikasi uang Rp 1 miliar, malah minta Rp 3 miliar. Ternyata benar 20 Mei klien kami ditetapkan jadi tersangka dan ditahan," lanjutnya.
Kejanggalan lain adalah Stephane diekstradisi ke Australia. Semestinya polisi dari Kanada datang menjemputnya dibuatkan serah terima di sini. "Okelah klien kami misalnya salah, harus diproses semestinya. Orang dari Kanada dibawa ke Australia. Kami menolak dan membuat surat ke Presiden, Menlu, Menkumham, Kapolri, Jaksa Agung, dan lainnya," pungkasnya. 7 pol
1
Komentar