Pemerintah Belum Bayar Utang ke Pengusaha Migor
Beda Data Nilai Utang
JAKARTA, NusaBali - Pemerintah belum melakukan pembayaran kepada pengusaha minyak goreng. Padahal program satu harga minyak goreng ini sudah berjalan satu tahun.
Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengungkap kendala yang saat ini dialami oleh pemerintah adalah fatwa hukum dari Kejaksaan Agung membuat pihaknya bingung.
Menurutnya, fatwa hukum belum mencerahkan berapa yang harus dibayarkan pemerintah kepada pengusaha minyak goreng.
"Sebetulnya suratnya nggak jelas juga, tetapi ada suratnya. Kemendag ini kan peraturannya sudah nggak ada, tetapi fatwanya kurang terang, zaman sekarang ini khawatir, oleh karena itu kita hati-hati," ungkap pria yang akrab disapa Zulhas dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, seperti dilansir detikcom, Selasa (6/6).
Kemendag meminta fatwa hukum melalui Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun). Fatwa hukum itu diminta karena Permendag Nomor 3 tahun 2022 tentang minyak goreng satu harga sudah dicabut.
Kendala berikutnya adalah, ada perbedaan nilai utang yang harus dibayarkan pemerintah kepada pengusaha minyak goreng. Pengusaha minyak goreng mengklaim total selisih harga yang harus dibayarkan pemerintah ke mereka sebesar Rp 812 miliar.
Sementara versi pemerintah berdasarkan hasil verifikasi yang dilakukan verifikator PT Sucofindo, utang pemerintah hanya Rp 474,8 miliar. Perbedaanya sebesar 58,43% dari total yang diklaim pengusaha.
Zulhas pun meminta bantuan lagi kepada Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) agar menjadi auditor dan memastikan berapa yang harus dibayar pemerintah kepada pengusaha minyak goreng.
"Sekali lagi kami berkirim surat, akan berkirim surat ke auditor negara BPKP dan BPK, mana yang harus dibayar, pertama saya dapat laporan Rp 300 miliar terakhir Rp 800 miliar, ini saya harus hati hati," jelas dia.
"Perbedaan ini disebabkan karena klaim penyaluran rafaksi tidak dibuktikan dengan bukti transaksi sampai ke pengecer. Biaya distribusi dan jasa angkut yang tidak dapat diyakini dan rafakasi yang melebih 31 Januari 2022," kata Zulhas lagi.
Zulhas menegaskan prosedur yang ia lakukan dalam rangka kehati-hatian untuk membayar utang kepada pengusaha. Apalagi, nilai yang harus dibayarkan melalui BPDPKS ini belum jelas.
"Ada yang bilang Rp 300 miliar, Rp 400 miliar Rp 800 miliar, mana yang benar? Kalau sudah bayar itu pak panjang itu ceritanya, nanti kan yang dipanggil kan Mendag kan," tegasnya.
Untuk itu, Zulhas juga meminta bantuan lagi kepada Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menjadi auditor dan memastikan berapa yang harus dibayar pemerintah kepada pengusaha minyak goreng. 7
Komentar