Pemuda Desa Sinabun, Buleleng Ciptakan Teknologi TrashKleng, Sebagai Inovasi Pengolahan Sampah
Berawal dari Iseng, Kini Raih Juara I Nasional TTG Nusantara 2023
TrashKleng
Inovasi
Pengolahan Sampah
Sampah Plastik
Daur Ulang
recycle
Desa Sinabun
Teknologi Tepat Guna
TrashKleng diambil dari kata Trash dalam Bahasa Inggris berarti sampah, Kleng diambil dari dialek Keling berarti ingat mengembalikan ke posisi semula.
SINGARAJA, NusaBali
TrashKleng inovasi pengolahan sampah plastik menjadi filamen dan menghasilkan sejumlah benda ekonomis dengan printer 3 Dimensi (3D), keluar sebagai Juara I Nasional. Hasil penelitian ini diikutkan dalam Lomba Teknologi Tepat Guna (TTG) Nusantara XXIV Tahun 2023 Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi RI, kategori inovasi, Selasa (6/6) lalu di Lampung.
Pencetusnya adalah pemuda asal Desa Sinabun, Kecamatan Sawan, Buleleng, Ketut Cana,33. Karya inovatifnya ini pun diunggulkan dewan juri karena dapat memberikan sumbangsih pada upaya pengurangan sampah plastik di masyarakat. TrashKleng dinyatakan sebagai teknologi inovatif terbaik menyisihkan 22 peserta lainnya se-Indonesia.
Ditemui, Senin (12/6) Ketut Cana mengaku telah melakukan riset terkait teknologi TrashKleng sejak tahun 2019. Nama teknologi ini pun disebutnya tidak sembarang nama. TrashKleng diambil dari kata Trash dalam Bahasa Inggris yang berarti sampah, sedangkan Kleng diambil dari dialek Keling yang sering diucapkan kakek Cana berarti ingat mengembalikan ke posisi semula. Sehingga TrashKleng ini diartikan ingat mengembalikan sampah ke posisi semula.
Ide awalnya tercetus dari keisengannya mengotak atik sejumlah peralatan. Kebetulan alumni SMKN 3 Singaraja ini saat itu memiliki sebuah printer 3D. Dia pun berkeinginan membuat sebuah produk, namun bahan baku berupa filamen cukup mahal. Sebagai tamatan sekolah teknik, Cana pun akhirnya melakukan riset untuk membuat alat sederhana yang dapat mewujudkan angannya. Dia kemudian banyak mencari referensi di youtube untuk membuat alat yang diinginkan.
“Saya banyak mengambil referensi dari forum pemanfaatan teknologi pengolahan limbah plastik di Rusia. Hanya saja kalau pakai alat versi mereka jatuhnya mahal, jadi saya buat sendiri alat sederhana ini,” ucap Cana. TrashKleng ini dibuatnya dengan mengkombinasikan kotak pengeram telur yang disambungkan dengan komponen elektronika berupa mikrokontroler, untuk mengontrol proses pemanasan sampah plastik menjadi filamen.
Kemudian terakhir disambungkan ke komputer dan dicetak dengan printer 3D menjadi objek atau benda yang diinginkan. Teknologi sederhana yang diciptakan Cana hanya bermodalkan Rp 2 juta. Namun peluang usaha yang bisa didapatkan cukup menjanjikan. Selain juga dapat memberikan sumbangsih kepada lingkungan dalam upaya mengurangi timbulan sampah plastik.
“Usaha pengolahan sampah plastik ini memang belum berkembang banyak, baru di penghobi saja,” imbuh pria kelahiran 2 Desember 1989 ini.
Sejauh ini benda-benda yang dihasilkannya beranekaragam. Mulai dari patung tokoh-tokoh penting, vas bunga, gagang kacamata, kotak dan sejumlah benda lainnya. Sampah plastik yang dapat diproses menjadi filamen adalah sampah botol kemasan air mineral atau botol bekas soft drink yang memiliki kandungan Polyethylene Terephthalate (PET).
“Teknologi ini tidak menunggu sampah dalam jumlah banyak. Bahan baku pun sangat mudah ditemukan di sekitar kita bahkan di rumah sendiri. Satu botol plastik ini setelah diproses bisa menjadi filamen sepanjang 11 meter dengan ketebalan 1,7 milimeter,” ucap ayah tiga anak ini.
Sedangkan untuk membuat sebuah produk benda, memerlukan bahan baku bervariasi tergantung ukurannya. Sejauh ini produk yang dihasilkan sudah dipasarkan melalui media sosial dan dari mulut ke mulut. Harganya pun bervariasi dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah.
Ke depannya anak ke 3 dari 4 bersaudara buah hati Ketut Suwitra dengan Luh Adi ini berangan akan kembali menyempurnakan teknologi TrashKleng ini. Pengembangan teknologi yang sedang dirancangnya, agar dapat digunakan untuk membuat tangan palsu bergerak. Teknologinya pun akan dilengkapi dengan mikrokontroler dan pendeteksi kerusakan otot. Hasilnya tangan palsu ini bisa digerakkan oleh penggunanya.
Namun untuk mengembangkan teknologi tersebut Cana menyebut memerlukan anggaran yang tidak sedikit. Dia pun berharap ke depannya bisa mendapatkan dukungan dari pemerintah desa, maupun pemerintah daerah. Ke depannya teknologi yang dihasilkannya juga akan di-sharing ke publik.
Dia pun tidak mempermasalahkan jika ada yang terinspirasi dan membuat teknologi yang menyerupai TrashKleng. Menurutnya itu adalah bagian dari edukasi yang diberikan kepada masyarakat umum, sehingga lebih banyak orang dapat merasakan manfaat teknologi yang diciptakannya. 7 k23
1
Komentar