Perizinan Belum Kelar, Pembuangan Limbah Reklamasi Pelindo Alami Kendala
DENPASAR, NusaBali.com – Proyek pengembangan PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo Regional Bali Nusra yang menjadi salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) tak berjalan mulus. Pasalnya proyek berdirinya Bali Maritime Tourism Hub (BMTH) ini masih mengalami kendala lokasi dumping pembuangan material atau limbah ke tengah laut
Dari informasi, pengembangan Pelabuhan Benoa di Dumping 1 mencapai 25 hektare, sedangkan HPL (Hak Penglolaan Lahan) 1 seluas 41 hektare. Selanjutnya, HPL 21 seluas 7 hektare, HPL 22 12 hektare. Sementara Dumping 2 memiliki luasan 45 hektare.
Bahkan hingga kini konsesi yang dijanjikan Pelindo untuk Pemprov Bali dan Pemkot Denpasar di area Dumping 1 dan Dumping 2, dikabarkan belum juga bisa diterbitkan HPL-nya.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Kadis DPMPTSP) Provinsi Bali, Anak Agung Ngurah Oka Sutha Diana belum bisa menjawab dengan pasti terkait pengajuan izin lokasi dumping baru untuk pembuangan material ke tengah laut di kawasan Pelabuhan Benoa.
"Baiknya ke LH (Kadis Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Red) nggih. Prosesnya teknis di LH," singkatnya saat dihubungi awak media, Senin (19/6/2023).
Namun Kadis Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali, I Made Teja mengaku belum menerima surat resmi apapun mengenai pengajuan izin lokasi dumping tersebut. "Saya belum dapat surat resmi nanti cek lagi mungkin OPD lain yang menangani," bebernya.
Sementara itu Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kanwil BPN) Provinsi Bali Andry Novijandri Kepada awak media beberapa waktu lalu menegaskan jika Pelindo belum mengajukan surat hak tanah reklamasi seluas 132,9 hektare.
Di tempat terpisah, Kelompok Ahli Bidang Infrastruktur Pemerintah Provinsi Bali, Made Arca Eriawan mengakui adanya permohonan lokasi dumping untuk membuang hasil dredging atau pengerukan alur di Pelabuhan Benoa.
"Yang saya tahu bukan dumping untuk perluasan area, tapi mohon lokasi dumping untuk membuang material hasil kerukan untuk pendalaman alur di Pelabuhan Benoa," ujarnya.
Hasil kerukan material itu, nantinya akan dibuang ke tengah laut. "Ini untuk buang di tengah laut. Masalahnya dalam RZWP3K Provinsi Bali tidak punya zona dumping," jelas Eriawan.
Yang pasti lokasi dumping baru hanya diperuntukkan sebagai tempat pembuangan material, dan bukan untuk reklamasi, seperti halnya di area Dumping 1 dan 2 Pelabuhan Benoa.
Pihaknya juga mengungkap sampai sekarang pengajuan lokasi dumping itu, belum bisa disetujui Pemprov Bali. Meskipun tidak butuh kajian, namun lokasi dumping tersebut, juga menjadi salah satu kewenangan Provinsi Bali.
"Sementara belum ada izinnya. Tapi kan harus carikan jalan keluar. Karena 0-12 mil ke arah laut adalah wilayah kewenangan provinsi, di luar itu kewenangan nasional. Akan dibahas dulu jalan keluarnya, karena ini kan juga merupakan Proyek Strategis Nasional," bebernya
Erawan menegaskan jika dumping pembuangan material ini tidak boleh lagi dipakai sebagai perluasan lahan reklamasi. "Alternatif dumping ada banyak, bisa di darat (sekalian untuk nguruk), di laut (sekalian untuk perluasan daratan/reklamasi) dan ya dibuang. Kan tidak semua material yang ada juga bagus untuk urukan, banyak lumpur dan lain-lain," urainya.
Perlu diketahui, rencana untuk pengajuan dumping pembuangan material atau limbah oleh Pelindo, juga wajib memenuhi ketentuan Pasal 449 huruf a sampai huruf q Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Selain itu harus mengintegrasikan persetujuan teknis dan/atau surat kelayakan operasional pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun ke dalam pesertujuan lingkungan, sehinggaditindaklanjuti melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2021 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Pada Permen LHK ini salah satu ketentuan yang diatur yaitu mengenai dumping atau pembuangan Limbah yang diatur selanjutnya pada BAB X. Bagi setiap orang yang melakukan dumping limbah ke laut, maka diwajibkan memiliki persetujuan dari pemerintah pusat.
Namun berdasarkan Pasal 198 Permen LHK ini, tidak semua limbah dapat dilakukan pembuangan ke laut. Selain itu, diperlukan juga izin dumping ke laut yang dipersyaratkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, di antaranya wajib menyertakan IMB, Izin Lokasi/ Izin Prinsip, dan Persetujuan Dokumen Izin Lingkungan (UKL/UPL)/ AMDAL).
Persoalannya hingga kini HPL untuk lahan Damping 1 dan 2 di Pelabuhan Benoa dikabarkan belum juga bisa diterbitkan, sehingga mengganjal turunnya AMDAL untuk perubahan pengembangan Pelabuhan Benoa.
Sebelumnya, juga terungkap lahan reklamasi Dumping 1 yang diklaim sebagai wilayah Desa Adat Kepaon disebut-sebut warga tidak ada sosialisasi apalagi memberi tanda tangan persetujuan terhadap AMDAL sebagai dasar Pelindo melakukan reklamasi sebelumnya.
Tokoh Masyarakat Kepaon I Ketut Jana mempertanyakan izin AMDAL wilayah reklamasi khususnya Dumping 1 yang sekarang sedang proses pembangunan fisik yang disebut masuk wilayah Kepaon.
"Wilayah kami jangan dijadikan objek proyek saja dengan dalih pusat dan pengembangan wisata Bali namun mengabaikan hak kami sebagai warga terdampak langsung,” ungkapnya kepada wartawan.
Mantan Kepala Dusun (Kadus) Banjar Adat Sakah Kepaon Denpasar ini menyebutkan, persoalan reklamasi Dumping 1 yang masuk wilayah milik Kepaon sudah lama bermasalah. Namun dikatakan justru pihak Pelindo III terkesan mengabaikan.
Bahkan dikatakan sudah ada hasil rapat koordinasi yang dilakukan di Kantor Camat Denpasar Selatan tapi tidak ditindaklanjuti sampai sekarang. “Dulu saat masih konstruksi sempat ribut. Dan telah dilakukan beberapa kali rapat koordinasi di Kantor Camat Denpasar Selatan melibatkan stakeholder pemegang kebijakan, namun hasilnya juga terkesan diabaikan,” ungkap Ketut Jana.
“Jangan hanya saat membangun Fasilitas Umum Pendukung seperti IPAL DSDP dan Reboisasi Mangrove kami sebagai masyarakat pribumi diberi angin surga. Akan tetapi, saat reklamasi Dumping 1 Pelindo yang jelas di Barat Loloan Prapat Nunggal masuk wilayah Kepaon kami dilupakan,” keluhnya.
Sebelumnya Departement Head Hukum dan Humas Pelindo Regional 3 Karlinda Sari mengatakan, dalam upaya pengembangan Bali Maritime Tourism Hub (BMTH) di area eksisting pelabuhan, Pelindo telah mengantongi surat izin mendirikan bangunan (IMB).
“Di dalam area eksisting Pelabuhan Benoa kita lakukan pembangunan infrastruktur penunjang BMTH seperti UMKM Mart, dan hal ini sudah kami koordinasikan dengan pemerintah setempat agar sesuai dengan tata ruang daerah, selain itu kami juga sudah mendapatkan surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB),” jelas Karlinda.
Sementara itu dalam hal pengembangan area pengembangan 1 dan 2, Pelindo juga sudah melakukan koordinasi, memperoleh perizinan dan mendapatkan dukungan dari beberapa pihak seperti Kementerian Perhubungan, BUMN, KLHK, ATR dan KKP.
Pelindo juga menggandeng kejaksaan untuk turut mendampingi dan mengawasi pekerjaan proyek tersebut mengingat pengembangan BMTH merupakan salah satu proyek strategis nasional, yang juga dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan G20 di Bali sehingga harus disukseskan bersama.
Komentar