Bank Wajib Bayar Premi Restrukturisasi
Berlaku Mulai 2025
JAKARTA, NusaBali - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan aturan untuk perbankan wajib untuk membayar premi untuk mendanai Program Restrukturisasi Perbankan (PRP) pada 2025. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2023 tentang Besaran Bagian Premi untuk Pendanaan Program Restrukturisasi Perbankan.
Lantas apakah pembayaran itu akan berdampak pada kenaikan bunga bank? Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan kemungkinan akan berdampak pada kenaikan bunga bank, tetapi menurutnya kembali lagi kepada perbankan itu sendiri. Ia meyakini bahwa pembayaran premi tidak akan membebankan perbankan.
"Mungkin bunga mereka naik, tapi saya nggak tahu, tapi kan kalau dilihat margin perbankan masih besar. Jadi Anda nggak usah takut mungkin dia akan lebih kompetitif. Yang jelas tidak akan membuat banknya menjadi susah karena sudah kita hitung," katanya saat konferensi pers di Hotel St. Regis, Jakarta Selatan, seperti dilansir detikcom, Selasa (20/6).
"Dan itu kalau kita hitung dengan angka sekarang, kira-kira per tahun itu dapatnya Rp 1 triliun, sedikit kan cuma Rp 1 triliun dalam setahun, nanti 40 tahun baru nyampe target yang ditetapkan yakni 2% dari PDB tahun 2022. Jadi targetnya nggak tumbuh, jadi itu masih kecil dan saya pikir kalau sebesar itu itu tidak akan mengganggu perbankan," tambahnya.
Purbaya mengatakan pembayaran itu sebagai bentuk meyakinkan kepada masyarakat agar tidak akan ada kepanikan ketika terjadi krisis keuangan. Karena pada waktu krisis keuangan 1998, jatuhnya perbankan jadi membebani masyarakat dan negara.
"Bukan berarti uangnya cukup semua loh itu untuk membantu supaya dana pemerintah yang dipakai berkurang dan dananya juga akan menambahkan keyakinan masyarakat bahwa kalau ada apa-apa industri siap menyelamatkan industri, siap menyelamatkan industri. Jadi nggak akan panik seperti tahun 1997-1998," jelasnya.
Ia mengungkap krisis keuangan 1998 menjadi alasan terbitnya pembayaran premi untuk mendanai PRP. Di mana saat itu ketika perbankan kesulitan yang membiayakan adalah negara.
"PRP itu desainnya seperti ini, waktu taun 1998 ketika perbankan morat-marit yang bayarkan negara, biayanya 50% dari PDB. Nanti dari situ ada pemikiran gimana kalau ada pengurangan beban ke negara apabila negaranya kacau seperti itu, maka keluarlah program PRP itu," tutupnya. 7
1
Komentar