Penyuluh Temukan Lontar Embat-embatan
Sejumlah Penyuluh Bahasa Bali (PBB) Kabupaten Klungkung mengkonservasi lontar milik Jro Mangku Made Harta Wijaya di Banjar Peken, Desa Kamasan, Kecamatan/Kabupaten Klungkung, Sabtu (17/6) siang.
SEMARAPURA, NusaBali
Dari 18 cakep lontar yang dikonservasi, ditemukan empat cakep lontar embat-embatan atau tulisan aksara pada daun lontar yang masih utuh.
Secara bentuk lontar embat-embatan memang berbeda dari lontar pada umumnya. Karena daun lontar yang baru dipetik langsung ditulis oleh sang penulis di waktu itu. Jadi keutuhan dari daun lontar itu masih terlihat termasuk batang lidinya. Begitu pula cara penulisannya tidak beraturan, karena tidak berisi garis. Sehingga dalam satu lontar bisa berisi satu baris hingga empat baris.
Sedangkan lontar secara umum yang kerap dijumpai saat konservasi rata-rata berisi empat garis dan empat baris tulisan. Menurut Koordinator Penyuluh Bahasa Bali Klungkung, I Wayan Arta didampingi Sekertarisnya Ida Ayu Oka Suryantari, selama mengkonservasi lontar di Klungkung baru kali pertama menemukan jenis lontar embat-embatan. “Secara bentuk dan cara penulisan, kemungkinan lontar ini berusia lebih tua,” ujar Arta kepada NusaBali, Minggu (18/6).
Karena usia lontar embat-embatan tersebut sudah tua maka banyak yang sudah rusak. Dari keempat cakep lontar tersebut hanya satu cakep saja yang bisa diidentifikasi berisi tentang wariga dan wawaran. “Tertulis nama-nama wuku, tentang dewasa ayu hari baik dan buruk untuk melakukan sesuatu, dan lainnya,” katanya.
Wayan Arta menambahkan secara keseluruahan yang dikonservasi 18 cakep, dan ada juga beberapa lontar yang kondisinya rusak termasuk lontar embat-embatan. Yakni, bagian-bagian lontar acak-acakan, dan pinggirnya pringping. Sedikitnya 11 lontar berhasil diidentifikasi. “Lontar itu berisi tentang mantra, kekawin Baharatayuda, gaguritan, termasuk wawaran di lontar embat-embatan,” katanya.
Jro Mangku Made Harta Wijaya dalam kesempatan itu berterimakasih karena PBB sudah bersedia membantu untuk konservasi lontar warisan leluhurnya. Mengingat selama ini hanya disimpan di dalam keropak lontar dan ditaruh di gedong penyimpenan khusus. “Saya buatkan tempat khusus,” ujarnya.
Jro Mangku Arta sendiri, sejak kecil sudah merantau bersama kedua orang tuanya (almarhum) di sebuah asrama Polisi di Singaraja. Karena saat itu ayahnya bertugas sebagai polisi. Setelah ayahnya pensiun, akhirnya Jro Mangku Harta pulang ke kampung halamannya di Desa Kamasan tahun 1990. “Saya melihat banyak lontar di Palinggih marajan dalam kondisi berserakan dan banyak yang rusak,” katanya.
Selanjutnya, Jro Mangku Arta merapikannya dan membuatkan tempat khsusus. Serta dibuatkan upacara rutin setiap rahina Saraswati. Dalam kesempatan itu, dia mengaku menghubungi langsung PBB karena mendapat informasi dari rekannya ada program dari Pemprov Bali untuk konservasi lontar. “Dengan upaya konservasi ini saya berharap usia lontar ini akan semakin panjang, serta isinya beberapa sudah bisa terbaca,” kata pria kelahiran 14 November 1970 yang sudah dikarunia dua orang anak dengan istri tercinta Ni Nyoman Sri Rejeki. *wa
Dari 18 cakep lontar yang dikonservasi, ditemukan empat cakep lontar embat-embatan atau tulisan aksara pada daun lontar yang masih utuh.
Secara bentuk lontar embat-embatan memang berbeda dari lontar pada umumnya. Karena daun lontar yang baru dipetik langsung ditulis oleh sang penulis di waktu itu. Jadi keutuhan dari daun lontar itu masih terlihat termasuk batang lidinya. Begitu pula cara penulisannya tidak beraturan, karena tidak berisi garis. Sehingga dalam satu lontar bisa berisi satu baris hingga empat baris.
Sedangkan lontar secara umum yang kerap dijumpai saat konservasi rata-rata berisi empat garis dan empat baris tulisan. Menurut Koordinator Penyuluh Bahasa Bali Klungkung, I Wayan Arta didampingi Sekertarisnya Ida Ayu Oka Suryantari, selama mengkonservasi lontar di Klungkung baru kali pertama menemukan jenis lontar embat-embatan. “Secara bentuk dan cara penulisan, kemungkinan lontar ini berusia lebih tua,” ujar Arta kepada NusaBali, Minggu (18/6).
Karena usia lontar embat-embatan tersebut sudah tua maka banyak yang sudah rusak. Dari keempat cakep lontar tersebut hanya satu cakep saja yang bisa diidentifikasi berisi tentang wariga dan wawaran. “Tertulis nama-nama wuku, tentang dewasa ayu hari baik dan buruk untuk melakukan sesuatu, dan lainnya,” katanya.
Wayan Arta menambahkan secara keseluruahan yang dikonservasi 18 cakep, dan ada juga beberapa lontar yang kondisinya rusak termasuk lontar embat-embatan. Yakni, bagian-bagian lontar acak-acakan, dan pinggirnya pringping. Sedikitnya 11 lontar berhasil diidentifikasi. “Lontar itu berisi tentang mantra, kekawin Baharatayuda, gaguritan, termasuk wawaran di lontar embat-embatan,” katanya.
Jro Mangku Made Harta Wijaya dalam kesempatan itu berterimakasih karena PBB sudah bersedia membantu untuk konservasi lontar warisan leluhurnya. Mengingat selama ini hanya disimpan di dalam keropak lontar dan ditaruh di gedong penyimpenan khusus. “Saya buatkan tempat khusus,” ujarnya.
Jro Mangku Arta sendiri, sejak kecil sudah merantau bersama kedua orang tuanya (almarhum) di sebuah asrama Polisi di Singaraja. Karena saat itu ayahnya bertugas sebagai polisi. Setelah ayahnya pensiun, akhirnya Jro Mangku Harta pulang ke kampung halamannya di Desa Kamasan tahun 1990. “Saya melihat banyak lontar di Palinggih marajan dalam kondisi berserakan dan banyak yang rusak,” katanya.
Selanjutnya, Jro Mangku Arta merapikannya dan membuatkan tempat khsusus. Serta dibuatkan upacara rutin setiap rahina Saraswati. Dalam kesempatan itu, dia mengaku menghubungi langsung PBB karena mendapat informasi dari rekannya ada program dari Pemprov Bali untuk konservasi lontar. “Dengan upaya konservasi ini saya berharap usia lontar ini akan semakin panjang, serta isinya beberapa sudah bisa terbaca,” kata pria kelahiran 14 November 1970 yang sudah dikarunia dua orang anak dengan istri tercinta Ni Nyoman Sri Rejeki. *wa
1
Komentar