BPJS Kesehatan Bali Bidik 660 Ribu Peserta Tidak Aktif Gunakan Rehab
MANGUPURA, NusaBali - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Wilayah XI Bali dan Nusa Tenggara membidik sekitar 660 ribu peserta tidak aktif di Bali, untuk menggunakan fasilitas rencana pembayaran bertahap (rehab) guna melunasi tunggakan.
"Target kami membuat yang non-aktif menjadi aktif," kata Asisten Deputi Bidang SDM, Umum, dan Komunikasi BPJS Kesehatan Kedeputian Wilayah XI Made Sukmayanti, dalam diskusi media di Kuta, Badung, Senin (26/6/2023).
Dia mencatat jumlah cakupan peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Bali mencapai 4,26 juta orang. Namun dari jumlah itu hingga Mei 2023 peserta yang aktif sebanyak 3,6 juta orang atau 84 persen, dan sisanya merupakan peserta tidak aktif.
Adanya peserta tidak aktif tersebut diperkirakan sebagai dampak pandemi Covid-19 yang mempengaruhi perekonomian masyarakat di Bali. Peserta tidak aktif tersebut sebagian besar, lanjutnya, merupakan peserta mandiri atau kategori pekerja bukan penerima upah (PBPU).
Program Rehab disediakan bagi peserta dengan tunggakan lebih dari tiga bulan yakni empat hingga 24 bulan.
Pihaknya menyediakan kemudahan untuk pembayaran cicilan tersebut yang dapat diakses, salah satunya melalui aplikasi BPJS Kesehatan atau JKN Mobile melalui fitur Rehab.
BPJS Kesehatan menggandeng pemerintah kabupaten/kota untuk menyisir peserta tidak aktif untuk diarahkan menggunakan Program Rehab, atau mendapatkan bantuan jika merupakan penduduk tidak mampu.
Sukmayanti menambahkan Program Rehab diarahkan untuk peserta tidak aktif yang masih tergolong memiliki kemampuan secara ekonomi. Namun apabila setelah diidentifikasi masuk ekonomi tidak mampu, maka peserta itu akan diarahkan masuk penerima bantuan dari pemerintah daerah (pemda), atau iuran yang dibayarkan pemerintah dan masuk kelas tiga.
"Yang mampu membayar tapi tidak mau ke kelas tiga inilah pekerjaan rumah kami, karena keinginan membayar tidak ada. Biasanya kalau sudah sakit, baru akan dilunasi," ucapnya.
Meski peserta aktif di Bali masih belum 100 persen, lanjut dia, namun seluruh penduduk di Bali sudah menjadi peserta BPJS Kesehatan atau Universal Health Coverage (UHC).
BPJS Kesehatan menekankan pentingnya penerapan validasi sidik jari di rumah sakit yang menjadi rujukan tingkat lanjut di Bali, untuk mencegah penyalahgunaan kartu peserta.
"Target utama kami adalah penerapan validasi sidik jari di seluruh rumah sakit di Bali," kata Sukmayanti.
Dia menjelaskan total fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKRTL) di Bali mencapai 72 unit, terdiri atas rumah sakit dan klinik utama. Dari jumlah itu, baru 23 fasilitas kesehatan yang menerapkan validasi sidik jari kepada pasien.
Sukmayanti mengungkapkan belum 100 persen fasilitas kesehatan rujukan di Bali yang menerapkan validasi sidik jari itu, karena mereka menyesuaikan kemampuan dan prioritas layanan.
Menurut dia, rumah sakit diperkirakan masih memiliki kepentingan untuk menambah alat kesehatan terlebih dahulu, kemudian menyusul untuk menambah validasi sidik jari sebagai alat administrasi.
"Kendala memang dari rumah sakit yang belum siap sarana dan prasarananya, serta dari pasien yang tidak mau melakukannya," kata dia.
Sukmayanti akan melakukan advokasi kepada masyarakat untuk mendukung kebijakan validasi sidik jari.
"Kebijakan validasi sidik jari pasien dilakukan untuk mencegah penyalahgunaan kartu peserta, misalnya peserta sudah meninggal dunia tetapi kartu pesertanya digunakan oleh pihak tidak bertanggung jawab," katanya.
Selain itu, penerapan validasi sidik jari juga mendukung ketepatan pembayaran sehingga menekan potensi kerugian.
"Kami targetkan per tahun ada peningkatan fasilitas kesehatan rujukan yang menerapkan validasi sidik jari kisaran 5-10 persen," katanya. 7 ant
Komentar