Ni Made Sumerta alias Mekel Nyomanan Dedikasikan Hidup Demi Ngayah Rejang di Bungaya, Karangasem
Rela Hidup Melajang hingga Kini Usianya Menginjak 68 Tahun
Syarat menari rejang di Desa Adat Bungaya tidak atau belum menikah, begitu menikah otomatis berhenti menjalankan kewajiban ngayah menari rejang.
AMLAPURA, NusaBali
Ni Made Sumerta yang bergelar Mekel Nyomanan rela melajang seumur hidup demi selalu bisa ngayah menari rejang di Desa Adat Bungaya, Kecamatan Bebandem, Karangasem. Mekel Nyomanan ngayah menari rejang sejak tahun 1968 atau saat dirinya berusia 13 tahun. Maklum saja untuk bisa ngayah menari rejang saat puncak upacara Usaba di Desa Adat Bungaya, syaratnya harus berstatus deha atau wanita yang belum pernah menikah.
Kini di usianya yang menginjak 68 tahun, bajang kelahiran tahun 1955 ini masih tampak energik ngayah menari rejang. Dia pun berbaur dengan puluhan gadis remaja, namun Mekel Nyomanan diposisikan paling depan sebagai pembuka jalan karena usianya telah sepuh.
"Memang syarat menari rejang di Desa Adat Bungaya tidak atau belum menikah. Begitu menikah, otomatis berhenti menjalankan kewajiban ngayah menari rejang ini," ujar Mekel Nyomanan saat NusaBali menemuinya usai ngayah menari di puncak Usaba Sumbu di Pura Bale Agung, Banjar Desa, Desa Adat Bungaya, Kecamatan Bebandem, Karangasem pada Buda Umanis Kulantir, Rabu (14/6) lalu.
Para penari rejang di Desa Adat Bungaya semuanya berstatus deha (wanita belum menikah). Saat di puncak Usaba Sumbu, sebanyak 74 penari rejang ngayah menari berkeliling sebanyak sembilan kali di Pura Bale Agung dengan pakaian khusus. Usaba Sumbu sendiri dilaksanakan setiap tahun pada Sasih Sada (bulan ke-12).
Pakaian penari rejang mulai dari gelung (hiasan di kepala) dengan sederet bunga emas, ongar-ongar, dan bunga pitu (tujuh buang) terbuat dari plendo (kayu yang terasnya lembut). Penari juga wajib mengenakan sampet (selendang) kuning melingkar di leher, saput karah (kain merah), dan yang paling di bawah kain (kamben). Sehingga semua penari terlihat seragam. Selama menari, enam penabuh gambang mengiringi tarian ini, yakni I Komang Gede, I Nyoman Purna, I Nengah Rukti, I Nengah Simpen, I Wayan Saba, dan I Ketut Muja.
Sebenarnya penari rejang paling depan ada dua, yakni Mekel Wayanan dan Mekel Nyomanan. Hanya saja, saat puncak Usaba Sumbu beberapa hari lalu, Mekel Wayanan sedang berhalangan. Penari rejang menari sebanyak dua kali pukul 17.00 Wita dan pukul 20.00 Wita. Khusus di malam hari, sambil menari juga para penari juga mundut (mengusung) pratima dan pralingga Ida Bhatara satu per satu. Menari rejang di puncak Usaba Sumbu saat Ida Bhatara Turun Kabeh, secara fisik menurunkan seluruh pralingga dan pratima. Usai mengusung pratima dan pralingga Ida Bhatara, berlanjut Ngalinggihang (menstanakan) di Bale Agung.
Selama penari rejang ngayah menari turut menyaksikan Tabeng Wijang, Kubayan Wayan, pemimpin tertinggi di Desa Adat Bungaya bersama Bendesa Adat Bungaya De Salah Narta. "Syarat menjadi penari rejang adalah krama deha yang belum menikah. Walau sampai usia tua belum menikah tetap boleh menjadi penari rejang," jelas Bendesa Adat Bungaya De Salah Narta yang mantan Kubayan Wayan ini.
Ritual Usaba Sumbu di tahun 2023 berawal dari 6 hari setelah Purnama Sada di Pura Pasuwikan dengan menaikkan 6 sumbu Sukra Umanis Ukir, Jumat (9/6), berlanjut di Pura Ulunswi menaikkan 2 sumbu Soma Wage Kulantir, Senin (11/6), dan di Pura Puseh menaikkan 3 sumbu dan Pura Bale Agung sebanyak 2 sumbu, Buda Umanis Kulantir, Rabu (14/6), total 13 sumbu. 7 k16
1
Komentar