Pengaruhi Pariwisata, Kementan Minta Seriusi Penanganan Rabies di Bali
Kementan RI
Rabies
Rabies Bali
Peternakan Kesehatan Hewan Prov Bali
Distanpangan Bali
Diperpa Badung
HPR
Vaksinasi Rabies
Vaksin Rabies
Vaksin Anti Rabies (VAR)
Kelurahan Sempidi
MANGUPURA, NusaBali.com - Kementerian Pertanian (Kementan) RI melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) mengajak pemerintah daerah (pemda) serius menangani rabies di Pulau Dewata. Sebab, pengaruhnya pada kondusivitas pariwisata.
Direktur Jenderal PKH Kementan RI Nasrullah menyoroti krusialnya problem kesehatan hewan di daerah wisata seperti Provinsi Bali. Dia mengajak masyarakat dan pemda belajar dari kasus wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) yang merebak pada tahun 2022 silam.
"Bali memiliki status yang strategis. Kesehatan hewan menjadi salah satu kunci bagi perekonomian Bali. Coba kalau rabies menakutkan di Bali, tidak ada lagi orang (wisatawan) mau datang kan?" ujar Nasrullah di sela menghadiri vaksinasi rabies massal di Desa Adat Kwanji, Kelurahan Sempidi, Mengwi, Rabu (28/6/2023) lalu.
Kata Nasrullah, isu kesehatan hewan sudah terbukti berpengaruh terhadap pariwisata. Contohnya kasus PMK yang mendorong Pemerintah Australia mengeluarkan travel warning dan kebijakan ketat bagi wisatawan yang memasuki Australia via Bali.
"Bali memiliki status yang strategis. Kesehatan hewan menjadi salah satu kunci bagi perekonomian Bali. Coba kalau rabies menakutkan di Bali, tidak ada lagi orang (wisatawan) mau datang kan?" ujar Nasrullah di sela menghadiri vaksinasi rabies massal di Desa Adat Kwanji, Kelurahan Sempidi, Mengwi, Rabu (28/6/2023) lalu.
Kata Nasrullah, isu kesehatan hewan sudah terbukti berpengaruh terhadap pariwisata. Contohnya kasus PMK yang mendorong Pemerintah Australia mengeluarkan travel warning dan kebijakan ketat bagi wisatawan yang memasuki Australia via Bali.
"Baru juga selesai Covid-19 yang mana perekonomian di Bali ini semua minus. Sementara Bali itu cuma dua, pariwisata dan pertanian. Karena pariwisata tidak jalan, produk pertanian juga tidak begitu laku," imbuh Nasrullah.
Di lain sisi, peternakan Bali juga bisa berpengaruh. Sebab, sapi Bali yang dikirim ke Pulau Jawa bisa terdampak penyebaran kasus rabies. Mantan Sekretaris Ditjen PKH ini menjelaskan, rabies juga dibawa oleh kelelawar vampir yang notabene juga menghisap darah hewan ternak.
Untuk itu, Nasrullah berharap sinergi pemda, adat, dan masyarakat guna mengendalikan penyebaran rabies di Bali. Sejauh ini, tercatat empat kasus kematian akibat gigitan hewan penular rabies (HPR) di Bali. Nasrullah berharap kasus ini tidak bertambah.
Solusi kunci penanganan rabies dikatakan Nasrullah adalah vaksinasi. Akan tetapi, adanya resistensi dari masyarakat dan banyaknya HPR liar khususnya anjing di Bali menjadi tantangan menggalakkan vaksinasi.
"Karena misinformasi, katanya anjingnya bisa lumpuh bahkan mati kalau divaksin. Kemudian, anjing itu dipelihara dijadikan sahabat namun tidak diikat dan dikandangkan," beber Nasrullah.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Badung I Wayan Wijana mengungkapkan, Kementan dan Universitas Udayana (Unud) bakal mendirikan shelter anjing di Kelurahan Jimbaran pada 2024 mendatang.
"Shelter rencananya dari Kementan bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Hewan Unud dan akan didirikan di Kelurahan Jimbaran. Saat ini masih tahap sosialisasi," kata Wijana.
Shelter ini bisa menjadi alternatif dari penanganan anjing liar yang berpotensi sebagai HPR. Di mana, keberadaan anjing liar di Bali menjadi salah satu faktor utama merebaknya kasus gigitan rabies.
Kata Wijana, Kabupaten Badung selama ini bersinergi dengan shelter yang dikelola komunitas pecinta hewan. Namun, kapasitasnya memang belum memadai. Harapannya, realisasi shelter dari Kementan dan Unud bisa mengakomodasi kebutuhan shelter di Badung. *rat
Di lain sisi, peternakan Bali juga bisa berpengaruh. Sebab, sapi Bali yang dikirim ke Pulau Jawa bisa terdampak penyebaran kasus rabies. Mantan Sekretaris Ditjen PKH ini menjelaskan, rabies juga dibawa oleh kelelawar vampir yang notabene juga menghisap darah hewan ternak.
Untuk itu, Nasrullah berharap sinergi pemda, adat, dan masyarakat guna mengendalikan penyebaran rabies di Bali. Sejauh ini, tercatat empat kasus kematian akibat gigitan hewan penular rabies (HPR) di Bali. Nasrullah berharap kasus ini tidak bertambah.
Solusi kunci penanganan rabies dikatakan Nasrullah adalah vaksinasi. Akan tetapi, adanya resistensi dari masyarakat dan banyaknya HPR liar khususnya anjing di Bali menjadi tantangan menggalakkan vaksinasi.
"Karena misinformasi, katanya anjingnya bisa lumpuh bahkan mati kalau divaksin. Kemudian, anjing itu dipelihara dijadikan sahabat namun tidak diikat dan dikandangkan," beber Nasrullah.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Badung I Wayan Wijana mengungkapkan, Kementan dan Universitas Udayana (Unud) bakal mendirikan shelter anjing di Kelurahan Jimbaran pada 2024 mendatang.
"Shelter rencananya dari Kementan bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Hewan Unud dan akan didirikan di Kelurahan Jimbaran. Saat ini masih tahap sosialisasi," kata Wijana.
Shelter ini bisa menjadi alternatif dari penanganan anjing liar yang berpotensi sebagai HPR. Di mana, keberadaan anjing liar di Bali menjadi salah satu faktor utama merebaknya kasus gigitan rabies.
Kata Wijana, Kabupaten Badung selama ini bersinergi dengan shelter yang dikelola komunitas pecinta hewan. Namun, kapasitasnya memang belum memadai. Harapannya, realisasi shelter dari Kementan dan Unud bisa mengakomodasi kebutuhan shelter di Badung. *rat
Komentar