Masuk WBTB, Dua Tradisi Desa Tenganan Pegringsingan Raih Sertifikat WBTB Nasional
Simbol Keseimbangan Hidup dan Bekal Hidup Remaja Desa
WBTB Nasional
Warisan Budaya Tak Benda
Tari Abuang Luh Muani
Tradisi Materuna Nyoman
Desa Adat Tenganan Pagringsingan
Kecamatan Manggis
Selain ritual, peserta Materuna Nyoman juga dapat pendidikan nilai kearifan lokal sebagai sumber inovasi kehidupan sosial sebagai proses pembelajaran remaja.
AMLAPURA, NusaBali
Tari Abuang Luh Muani dan Tradisi Materuna Nyoman resmi dinobatkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Nasional. Tari Abuang Luh Muani merupakan simbol keseimbangan kehidupan, sedangkan Materuna Nyoman merupakan ritual khusus pengesahan seorang anak menjadi remaja desa.
Bendesa Adat Tenganan Pagringsingan, Kecamatan Manggis, Karangasem, I Putu Suarjana usai menerima sertifikat WBTB dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Ristek (Mendikbud Ristek) melalui Bupati Karangasem I Gede Dana di Panggung HUT ke-383 Kota Amlapura di Lapangan Taman Budaya Candra Buana, Jalan Kapten Gebun Amlapura, Kamis (29/6) malam mengungkapkan penobatan sebagai WBTB merupakan apresiasi dari pemerintah terhadap seni dan tradisi yang tumbuh di masyarakat.
"Sebenarnya pemerintah menetapkan Tari Abuang Luh Muani dan Materuna Nyoman sebagai WBTB tahun 2021. Hanya saja penyerahan sertifikatnya baru kali ini dilakukan," ujar I Putu Suarjana yang juga anggota DPRD Karangasem dari Fraksi NasDem ini.
Foto: I Putu Suarjana. -NANTRA
Tari Abuang Luh Muani merupakan rangkaian penutup upacara Usaba Kasa yang digelar setiap tahun. Usaba Kasa dilakukan berawal dari upacara Nyepi selama 15 hari, mulai penanggal 1 hingga penanggal 15 setelah Tilem Sasih Sadha.
Lima hari setelah Usaba Kasa kemudian digelar pementasan Tari Abuang Luh Muani dengan menghadirkan deha dan teruna mengenakan pakaian adat sepenuhnya dengan kain gringsing, tanpa baju di Pura Bale Agung. Tari Abuang Luh Muani memiliki pesan untuk mengikat para remaja agar tidak menikah ke luar desa. Juga mempertemukan deha teruna, sehingga terjadi interaksi antara deha dan teruna.
Pesan sosial teruna itu menjaga keseimbangan kehidupan agar selalu harmonis. Struktur pertunjukan tarian itu dibagi empat, yakni tari penjemputan penari deha, kemudian deha menari tunggal, bagian ketiga dan keempat menari berpasang-pasangan.
Sedangkan ritual Materuna Nyoman, pelaksanaannya tidak tentu tergantung kondisi teruna di desa itu. Ritual bisa dilaksanakan minimal ada 6 teruna, masing-masing 2 teruna berasal dari Bale Patemu Kaja, Bale Patemu Tengah dan Bale Patemu Kelod. Ritual itu bisa digelar setiap 5 tahun atau 6 tahun sekali, tergantung kondisi teruna. Biasanya pelaksanaannya mulai Sasih Kawulu menurut kalender setempat selama 12 bulan.
Foto: Ritual Materuna Nyoman. -NANTRA
Mengawali pelaksanaan ritual Materuna Nyoman, seluruh remaja desa wajib magundul (rambutnya diplontos), melakukan semedi tiap malam, dan tinggal di asrama (dikarantina). Selama di asrama, peserta Materuna Nyoman dapat pendidikan nilai-nilai kearifan lokal sebagai sumber inovasi kehidupan sosial yang merupakan proses pembelajaran anak-anak remaja. "Masih ada yang akan saya usulkan lagi agar meraih sertifikat WBTB di Desa Adat Tenganan Pagringsingan," jelas Putu Suarjana.
Sementara Plt Kadis Kebudayaan dan Pariwisata Karangasem, I Wayan Purna mengatakan sejak tahun 2015 sebanyak 13 objek kebudayaan sudah meraih sertifikat WBTB di Karangasem.
"Ini tentu saja sebagai bentuk pengakuan, apresiasi dan penghargaan dari pemerintahan demi keberlangsungan seni budaya, adat dan tradisi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat," ungkap Purna. 7 k16
Komentar