Santapan Laknat Asam Urat
INI janji sudah lumayan lama, sebelum wabah Covid melanda. Ketut Siku berjanji mengantar cucunya ke Pesta Kesenian Bali (PKB). Mereka berniat menonton pementasan topeng. Anak lanang itu senang mengoleksi topeng.
Kendati baru duduk di kelas lima SD, si cucu sudah menggantung topeng dalem, jauk, topeng sidakarya, dan tapel barong ket di dinding kamarnya. Ia mengajak kakeknya ke PKB untuk menonton bagaimana topeng-topeng itu ditarikan.
"Dua hari lagi ada pentas prembon topeng di PKB," ujar si kakek.
"Wah harus nonton kita, Kek. Pasti ada macam-macam tapel."
Ketika hari dijanjikan itu tiba, si cucu melompat-lompat girang, tapi si kakek jangankan melompat, melangkah saja ia sulit, kesakitan mengerang-erang. Kakinya terasa kaku, persendian di telapak kaki dan lutut ngilu. Pergelangan kaki sakit sekali, tapi ia memaksakan diri ke apotek dekat rumah memeriksakan asam urat.
"Wah tinggi asam urat bapak."
"Berapa?"
Karyawan apotek itu menyodorkan alat untuk cek asam urat. Si kakek terbelalak, "Sepuluh? Waduh, pantas sakit sekali."
"Ya pak, normalnya laki-laki asam uratnya tujuh, pak."
Sampai di rumah ia diomelin bini. "Kan kamu sudah tahu gampang terserang asam urat. Makan apa saja kemarin-kemarin?"
Si kakek ingat dua hari lalu ia reunian sama teman-teman SMP. Mereka banyak makan seafood: cumi dan udang. Si kakek bahkan menyantap makanan kegemarannya: rempelo hati ayam ditumis, dimasak pedas bertabur kecap manis. Pantesan sejak kemarin siang kakinya sudah nyut-nyut-nyut.
Si kakek diberi obat penghilang rasa nyeri. Siang itu ia memaksakan diri kendati terseok-seok mengantar cucunya ke PKB menonton topeng. Begitu pertunjukan usai ia langsung pulang, masih terseok-seok, padahal sebelumnya ia berniat beli udeng putih yang dijual di stan pameran. Destarnya semua sudah lusuh karena terlalu sering dipakai. Dia juga berniat bawa pulang oleh-oleh sate babi. Semua itu terpaksa dibatalkan, tinggal khayalan, khawatir ia tak sanggup jalan, tak kuasa melawan nyeri lutut dan pergelangan kaki.
Agar gak kumat lagi, si kakek menyantap makanan vegetarian. Tapi asam uratnya sering kambuh karena kebanyakan makan kacang-kacangan. "Apa yang harus saya makan, Dok," tanya si kakek pada dokter yang merawatnya.
"Hindari kacang, Pak. Jangan makan tahu, tempe, atau kacang ijo."
"Kan langsung mati saya kalau gak makan, Dok."
"Bapak makan daging putih saja, ayam. Jeroannya jangan. Jangan daging itik apalagi kuwir."
Belakangan nyeri dan radang sendi akibat kelebihan asam urat dalam tubuh sering dikeluhkan banyak orang. Sebagian besar mereka manula, tapi kini mulai banyak anak muda mengaku telapak kaki nyeri, pergelangan kaki sakit. Mereka berusia kurang lebih 35 tahun.
Pernah terjadi seorang wanita muda, 34 tahun diminta sebagai pembicara di sebuah seminar tentang tantangan dan sikap generasi milenial menghadapi perubahan zaman yang super cepat. Di hari H wanita cantik dan energik itu tidak bisa memenuhi undangan karena pergelangan kakinya sakit sangat, ia tak sanggup melangkah, gara-gara dua hari berturut-turut makan hidangan cumi, kepiting rebus, dan udang, dalam acara pesta ulang tahun rekannya.
Semua penderita asam urat paham, terutama mereka yang menderita nyeri dan radang sendi, tahu persis berbagai jenis makanan mengandung kadar purin tinggi harus dihindari agar tidak disergap sakit akibat asam urat. Tapi acap kali mereka mengabaikannya. "Ah, sekali-sekali gakpapa, sedikit saja," pikir mereka. Tapi dinihari mereka terbangun karena pergelangan kaki sakit. Mereka tak kuat melangkah gara-gara telapak kaki nyeri dan bengkak.
Seorang wanita karir bekerja di travel biro mengajak tamunya makan lawar. Ini atas permintaan si tamu. "Yang penting jangan lawar babi," pinta si tamu.
Akhirnya mereka menyantap lawar kuwir. Enak banget dengan sayur ares disertai jeroan. Tapi ketika si wanita hendak meneruskan perjalanan kakinya tak bisa masuk ke sepatu, karena bengkak dan nyeri. Tamu yang dia antar memapahnya ke mobil.
Orang Bali kian banyak menderita asam urat karena mereka senang menyantap lawar dan komoh yang banyak jeroannya. Jika ada kegiatan ngelawar pas odalan di banjar dan Galungan mereka lupa sebagai penderita asam urat. Selalu muncul gurauan, "Awas asam urat dan kolesterol!" Dilontarkan sesama mereka jika siap-siap menyantap lawar. Tapi sebagian besar melabrak peringatan yang mereka anggap lucu-lucuan itu. Ketika kaki kemudian nyeri mereka mengaduh dan mengumpat; "Sialan, asam urat laknat!" Beberapa yang lain terbebas dari derita asam urat karena menyantap lawar cuma sejumput menjawab, "Yang laknat itu bukan lawar dan asam urat, kita yang rakus sebagai penikmat."
Laknat berarti kutukan. Tapi tentu tak ada yang rela menyebut seafood, jeroan, sebagai makanan terkutuk. Lalu? Bisa jadi si penikmat yang terkutuk karena tidak sanggup mengendalikan nafsu makan. 7
Aryantha Soethama
Pengarang
1
Komentar