Ritel Lokal ‘Tergencet’,Aprindo Teriak
Bantah takut bersaing, minta Pemerintah tegas lakukan pengaturan jarak.
DENPASAR, NusaBali
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Bali berharap Pemerintah tegas mengatur keberadaan mini market berjejaring, mini market, supermarket, hyper market dan juga grosir.
Tujuannya agar mini market lokal, bisa hidup dan berkembang seiring dengan bisnis ritel, sehingga bisa berkontribusi lebih besar terhadap perekonomian Bali.
Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Bali, Anak Agung Ngurah Agung Agra Putra, menyampaikan, Selasa (11/7).
Gung Agra, sapaan Anak Agung Ngurah Agung Agra Putra, menepis harapannya tersebut karena ritel lokal takut bersaing.
“Bukan karena takut bersaing,” klaim dia. Tetapi tegasnya, soal pengaturan itu bisa dilakukan pemerintah, karena memang ada kewenangannya.
“Ada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang mengaturnya,” ujarnya tanpa menyebut nomornya.
Dia katakan Permendag dimaksud merupakan turunan dari UU Cipta Kerja. “Pemda punya kewenangan untuk mengaturnya,” ucap pebisnis Puri Gerenceng Pemecutan, Denpasar.
Dibanding dengan mini market berjejaring, keberadaan mini market lokal jauh dibawah. Gung Agra memaparkan hasil survei perbandingan bisnis dari mini market berjejaring, mini market lokal, supermarket, supermarket spesial, hyper market dan grosir pada Mei 2023.
Untuk mini market berjejaring kontribusi bisnisnya 86,1 persen. Mini market lokal 2,2 persen. Supermarket 1,0 persen. Supermarket spesial 8,6 persen. Hyper market 1,0 persen dan grosir 1,1 persen.
Dikatakan Gung Agra, sebagaimana hasil survei (nasional) kondisi ritel lokal di Bali juga dalam posisi yang tidak berbeda.
Permodalan, volume usaha dan kriteria bisnis lainnya, kecil dibandingkan ritel berjejaring. Gung Agra, khawatir bisnis ritel lokal akan kian tergencet, jika tidak dilakukan pengaturan (jarak) keberadaan ritel sesuai ketentuan.
Sementara secara umum, perkembangan bisnis ritel di Bali waktu belakangan ini relatif stabil. Terutama untuk ritel-ritel yan tidak berada di kawasan wisata. Peningkatan atau penurunanya penjualan, rata-rata antara 2-5 persen.
Sedangkan di kawasan wisata, karena peningkatan aktivitas wisata pada musim libur, terjadi peningkatan 10 persen sampai 20 persen.
“Tetapi kondisi ini masih jauh dari dibandingkan sebelum pandemi,” ungkap Gung Agra. K17.
Komentar