Viral, Wisman Australia Diperas Oknum Imigrasi Ngurah Rai Gegara Paspor Rusak
Kasus Diserahkan ke Ditjen Imigrasi
MANGUPURA, NusaBali - Pengakuan seorang wisatawan berinisial ML, 28, yang menjadi korban pemerasan oknum petugas Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Kelurahan Tuban, Kecamatan Kuta, terus bergulir.
Penyelidikan terhadap kasus itu pun kini dinaikkan ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi agar lebih mudah berkoordinasi dengan Kedutaan Besar (Kedubes) Australia.
Kepala Divisi Keimigrasian Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Provinsi Bali Barron Ichsan, menegaskan sudah melakukan penyelidikan maksimal untuk mengungkap kebenaran atas pengakuan wisatawan asal Australia yang memberikan uang sebesar 1.500 dolar Australia atau setara Rp 15.000.000 kepada petugas Imigrasi. Namun, pemeriksaan terhadap petugas di lapangan, tidak menemukan adanya indikasi pelanggaran yang dilakukan, bahkan proses pemeriksaan terhadap wisatawan itu dilakukan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).
"Sudah kita lakukan pemeriksaan mendalam terhadap petugas, CCTV dan sejumlah saksi. Namun, tidak ada pelanggaran SOP atau pun aksi pemerasan sebagaimana yang diakui ML melalui media di Australia," tegas Barron saat ditemui di Kantor Imigrasi Ngurah Rai, Rabu (12/7).
Lebih lanjut Barron mengatakan, viralnya pemberitaan tersebut kini menjadi atensi langsung dari pusat, terutama dari Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Maka dari itu, kata dia, kasus ini dinaikkan ke Ditjen Imigrasi agar bisa melakukan komunikasi dan koordinasi dengan Kedubes Australia.
"Sesuai peraturan, kami tidak bisa berkomunikasi langsung dengan kedutaan besar, yang bisa berkomunikasi adalah Dirjen Imigrasi khususnya Direktorat Kerja Sama Keimigrasian. Nantinya akan kami tempuh juga cara itu agar bisa berkomunikasi dengan Dubes," tegasnya.
Barron melanjutkan, langkah ini sangat diperlukan karena menyangkut citra institusi dan pariwisata Bali. Sejak viralnya pemberitaan itu, pihaknya sudah berupaya melakukan komunikasi dengan ML dan ibunya, namun tidak mendapatkan respon atau jawaban. Padahal, keterangan dari wisatawan itu sangatlah diperlukan untuk mengetahui duduk perkara yang sebenarnya.
Kalau dikemudian hari pengakuan ML benar adanya atau terbukti, kata Barron, maka petugas yang berjaga saat itu akan diberikan sanksi tegas. Namun, jika sebaliknya maka ML harus lah memberikan klarifikasi.
"Kalau anggota kami bohong, tentu ada aturan terkait kedisiplinan. Saya tidak akan melindungi anggota yang salah. Saya akan tindak tegas. Namun harus juga WNA itu membuktikan pula," tegasnya lagi.
Disinggung adanya sanksi pencekalan terhadap ML kalau terbukti berbohong, Barron menjelaskan hal itu tidak bisa dilakukan karena saat meninggalkan Bali pada 10 Juni lalu, tidak ada pelanggaran yang dilakukan ML bersama ibunya selama lima hari di Pulau Dewata.
"Apakah ML bisa masuk atau tidak lagi ke Bali, itu tergantung dari kelakuannya ke depan. Selama dia tidak masuk dalam daftar penangkalan, kami tetap izinkan untuk masuk di wilayah Indonesia. Karena dia keluarnya baik-baik dan bukan karena dideportasi," kata Barron. 7 dar
1
Komentar