Kerajinan Dulang Ubah Nasib Warga Bresela, Pasarnya Sudah Sampai Eropa
Ida Ayu Pradnya Dewi merupakan satu dari tiga perajin dulang fiber-resin pertama di Desa Bresela. Kini dia mampu mengepul dulang dari 25 kelompok perajin di desanya. Dulang produksi puluhan kelompok perajin ini lantas dipasarkan olehnya ke konsumen lokal Bali, domestik, hingga internasional.
"Kerajinan dulang dari fiber dan resin di desa kami mulai berkembang sejak sekitar 10 tahun yang lalu. Saya termasuk satu dari tiga perajin pertama di Desa Bresela," ujar perempuan yang akrab disapa Dayu Dewi Cha ketika dijumpai di tokonya pada Kamis (13/7/2023) pagi.
Pasar domestik dulang Bali produksi perajin Desa Bresela lebih banyak datang dari wilayah transmigrasi krama Bali seperti Lampung, NTB, dan Sulawesi. Untuk pangsa pasar internasional banyak datang dari Eropa dan Australia yang mana dulang biasanya dipakai untuk memajang buah pesta.
Dewi Cha menjual produksi para perajin di bawah Toko Dewi Cha Grosir yang berada di Desa Bresela. Produksi dulang perajin dijual eceran atau pun mengikuti pesanan konsumen. Hasil penjualan melalui toko yang diterima oleh perajin lantas bisa disimpan di KSP Cipta Mandala yang didirikan bersama-sama.
Harga dulang Bali yang dijual Toko Dewi Cha Grosir berkisar antara Rp 150.000-500.000 per dulang. Keuntungan yang diperoleh di setiap penjualan dulang berkisar 10 persen. Rentang harga jual itu untuk pasar lokal dan domestik, untuk pasar internasional, Dewi Cha menaikkan harganya antara 10-15 persen.
"Sejauh ini tantangan kami itu cuaca dan ketersediaan karyawan. Perlu cuaca cerah karena perlu mengeringkan cat prada sedangkan karyawan itu sulit dicari untuk bekerja dalam jangka waktu lama," beber Dewi Cha.
Bahan baku kerajinan dulang seperti fiber dan resin ini dipasok oleh Dewi Cha dari Surabaya, Jawa Timur. Ketersediaan bahan baku ini pun masih cukup aman, belum pernah ada kendala kelangkaan. Begitu pula permodalannya tidak terlalu sulit karena banyak bank yang terbuka dengan industri kerajinan dulang Desa Bresela.
Kata Dewi Cha, proses pembuatan dulang fiber-resin ini memakan waktu cukup lama. Dimulai dari mencetak fiber dan resin, dilanjutkan proses pendempulan sebelum dihaluskan. Kemudian, bagian-bagian dulang yang tipis namun cukup kokoh ini dirakit menjadi dulang sebelum diwarnai.
Untuk mendapat warna emas yang terlihat nyata, perajin juga menggunakan lembaran sejenis aluminium foil berwarna emas yang dihancurkan dengan air. Kemudian, digunakan melapisi ukiran dulang sehingga terlihat nyata seperti terbuat dari emas.
"Keberadaan kerajinan dulang ini sangat penting bagi warga di desa kami karena sudah bisa menjamin taraf kesejahteraan masyarakat. Akhirnya bisa menyekolahkan anak sampai tamat kuliah, bisa punya rumah sendiri, dan lain-lain," imbuh Dewi Cha.
Hal ini pun diakui oleh Perbekel Desa Bresela I Wayan Dirka yang menyebut kerajinan dulang sebagai penggerak perekonomian warga bahkan di kala pandemi. Di saat sektor-sektor lain lesu, kerajinan dulang dinilai masih cukup menjanjikan lantaran sarana upacara seperti dulang ini masih dicari.
"Kerajinan dulang memang sangat menghasilkan bagi warga kami. Sampai sejauh ini belum ada sektor yang bisa menggantikan kerajinan dulang sebagai tonggak perekonomian," jelas Dirka dijumpai di Kantor Perbekel Bresela.
Lanjut mantan Kelian Adat Banjar Bresela ini, kerajinan dulang fiber-resin bersifat home industry. Produksinya dimotori oleh satu keluarga ditambah keluarga lain yang tidak memiliki tempat produksi. Dari 563 kepala keluarga yang ada di Desa Bresela, Dirka menyebut sekitar 60 persennya menggeluti usaha kerajinan dulang.
"Kami juga cukup sering diundang untuk mengikuti pameran di berbagai tempat dan menjadi sample kerajinan dulang fiber-resin di Bali," ungkap Dirka.
Hanya saja, yang masih menjadi pekerjaan rumah dari industri kerajinan fiber-resin ini adalah pengolahan limbah. Untuk sementara, sisa-sisa produksi kerajinan dimanfaatkan sebagai bahan uruk betonisasi. Dirka berharap ada solusi pengolahan limbah yang lebih efektif ke depannya. *rat
Komentar