Komunitas Difabel Netra akan Mainkan Teater Musik di Arena FSBJ 2023
Tampil Malam Ini, Pentaskan ‘Beruang Penagih Utang’
Dalam menangani Kostra kali ini, Sutradara Muda Wijaya mengandalkan visualisasi sugestif-realis, pembebasan tubuh yang mengembara dalam samudra tak terjamah.
DENPASAR, NusaBali
Beragam seni modern ditampilkan dalam ajang Festival Seni Bali Jani (FSBJ) ke-5 Tahun 2023. Salah satunya sajian teater musik. Bertempat di Kalangan Ayodya, Taman Budaya Bali (Art Center) Denpasar, Minggu (23/7) pukul 18.00 Wita ini, FSBJ V yang sudah berlangsung sejak Minggu (16/7) lalu akan menampilkan pergelaran teater musik bertajuk ‘Beruang Penagih Utang’ persembahan Komunitas Difabel Netra Kostra (Komunitas Teratai).
Garapan teater musik ini diinisiasi dan diarahkan sutradara kawakan Muda Wijaya dan selaku penata musik I Gusti Ngurah Putu Harisandy. Sejumlah pemain difabel netra terlibat dalam garapan ini, yakni Ni Komang Yuni Lestari, Ida Bagus Surya Manuaba dan I Putu Yogantara. Diperkuat Tim Produksi, yaitu Yesa Paula Babtisia, I Made Jery Juliawan, I Wayan Mudrayana, Iwan Cahyadi, Ni Kadek Mahyu Nesa Putri, Sukron Madani Dwi Prasetyo dan I Gusti Ngurah Putu Harisandy.
Sutradara Muda Wijaya mengatakan, pihaknya bersedia menyutradarai pementasan ini atas permintaan almarhum Didon Kajeng, pendiri Komunitas Teratai atau Kostra Foundation. Komunitas ini didirikan Didon Kajeng pada tanggal 8 Februari 2016 yang sekarang dimotori oleh Jerry. Dikatakan, pergelaran ini melalui proses yang cukup panjang. Proses yang sangat luar biasa baginya. Ia banyak belajar melatih kesabaran dari para pemain. “Saya hanya berharap tak ada kendala. Yang terjadi, terjadilah,” ujarnya, Jumat (21/7).
Latihan dilakukan di tempat yang sempit. Jadwal pemain yang cukup padat, mesti dikomunikasikan untuk memastikan latihan bersama. Latihan dilakukan 2-3 kali dalam seminggu. Komunikasi juga dilakukan lewat aplikasi Whatsapp (WA). Sesekali mereka diajak ke pantai untuk menggeber vokal. Mereka berlatih menggunakan perasaannya. “Barangkali inilah bagian penggambaran kenyataan hidup sehari-hari. Meski ini tak bisa dihadirkan secara sempurna. Apa yang dihadirkan seperti percakapan dan angan-angan yang mengalir. Seperti halnya setiap individu adalah mata air, selalu akan menemukan lautnya. Dalam drama yang ditawarkan, tak saja menghadirkan pokok cerita, tetapi setidaknya memberikan kesan,” katanya.
Dalam menangani Kostra kali ini, pihaknya hanya mengandalkan visualisasi sugestif-realis, pembebasan tubuh yang mengembara dalam samudra tak terjamah. Tubuh-tubuh yang bergerak dalam gelapnya kenyataan seperti terombang-ambing. Namun realita ini tak bisa dipungkiri akan batasnya ruang bagi gerak. Tapi gelora tubuh mereka akan merasakan getaran. Getaran itu yang dicoba divisualkan apa adanya tanpa menyempitkan gerak mereka. Ada semacam premis dalam tangkapan yang ditawarkan adalah dalam tubuh pun laut bergelora.
Dalam proses latihan, pihaknya cukup banyak menemukan kendala. Misalnya ketika melakukan pengulangan adegan saat mereka lelah, bisa saja mereka menjadi kesal. Muda mengatakan itu wajar. Pihaknya berharap pementasan ini lancar. Apalagi pentasnya di Kalangan Ayodya, sebuah stage yang terbuka. Kalau penonton ramai, ujarnya, konsentrasi para pemain bisa pecah.
Sementara itu, Jerry menambahkan pihaknya banyak belajar, selain dari orang-orang yang sebelumnya pernah menyutradarai, dan juga belajar dari Muda Wijaya.
“Om Muda memberi kebebasan kami menafsir dan bisa menerima segala kekurangan kami. Kami benar-benar dituntun hingga terwujud pementasan ini. Kendala kami sebagai tunanetra tentu banyak. Pementasan ini sebelumnya pernah dipagelarkan. Kali ini formatnya berbeda, karena mengusung tema laut,” ujar Jerry.
Namun ada masukan yang disampaikan Jerry. “Kami mungkin harusnya dapat mencoba beberapa kali panggung agar menguasainya. Sebab kami penyandang disabilitas netra, ikut juga meramaikan Festival Seni Bali Jani ke-5 ini. Kurator dan penyelenggara atau jika ada LO-nya, semestinya memikirkan juga hal ini. Tubuh kami tidak diam di satu tempat. Tapi kami ingin bergerak seperti ombak yang beriak,” kritiknya. 7 cr78
Beragam seni modern ditampilkan dalam ajang Festival Seni Bali Jani (FSBJ) ke-5 Tahun 2023. Salah satunya sajian teater musik. Bertempat di Kalangan Ayodya, Taman Budaya Bali (Art Center) Denpasar, Minggu (23/7) pukul 18.00 Wita ini, FSBJ V yang sudah berlangsung sejak Minggu (16/7) lalu akan menampilkan pergelaran teater musik bertajuk ‘Beruang Penagih Utang’ persembahan Komunitas Difabel Netra Kostra (Komunitas Teratai).
Garapan teater musik ini diinisiasi dan diarahkan sutradara kawakan Muda Wijaya dan selaku penata musik I Gusti Ngurah Putu Harisandy. Sejumlah pemain difabel netra terlibat dalam garapan ini, yakni Ni Komang Yuni Lestari, Ida Bagus Surya Manuaba dan I Putu Yogantara. Diperkuat Tim Produksi, yaitu Yesa Paula Babtisia, I Made Jery Juliawan, I Wayan Mudrayana, Iwan Cahyadi, Ni Kadek Mahyu Nesa Putri, Sukron Madani Dwi Prasetyo dan I Gusti Ngurah Putu Harisandy.
Sutradara Muda Wijaya mengatakan, pihaknya bersedia menyutradarai pementasan ini atas permintaan almarhum Didon Kajeng, pendiri Komunitas Teratai atau Kostra Foundation. Komunitas ini didirikan Didon Kajeng pada tanggal 8 Februari 2016 yang sekarang dimotori oleh Jerry. Dikatakan, pergelaran ini melalui proses yang cukup panjang. Proses yang sangat luar biasa baginya. Ia banyak belajar melatih kesabaran dari para pemain. “Saya hanya berharap tak ada kendala. Yang terjadi, terjadilah,” ujarnya, Jumat (21/7).
Latihan dilakukan di tempat yang sempit. Jadwal pemain yang cukup padat, mesti dikomunikasikan untuk memastikan latihan bersama. Latihan dilakukan 2-3 kali dalam seminggu. Komunikasi juga dilakukan lewat aplikasi Whatsapp (WA). Sesekali mereka diajak ke pantai untuk menggeber vokal. Mereka berlatih menggunakan perasaannya. “Barangkali inilah bagian penggambaran kenyataan hidup sehari-hari. Meski ini tak bisa dihadirkan secara sempurna. Apa yang dihadirkan seperti percakapan dan angan-angan yang mengalir. Seperti halnya setiap individu adalah mata air, selalu akan menemukan lautnya. Dalam drama yang ditawarkan, tak saja menghadirkan pokok cerita, tetapi setidaknya memberikan kesan,” katanya.
Dalam menangani Kostra kali ini, pihaknya hanya mengandalkan visualisasi sugestif-realis, pembebasan tubuh yang mengembara dalam samudra tak terjamah. Tubuh-tubuh yang bergerak dalam gelapnya kenyataan seperti terombang-ambing. Namun realita ini tak bisa dipungkiri akan batasnya ruang bagi gerak. Tapi gelora tubuh mereka akan merasakan getaran. Getaran itu yang dicoba divisualkan apa adanya tanpa menyempitkan gerak mereka. Ada semacam premis dalam tangkapan yang ditawarkan adalah dalam tubuh pun laut bergelora.
Dalam proses latihan, pihaknya cukup banyak menemukan kendala. Misalnya ketika melakukan pengulangan adegan saat mereka lelah, bisa saja mereka menjadi kesal. Muda mengatakan itu wajar. Pihaknya berharap pementasan ini lancar. Apalagi pentasnya di Kalangan Ayodya, sebuah stage yang terbuka. Kalau penonton ramai, ujarnya, konsentrasi para pemain bisa pecah.
Sementara itu, Jerry menambahkan pihaknya banyak belajar, selain dari orang-orang yang sebelumnya pernah menyutradarai, dan juga belajar dari Muda Wijaya.
“Om Muda memberi kebebasan kami menafsir dan bisa menerima segala kekurangan kami. Kami benar-benar dituntun hingga terwujud pementasan ini. Kendala kami sebagai tunanetra tentu banyak. Pementasan ini sebelumnya pernah dipagelarkan. Kali ini formatnya berbeda, karena mengusung tema laut,” ujar Jerry.
Namun ada masukan yang disampaikan Jerry. “Kami mungkin harusnya dapat mencoba beberapa kali panggung agar menguasainya. Sebab kami penyandang disabilitas netra, ikut juga meramaikan Festival Seni Bali Jani ke-5 ini. Kurator dan penyelenggara atau jika ada LO-nya, semestinya memikirkan juga hal ini. Tubuh kami tidak diam di satu tempat. Tapi kami ingin bergerak seperti ombak yang beriak,” kritiknya. 7 cr78
1
Komentar