Koster Usulkan Dana APBN Rp 530 Miliar
Implementasi UU Provinsi Bali, untuk Desa Adat hingga Subak
Menurut Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia lamanya pembahasan RUU Provinsi Bali karena ingin menyiapkan UU yang bisa mengakomodasi keunikan budaya Bali
DENPASAR, NusaBali
Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia menyerahkan secara resmi dokumen Undang-undang Nomor 15 Tahun 2023 tentang Provinsi Bali kepada Gubernur Bali Wayan Koster di Gedung Wiswa Sabha Kantor Gubernur Bali, Minggu (23/7). Undang-undang 'rasa otsus' tersebut diharapkan menjadikan pembangunan Bali lebih maju lagi di masa depan. Pasca pemberlakukan UU Provinsi Bali itu Gubernur Koster telah mengusulkan dana APBN sebesar Rp 530 miliar diberikan untuk desa adat, subak dan kebudayaan Bali.
Gubernur Bali Wayan Koster mengucapkan terima kasih atas kerja sama Komisi II DPR RI karena telah berupaya terbaik menggolkan undang-undang yang diajukan Pemprov Bali pada Desember 2019. Terkhusus, Gubernur juga menyampaikan terima kasih atas kerja keras anggota DPR RI Dapil Bali yang telah ikut mengawal pembahasan UU Provinsi Bali.
Ia mengatakan, keunikan budaya Bali telah diakomodasi dalam UU Nomor 15/2023 sehingga menyebutnya UU rasa otsus. UU Provinsi Bali disebutnya mengakui Bali yang memiliki kebudayaan khas berupa desa adat, subak, dan kearifan lokal lainnya. "Mirip-mirip otonomi khusus, undang-undang rasa otsus," ujar Gubernur Koster.
Untuk itu UU Provinsi Bali juga memberikan 'keleluasaan' kepada Pemprov Bali, dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda), untuk mencari sumber dana pembangunan demi melestarikan budaya dan alam Bali. Pada pasal 8 ayat 3 UU Provinsi Bali menyebutkan dalam rangka pelindungan kebudayaan dan lingkungan alam Bali, Pemerintah Daerah Provinsi Bali dapat memperoleh sumber pendanaan yang berasal dari pungutan bagi wisatawan asing dan kontribusi dari sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
Adapun tiga ranperda turunan dari Undang-undang Provinsi Bali saat ini tengah digodok Pemprov Bali bersama DPRD Bali guna memberikan regulasi sah sumber dana yang berhak ditarik Pemprov Bali. Tiga ranperda tersebut, yakni Ranperda tentang Pungutan Bagi Wisatawan Asing, Ranperda tentang Kontribusi Pelindungan Kebudayaan dan Lingkungan Alam Bali dari Sumber Lain yang Sah dan Tidak Mengikat, dan Ranperda Provinsi Bali tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan. Ketiganya diharapkan ketok palu oleh DPRD Bali pada sidang paripurna, Senin (24/7) hari ini.
Gubernur mengungkapkan pada dasarnya Kementerian Dalam Negeri telah menyetujui ketiga Ranperda tersebut. Pada pekan lalu pihaknya melakukan pertemuan dengan pihak Kementerian Dalam Negeri. Untuk itu ketika Ranperda tersebut mendapat persetujuan DPRD Bali, Kemendagri juga tidak akan perlu waktu lama memberikan rekomendasinya.
Berdasarkan UU Nomor 15/2023 Pemerintah Pusat juga dapat memberikan sokongan anggaran demi pelindungan budaya Bali. Dengan begitu nantinya Bali akan memiliki dana pembangunan pada empat sumber, yakni APBN dan tiga sumber lainnya yang diatur dengan Perda Provinsi Bali. Ia meyakinkan jika pungutan dan pendapatan lainnya yang diatur UU Provinsi Bali akan diproses secara transparan karena dilakukan secara elektronik langsung ke kas daerah.
Desa adat sebagai salah satu benteng kebudayaan Bali akan menjadi salah satu lembaga yang mendapat sokongan dana tambahan dari Pemerintah Pusat melalui dana APBN.
Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia menyerahkan secara resmi dokumen Undang-undang Nomor 15 Tahun 2023 tentang Provinsi Bali kepada Gubernur Bali Wayan Koster di Gedung Wiswa Sabha Kantor Gubernur Bali, Minggu (23/7). Undang-undang 'rasa otsus' tersebut diharapkan menjadikan pembangunan Bali lebih maju lagi di masa depan. Pasca pemberlakukan UU Provinsi Bali itu Gubernur Koster telah mengusulkan dana APBN sebesar Rp 530 miliar diberikan untuk desa adat, subak dan kebudayaan Bali.
Gubernur Bali Wayan Koster mengucapkan terima kasih atas kerja sama Komisi II DPR RI karena telah berupaya terbaik menggolkan undang-undang yang diajukan Pemprov Bali pada Desember 2019. Terkhusus, Gubernur juga menyampaikan terima kasih atas kerja keras anggota DPR RI Dapil Bali yang telah ikut mengawal pembahasan UU Provinsi Bali.
Ia mengatakan, keunikan budaya Bali telah diakomodasi dalam UU Nomor 15/2023 sehingga menyebutnya UU rasa otsus. UU Provinsi Bali disebutnya mengakui Bali yang memiliki kebudayaan khas berupa desa adat, subak, dan kearifan lokal lainnya. "Mirip-mirip otonomi khusus, undang-undang rasa otsus," ujar Gubernur Koster.
Untuk itu UU Provinsi Bali juga memberikan 'keleluasaan' kepada Pemprov Bali, dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda), untuk mencari sumber dana pembangunan demi melestarikan budaya dan alam Bali. Pada pasal 8 ayat 3 UU Provinsi Bali menyebutkan dalam rangka pelindungan kebudayaan dan lingkungan alam Bali, Pemerintah Daerah Provinsi Bali dapat memperoleh sumber pendanaan yang berasal dari pungutan bagi wisatawan asing dan kontribusi dari sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
Adapun tiga ranperda turunan dari Undang-undang Provinsi Bali saat ini tengah digodok Pemprov Bali bersama DPRD Bali guna memberikan regulasi sah sumber dana yang berhak ditarik Pemprov Bali. Tiga ranperda tersebut, yakni Ranperda tentang Pungutan Bagi Wisatawan Asing, Ranperda tentang Kontribusi Pelindungan Kebudayaan dan Lingkungan Alam Bali dari Sumber Lain yang Sah dan Tidak Mengikat, dan Ranperda Provinsi Bali tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan. Ketiganya diharapkan ketok palu oleh DPRD Bali pada sidang paripurna, Senin (24/7) hari ini.
Gubernur mengungkapkan pada dasarnya Kementerian Dalam Negeri telah menyetujui ketiga Ranperda tersebut. Pada pekan lalu pihaknya melakukan pertemuan dengan pihak Kementerian Dalam Negeri. Untuk itu ketika Ranperda tersebut mendapat persetujuan DPRD Bali, Kemendagri juga tidak akan perlu waktu lama memberikan rekomendasinya.
Berdasarkan UU Nomor 15/2023 Pemerintah Pusat juga dapat memberikan sokongan anggaran demi pelindungan budaya Bali. Dengan begitu nantinya Bali akan memiliki dana pembangunan pada empat sumber, yakni APBN dan tiga sumber lainnya yang diatur dengan Perda Provinsi Bali. Ia meyakinkan jika pungutan dan pendapatan lainnya yang diatur UU Provinsi Bali akan diproses secara transparan karena dilakukan secara elektronik langsung ke kas daerah.
Desa adat sebagai salah satu benteng kebudayaan Bali akan menjadi salah satu lembaga yang mendapat sokongan dana tambahan dari Pemerintah Pusat melalui dana APBN.
Gubernur Koster mengungkapkan pihaknya telah mengajukan anggaran sebesar Rp 530 miliar untuk pelindungan budaya, desa adat dan subak seperti diamanatkan dalam UU Provinsi Bali. Gubernur menyampaikan, Pemprov Bali selama ini juga telah melakukan program peningkatan kapasitas prajuru desa adat secara bergiliran dengan menggandeng perguruan tinggi Universitas Hindu Indonesia (Unhi). "Dengan adanya undang-undang ini, mudah-mudahan APBN juga akan mengalokasikan untuk desa adat, saya kira kita akan lebih cepat melakukan pembangunan," ungkap Gubernur asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng ini.
Sementara dari hasil pungutan wisatawan asing sebesar Rp 150.000 per orang yang diberlakukan tahun 2024 diperkirakan Bali mendapat perolehan dana sebesar Rp 750 miliar. Angka tersebut dihasilkan dari target wisatawan sebanyak 5 juta. "Itu per tahun kalau tertib semua. Semoga tertib semua," ucapnya. Peruntukan dari pendapatan retribusi wisatawan asing akan digunakan sebagai pelindungan alam, budaya, dan pembangunan prioritas seperti infrastruktur pendukung kepariwisataan, dengan estimasi dudukan dimulai dari Februari 2024. Dengan ini maka selain mendapat pendanaan APBN bagi desa adat, subak, dan kebudayaan, Undang-undang Provinsi Bali juga memberi peluang pendapatan dari luar anggaran pusat.
Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia mengharapkan UU Provinsi Bali memberikan jalan untuk menjadikan Bali lebih baik lagi di masa mendatang. Menurut Doli Kurnia lamanya pembahasan RUU Provinsi Bali karena berusaha menyiapkan undang-undang yang bisa mengakomodasi keunikan budaya yang dimiliki Bali. "Walaupun ini memang penguatan kebudayaan Bali tapi bisa diterima oleh semua elemen masyarakat yang lain," ucapnya.
Menurutnya Undang-undang Provinsi Bali dan undang-undang 20 provinsi lainnya memang sudah waktunya untuk diperbarui mengingat dasar hukumnya sudah tidak relevan. Dikatakannya, UU Provinsi Bali masih berdasar pada Indonesia sebagai negara serikat (RIS) dan berdasarkan Undang-undang Dasar Sementara RI. Apalagi Bali dan banyak provinsi lainnya masih diatur dalam satu undang-undang yang sama dengan provinsi lainnya. Sehingga keunikan yang dimiliki satu daerah tidak mungkin terakomodasi dalam undang-undang semacam itu. Bali misalnya dalam undang-undang sebelumnya masih dikumpulkan menjadi satu bersama NTB dan NTT sehingga keunikan masing-masing tidak terakomodasi dalam undang-undang tersebut.
Ahmad Doli menyebut UU Provinsi Bali adalah salah satu inovasi dalam ketatanegaraan Indonesia. Karena itu ia berharap Bali memanfaatkan sebaik-baiknya regulasi baru ini sehingga menjadi contoh efektivitas penggunaan regulasi (undang-undang) dalam mengoptimalkan pembangunan di satu daerah. "Tentu itu harus dikembalikan untuk kepentingan rakyat untuk kepentingan pembangunan Bali. Sekecil apapun uang negara harus dikelola dengan baik dan dipertanhhungjawabkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan," tandasnya. 7 cr78
Komentar