Bumbung Gebyog Leko Gambarkan Suasana Petani di Tabanan
Setiap daerah memiliki kesenian khas, tidak terkecuali Tabanan.
DENPASAR, NusaBali
Daerah yang dijuluki lumbung beras ini memiliki kesenian khusus untuk menggambarkan kehidupan petani di wilayah itu. Kesenian itu dinamakan Tari Bumbung Gebyog Leko yang tampil memeriahkan Pesta Kesenian Bali (PKB) XXXIX di Kalangan Ratna Kanda Taman Budaya Bali, Jumat (23/6).
Wayan Arsana, Koordinator Sanggar Seni Omelan I Kayu Bolong yang mementaskan Tarian Bumbung Gebyog Leko, mengatakan, kesenian ini sudah cukup lama ada dari tahun 1910-an di Desa Kukuh, Kerambitan, Tabanan. Tarian ini dipentaskan di Puri Anyar Kerambitan dengan seorang seniman bernama Ni Nyoman Manis.
“Pada waktu itu kesenian ini mengambil dasar tari Sang Hyang Dedari. Pada mulanya penarinya hanya satu orang, tarian ini sempat redup karena ditarikan pada saat-saat tertentu di puri,” terangnya.
Kemudian, sejalan kemajuan pariwisata kesenian ini coba dihidupkan lagi sekitar tahun 1984 oleh seniman dari Desa Kukuh, Kerambitan bernama Made Ladra. Kesenian ini dipadukan dengan tabuh menggunakan empat buah tingklik dilengkapi sepasang kendang lanang wadon, satu buah kecek, kelendur, dan empat orang penabuh gebyog dan kepyokan. “Sempat lagi muncul berkembang kemudian redup lagi. Tahun 2000-an sejalan dengan majunya pariwisata kesenian ini ditambahkan dengan fragmentari,” imbuhnya.
Kesenian Bumbung Gebyog Leko terinspirasi dari kehidupan petani di Desa Tabanan yang sangat tekun mengolah sawah dan menanam padi. Oleh pangelingsir dan tokoh masyarakat, tarian ini juga terinspirasi dari adanya gangguan dalam memelihara tanaman padi menjelang panen seperti serangan hama tikus dan burung.
“Dengan pementasan ini kami berharap masyarakt memperoleh motivasi kembali dalam mengolah lahan pertaniannya. Sekaligus, kepada pemerintah agar lebih semangat membantu nasib para petani, sehingga petani lebih bergairah dalam mengolah lahan,” tandasnya. *in
Daerah yang dijuluki lumbung beras ini memiliki kesenian khusus untuk menggambarkan kehidupan petani di wilayah itu. Kesenian itu dinamakan Tari Bumbung Gebyog Leko yang tampil memeriahkan Pesta Kesenian Bali (PKB) XXXIX di Kalangan Ratna Kanda Taman Budaya Bali, Jumat (23/6).
Wayan Arsana, Koordinator Sanggar Seni Omelan I Kayu Bolong yang mementaskan Tarian Bumbung Gebyog Leko, mengatakan, kesenian ini sudah cukup lama ada dari tahun 1910-an di Desa Kukuh, Kerambitan, Tabanan. Tarian ini dipentaskan di Puri Anyar Kerambitan dengan seorang seniman bernama Ni Nyoman Manis.
“Pada waktu itu kesenian ini mengambil dasar tari Sang Hyang Dedari. Pada mulanya penarinya hanya satu orang, tarian ini sempat redup karena ditarikan pada saat-saat tertentu di puri,” terangnya.
Kemudian, sejalan kemajuan pariwisata kesenian ini coba dihidupkan lagi sekitar tahun 1984 oleh seniman dari Desa Kukuh, Kerambitan bernama Made Ladra. Kesenian ini dipadukan dengan tabuh menggunakan empat buah tingklik dilengkapi sepasang kendang lanang wadon, satu buah kecek, kelendur, dan empat orang penabuh gebyog dan kepyokan. “Sempat lagi muncul berkembang kemudian redup lagi. Tahun 2000-an sejalan dengan majunya pariwisata kesenian ini ditambahkan dengan fragmentari,” imbuhnya.
Kesenian Bumbung Gebyog Leko terinspirasi dari kehidupan petani di Desa Tabanan yang sangat tekun mengolah sawah dan menanam padi. Oleh pangelingsir dan tokoh masyarakat, tarian ini juga terinspirasi dari adanya gangguan dalam memelihara tanaman padi menjelang panen seperti serangan hama tikus dan burung.
“Dengan pementasan ini kami berharap masyarakt memperoleh motivasi kembali dalam mengolah lahan pertaniannya. Sekaligus, kepada pemerintah agar lebih semangat membantu nasib para petani, sehingga petani lebih bergairah dalam mengolah lahan,” tandasnya. *in
Komentar