‘Nguber Berita ke Nusa’, Suka-duka Wartawan
Kelompok Wartawan Budaya Bali Pertama Kali Tampil di FSBJ
DENPASAR, NusaBali - Selebrasi Bahari Festival Seni Bali Jani (FSBJ) V tahun 2023 di Kalangan Ayodya, Taman Budaya Bali (Art Center), Jumat (28/7) sore, tampil relatif beda.
Tak sekadar mengumumkan pemenang lomba-lomba selama FSBJ berlangsung. Kali ini, agenda selebrasi tersebut ditutup manis lewat penampilan drama teater ‘Nguber Berita ke Nusa’. Drama ini garapan Kelompok Wartawan Budaya Bali berkolaborasi dengan Sanggar Seni Kalingga. Pentas ini kali pertama oleh komunitas wartawan budaya di FSBJ.
Selebrasi diawali dengan tayangan video perjalanan FSBJ, peluncuran, penyerahan simbolis buku penerima Bali Jani Nugraha 2022, pengumuman juara lomba FSBJ V tahun 2023, dan pertunjukan musik oleh Yayasan Penggak Men Mersi. Baru kemudian Kelompok Wartawan Budaya Bali dan Sanggar Seni Kalingga bermain di atas panggung. Meski berdurasi kurang lebih 35 menit, namun garapan yang mengisahkan suka duka pekerjaan seorang jurnalis itu mampu tampil klimaks. Bahkan ada ‘surprise’ di akhir cerita.
‘Nguber Berita ka Nusa’ disutradarai Putu Supartika, seorang wartawan yang juga sastrawan muda Bali. Dia dibantu pegiat teater Agus Wiratama. Naskah disusun I sastrawan yang jurnalis, Made Adnyana Ole dan I Made Sujaya. Drama teater ini mengisahkan seorang wartawan magang saat bertugas liputan ke Kepulauan Nusa Penida, Klungkung. Sang wartawan muda yang berasal dari Desa Kusamba, Klungkung, itu menyeberangi lautan dengan menumpang jukung bersama ayahnya yang seorang nelayan.
Selebrasi diawali dengan tayangan video perjalanan FSBJ, peluncuran, penyerahan simbolis buku penerima Bali Jani Nugraha 2022, pengumuman juara lomba FSBJ V tahun 2023, dan pertunjukan musik oleh Yayasan Penggak Men Mersi. Baru kemudian Kelompok Wartawan Budaya Bali dan Sanggar Seni Kalingga bermain di atas panggung. Meski berdurasi kurang lebih 35 menit, namun garapan yang mengisahkan suka duka pekerjaan seorang jurnalis itu mampu tampil klimaks. Bahkan ada ‘surprise’ di akhir cerita.
‘Nguber Berita ka Nusa’ disutradarai Putu Supartika, seorang wartawan yang juga sastrawan muda Bali. Dia dibantu pegiat teater Agus Wiratama. Naskah disusun I sastrawan yang jurnalis, Made Adnyana Ole dan I Made Sujaya. Drama teater ini mengisahkan seorang wartawan magang saat bertugas liputan ke Kepulauan Nusa Penida, Klungkung. Sang wartawan muda yang berasal dari Desa Kusamba, Klungkung, itu menyeberangi lautan dengan menumpang jukung bersama ayahnya yang seorang nelayan.
Di tengah laut, dia mengalami pergolakan filosofis dengan sang ayah. Antara lain, bagaimana semestinya menjadi seorang wartawan dan tanggung jawabnya pada tradisi dan masyarakat pesisir. Tak hanya itu, untuk bisa menepi di pesisir Nusa Penida, dia dan ayahnya harus berhadapan dengan badai hebat. Meski badai bisa dilalui, mereka masih harus menghadapi masalah lain yang tak diduga.
Drama teater ini didukung sejumlah aktor, antara lain Dede Satria Aditya, Amrita Dharma Darsanam, I Putu Made Manipuspaka, IK Eriadi Ariana, Hendra Wibowo, dan didukung sejumlah penari. Sedangkan penata musik Ary Palawara, tata panggung dan lighting Made Satria Dwi Arta, penata artistik I Nyoman Budarsana, desain grafis Gede Apgandi Pranata, serta para pendukung antara lain Ni Luh Putu Wahyuni Sari, Ni Kadek Novi Febriani, I Wayan Sumatika, I Putu Gede Raka Prama Putra, Ni Luh Rhismawati, Gung Indi, Adi Surya, Ketut Winata, Gede Astawa, Ade Grantika, Adrian Suwanto, dan Bayu Sastra Negari.
Tokoh wartawan yang tengah melintasi lautan demi melakukan tugasnya mencari sebuah berita diperankan dengan baik oleh para aktor di atas panggung. Dedikasi, keberanian, ketangguhan, hingga profesionalitas dalam bekerja meliput peristiwa tersampaikan kepada penonton. Tak sekedar bermain peran, dalam garapan juga ditampilkan pembacaan puisi dari beberapa karya penyair seperti puisi berjudul ‘Kusamba’ karya Wayan Suartha, geguritan ‘Pianak Bendega’ oleh Arta Negara, ‘Sang Bendega’ oleh Erkaja Pamungsu, ‘Malam Laut’ oleh Toto Sudarto Bachtiar, ‘Ombak Penida’ oleh Raka Kusuma, dan ‘Pasisi’ oleh I Ketut Rida.
Di akhir cerita, ada ‘surprise’ yang tak terduga. Ceritanya, setelah sang wartawan magang dan ayahnya telah sampai di Nusa Penida, kehadiran mereka setelah melewati badai di laut pun distop oleh pecalang. Ternyata krama adat di Nusa Penida saat itu sedang melaksanakan Nyepi Segara atau Nyepi Laut yang dilaksanakan setiap setahun sekali. Penolakan dari pecalang ini pun seolah menjadi klimaks cerita, disambut riuh tepuk tangan penonton, dan memungkasi garapan.
Ketua Kelompok Wartawan Budaya Bali I Putu Suryadi mengakui bahwa ini merupakan kali pertama bagi komunitas wartawan budaya ikut berpartisipasi di ajang FSBJ. Sebagai wartawan yang kesehariannya juga meliput berbagai pergelaran dan sarasehan dalam ajang FSBJ, maka garapan teater yang diambil pun terinspirasi dari dunia kerja jurnalistik yang dihubungkan dengan tema laut. Sehingga dipilihlah judul ‘Nguber Berita ke Nusa’ ini.
“Drama teater ini kiranya mewakili potret dunia wartawan yang mesti dijalani dengan penuh dedikasi dan keberanian. Sekaligus garapan ini berpesan tentang masyarakat pesisir dengan budaya dan tradisinya yang khas di tengah himpitan modernisasi,” ujarnya.
Suryadi yang juga produser garapan menambahkan, drama teater ‘Nguber Berita ke Nusa’ tak hanya menonjolkan bagaimana suka duka menjadi kuli tinta. Beberapa warisan dan tradisi yang berkaitan dengan laut juga ditonjolkan. Seperti keberadaan jukung Kusamba yang unik, namun kini makin jarang ditemukan. Padahal, jukung Kusamba memiliki nilai estetika tinggi sehingga memikat sejumlah pelukis ternama datang ke desa itu untuk melukisnya. Salah satu pelukis Indonesia yang mengabadikan jukung Kusamba dalam lukisannya adalah Affandi.
Selain itu, jelas dia, dari sisi tradisi juga ditampilkan tradisi Nyepi Segara sebagai wujud penghormatan terhadap laut dengan segala isinya. ‘’Hal-hal ini kami munculkan dalam pergelaran dengan harapan muncul kesadaran tentang budaya pesisir yang khas Bali mesti dijaga dan didayagunakan untuk kesejahteraan masyarakat pesisir juga,” kata Suryadi.
Kurator FSBJ V Tahun 2023, Ida Bagus Martinaya mengungkapkan, pertunjukan yang berdurasi kurang dari satu jam itu cukup memantik perhatian. Sebab meski hanya menggunakan naskah biasa, namun dipanggungkan dengan luar biasa antara tari, narasi, dan puisi. Bahkan pesan tentang bagaimana tantangan dunia kerja jurnalistik pun tersampaikan dengan baik dalam pementasan tersebut.
“Secara hukum teater, penampilan ini sudah memenuhi hukum itu. Ada kajian, pengadegan, blocking, tari, dan kolaborasi. Bahkan juga ada surprise. Orang tidak menyangka, terakhir mereka tidak boleh pulang karena distop pecalang. Ini kejutan luar biasa bagi saya,” ungkapnya.
Pria yang akrab disapa Gus Martin ini menambahkan, jika dikaitkan dengan tema FSBJ V Tahun 2023 yakni ‘Citta Rasmi Segara Kerthi; Bahari Sumber Inspirasi’, maka garapan ‘Nguber Berita ke Nusa’ dinilai sangat bagus untuk digabungkan. Di mana laut menjadi inspirasi dan juga tantangan di dalam dunia jurnalistik.
“Ketika dunia jurnalistik dihubungkan dengan samudera, itu luar biasa. Jadi, isian kontennya tentang jurnalistik dan wartawan, kemudian ada samudera. Ini bagi saya menggabungkannya sangat bagus,” kata Gus Martin sembari mengapresiasi FSBJ sudah mulai meningkatkan minat masyarakat terhadap seni modern kontemporer.
Selain mempersembahkan drama teater ‘Nguber Berita ke Nusa’, Kelompok Wartawan Budaya Bali juga menggelar Diskusi Pojok Media di Perpustakaan Widya Kusuma, Taman Budaya Bali (Art Center) yang diikuti oleh kalangan wartawan, pegiat jurnalistik kampus dan pengelola majalah sekolah SMA.
Ada dua sesi diskusi pojok media. Pertama, dengan topik “Reportase Jurnalisme Kultural, Berita Kisah: Antara Ada dan Tiada” yang dilaksanakan pada Jumat (28/7) dengan narasumber wartawan senior sekaligus sastrawan Gde Aryantha Soethama dan Rofiqi Hasan. Diskusi sesi pertama dipandu jurnalis Luh De Suriyani. Sedangkan sesi kedua, dengan topik “Fotografi Jurnalisme Kultural: Foto Jurnalistik vs Foto Medsos” pada Sabtu (29/7), dengan narasumber fotografer senior Made Widnyana Sudibya dan akademisi Dr I Made Bayu Pramana. Diskusi sesi kedua dipandu Ayu Sulistyow
1
Komentar