Hasil Sidak DPRD Bali ke Desa Adat Ungasan
Permohonan Hibah Jalan Tak Sesuai Fakta di Lapangan
Fakta di lapangan permohonan hibah tanah bukan untuk akses jalan menuju ke pemukiman, tapi ke lahan milik perseorangan.
MANGUPURA, NusaBali
Permohonan hibah tanah milik Pemprov Bali di Banjar Angasari, Desa Adat Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung oleh Desa Adat Ungasan tidak sesuai fakta di lapangan. Sesuai surat yang dikirimkan pihak Desa Adat Ungasan ke DPRD Bali, permintaan hibah tanah di dekat patung Garuda Wisnu Kencana (GWK) tersebut rencananya dipakai untuk jalan akses menuju pemukiman masyarakat. Setelah dilakukan sidak oleh Komisi I DPRD Bali, ternyata fakta di lapangan akses jalan tersebut bukan menuju pemukiman melainkan untuk akses menuju lahan milik perseorangan/pribadi.
Demikian diungkapkan Ketua Komisi I DPRD Bali, Nyoman Budi Utama kepada NusaBali, Minggu (30/7) kemarin. Menurut Budi Utama, surat permohonan permintaan hibah tanah milik Pemprov Bali itu, ditandatangani Bedesa Adat Ungasan I Wayan Disel Astawa bersama Perbekel Desa setempat. “Ya, surat (ke Dewan) itu intinya meminta hibah tanah aset Pemprov yang sekarang sedang dibangun sekolah SMA dan SMK. Permohonan lahan di tengah-tengah dua sekolah itu untuk akses jalan menuju pemukiman masyarakat yang berada di belakang tanah milik Pemprov Bali tersebut,” ujarnya.
Untuk memastikan kondisi di lapangan, kata Budi Utama, pihaknya di Komisi I yang membidangi hukum dan pertanahan, akhirnya turun ke lapangan mengecek lokasi. Dalam sidak yang dilaksanakan pada 25 Juli itu juga hadir Bendesa Adat Ungasan dan Perbekel Ungasan, dan pihak Dinas Pendidikan Provinsi Bali. “Fakta di lapangan ternyata permintaan hibah tanah tersebut bukan untuk akses jalan menuju ke pemukiman, tapi ke lahan milik perseorangan, mungkin investor,” ungkap Budi Utama.
Permohonan hibah tanah milik Pemprov Bali di Banjar Angasari, Desa Adat Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung oleh Desa Adat Ungasan tidak sesuai fakta di lapangan. Sesuai surat yang dikirimkan pihak Desa Adat Ungasan ke DPRD Bali, permintaan hibah tanah di dekat patung Garuda Wisnu Kencana (GWK) tersebut rencananya dipakai untuk jalan akses menuju pemukiman masyarakat. Setelah dilakukan sidak oleh Komisi I DPRD Bali, ternyata fakta di lapangan akses jalan tersebut bukan menuju pemukiman melainkan untuk akses menuju lahan milik perseorangan/pribadi.
Demikian diungkapkan Ketua Komisi I DPRD Bali, Nyoman Budi Utama kepada NusaBali, Minggu (30/7) kemarin. Menurut Budi Utama, surat permohonan permintaan hibah tanah milik Pemprov Bali itu, ditandatangani Bedesa Adat Ungasan I Wayan Disel Astawa bersama Perbekel Desa setempat. “Ya, surat (ke Dewan) itu intinya meminta hibah tanah aset Pemprov yang sekarang sedang dibangun sekolah SMA dan SMK. Permohonan lahan di tengah-tengah dua sekolah itu untuk akses jalan menuju pemukiman masyarakat yang berada di belakang tanah milik Pemprov Bali tersebut,” ujarnya.
Untuk memastikan kondisi di lapangan, kata Budi Utama, pihaknya di Komisi I yang membidangi hukum dan pertanahan, akhirnya turun ke lapangan mengecek lokasi. Dalam sidak yang dilaksanakan pada 25 Juli itu juga hadir Bendesa Adat Ungasan dan Perbekel Ungasan, dan pihak Dinas Pendidikan Provinsi Bali. “Fakta di lapangan ternyata permintaan hibah tanah tersebut bukan untuk akses jalan menuju ke pemukiman, tapi ke lahan milik perseorangan, mungkin investor,” ungkap Budi Utama.
Foto: Lahan milik Pemprov Bali yang sekarang dibangun sekolah SMA dan SMK. -IST
Budi Utama pun menyayangkan surat yang dikirimkannya itu mengatasnamakan masyarakat, bukan perseorangan. “Kalau yang punya masyarakat kan ada tandatangan dari masyarakat pemilik lahan, tapi ini tidak, hanya tandatangan Bendesa dan Perbekel saja mengatasnamakan masyarakat, makanya kami sidak turun ke lapangan untuk memastikannya,” katanya.
Dengan kondisi ini, Komisi I pun meminta kepada pihak Desa Adat Ungasan untuk mengirim ulang surat permintaan dengan mengasnamakan pribadi/perseorangan, bukan mengatasnamakan masyarakat seperti surat yang sudah dikirimkan ke DPRD Bali. “Kalau atasnama pribadi kan bisa saja dengan tukar guling. Kalau fakta di lapangan benar untuk akses masuk ke pemukiman penduduk atau yang memiliki lahannya masyarakat banyak, saya kira permintaan itu pasti diberikan, tapi kalau untuk pribadi atau perseorangan kan sulit ya, ya kecuali mungkin nantinya dengan tukar guling,” kata Budi Utama.
Sementara itu, Bendesa Adat Ungasan I Wayan Disel Astawa saat dikonfimasi via ponselnya, mengakui pihaknya telah mengirim surat ke DPRD Bali terkait permintaan hibah lahan milik Pemprov yang rencananya dibangun jalan sebagai akses menuju lahan yang berada di belakangan tanah Pemprov tersebut.
Menurut Disel, dirinya sebagai Bendesa Adat Ungasan hanya memfasilitasi permintaan tersebut. “Lahan itu kan ada di wilayah kami di Desa Adat Ungasan, kalau memang atas nama perseorangan, itu kan warga kami juga, apa salahnya kami membantu warga, sehingga tanahnya bisa dimanfaatkan lebih maksimal dengan adanya akses jalan tersebut,” ujarnya.
Menurut dia, kalau seandainya ditukar guling, berarti jalan tersebut nantinya jadi milik pemilik tanah. “Tapi kalau desa adat memohon kan bisa dipakai mengikat andaikata ke depan pemilik tanah itu bangun usaha hotel atau tempat akomodasi lainnya dengan kompensasi tenaga kerja, ini bisa mengurangi pengangguran,” imbuhnya.
Intinya, kata Disel, kini keputusan ada sepenuhnya di DPRD Bali dan Pemprov Bali yang memiliki kewenangan dan kebijakan. “Ya kami tunggu saja, kami sifatnya kan hanya memfasilitasi permintaan warga kami, sekarang keputusannya ada di pihak yang berwenang,” pungkasnya. 7 isu
Komentar