Eks Kajari Diduga ‘Paksa’ Proyek Pengadaan Buku
Kejagung Tetapkan Eks Kajari Buleleng Tersangka Gratifikasi
SINGARAJA, NusaBali - Mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Buleleng Fahrur Rozi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung atas kasus dugaan gratifikasi senilai Rp 24 miliar.
Fahrur Rozi diduga menerima gratifikasi dari CV Aneka Ilmu yang merupakan perusahaan percetakan dan penerbitan buku. Ia kini ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung sejak 27 Juli 2023 untuk proses hukum.
Atas perbuatanya, Fahrur Rozi dijerat Pasal 12 B atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf e atau Pasal 5 Ayat (2) atau Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kasus pengadaan buku yang menjerat Fahur Rozi tersebut terjadi di Buleleng pada tahun 2017. Pada saat itu, sejumlah pihak sekolah hingga desa-desa diwajibkan mengalokasikan pengadaan buku yang didanai dengan menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) ataupun Biaya Operasional Sekolah (BOS). Informasi yang diperoleh, pihak desa diminta menyiapkan anggaran sekitar Rp 50 juta per desa. Konon, Fahrur Rozi diduga memaksa sejumlah pejabat hingga Perbekel di Buleleng untuk proyek pengadaan buku tersebut saat masih menjabat di Buleleng. Keputusan itu pun banyak menuai penolakan dari sejumlah perbekel.
Perbekel Kalibukbuk, Kecamatan/Kabupaten Buleleng, Ketut Suka mengatakan proyek pengadaan buku untuk perpustakaan desa di tahun 2017 silam. Kata dia, beberapa desa pada waktu itu belum siap dengan sarana dan prasarana yang dimiliki sehingga menolak proyek tersebut. "Beberapa desa menolak gagasan itu, bahkan kami sempat melakukan aduan ke Kejati Bali pada waktu itu," katanya, Kamis (3/8) melalui sambungan telepon.
Ketua LSM Jari Simpul Buleleng, Wayan Purnamek sempat bersuara terkait pemaksaan yang diduga dilakukan Fahrur Rozi ini dalam proyek pengadaan buku tahun 2017-2018 itu. "Pada waktu itu, saya bersuara keras agar dia segera dimutasi. Karena kami mendapat informasi dari sejumlah Perbekel adanya paksaan terkait proyek pengadaan ini," ucap Purnamek.
Sementara, Ketua Badan Eksekutif LSM Gema Nusantara Anthonius Sanjaya juga mengaku telah lama melaporkan Fahrur Rozi atas banyak kasus yang salah satunya pengadaan buku perpustakaan di desa. "Saat itu setiap kepala desa diminta menganggarkan Rp 150 juta untuk pengadaan buku perpustakaan desa. Hampir semua kepala desa mengikuti keinginan Fahrur Rozi itu karena takut," sebutnya.
Menurutnya, ketakutan para kepala desa itu karena sebelumnya telah diancam akan dikasuskan jika tidak menyetor uang sebesar Rp 50 juta. Akibatnya para kepala desa tidak berkutik dan terpaksa menyiapkan anggaran untuk pengadaan buku perpustakaan. "Sebetulnya tidak hanya soal buku perpustakaan ada banyak kasus lain terutama menekan para kontraktor agar memenuhi keinginan dia (Fahrur Rozi)," lanjut dia.
Di sisi lain, ditetapkannya Fahrur Rozi sebagai tersangka juga ikut menyeret nama mantan Kepala Disdikpora Buleleng yang menjabat saat itu, Gede Suyasa. Kabarnya Gede Suyasa yang saat ini menjabat sebagai Sekda Buleleng juga diperiksa kejaksaan sebagai saksi dalam kasus ini. Namun saat Gede Suyasa dikonfirmasi melalui pesan singkat tidak berkomentar banyak. "Besok saya beri keterangan," ujarnya singkatnya.
Seperti diberitakan Mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng Fahrur Rozi terseret kasus gratifikasi. Kini, Fahrur Rozi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Ia langsung ditahan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
"Tim Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, telah menetapkan dan melakukan penahanan terhadap yang terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji dan/atau mewakilinya dari 2006 sampai dengan 2019 yang tidak sesuai dengan profil sebagai pegawai negeri sipil," kata Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana dalam keterangannya, Selasa (1/8) dilansir detik.com.
Sumedana mengungkapkan Fahrur Rozi menerima uang Rp 24,4 miliar dari Dirut CV Aneka Ilmu Suswanto yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka. CV Aneka Ilmu merupakan perusahaan percetakan dan penerbitan buku. Adapun pemberian uang tersebut dilakukan dengan modus pinjaman modal usaha.
"Penerimaan uang tersebut seolah-olah merupakan hasil dari pinjaman modal usaha dari tersangka FR kepada CV Aneka Ilmu dengan total pinjaman modal yang diterima dari tersangka FR dalam kurun waktu 2006 sampai dengan 2014 sebesar Rp 13.473.538.000," imbuh Sumedana.
Dia menduga pinjaman modal tersebut untuk menutupi pemberian uang fee atas proyek pengadaan buku dari CV Aneka Ilmu kepada Fahrur. Sebab, Fahrur disebut berperan menawarkan buku-buku yang diterbitkan oleh CV Aneka Ilmu kepada pihak dinas pemerintahan daerah, paguyuban desa, dan pihak-pihak terkait lainnya.
Menurut Sumedana, Fahrur mengarahkan agar desa-desa di Kabupaten Buleleng membeli buku CV Aneka Ilmu dalam proyek pengadaan buku perpustakaan desa di Kabupaten Buleleng. Karena itulah, CV Aneka Ilmu mendapatkan proyek pengadaan buku untuk perpustakaan desa di Kabupaten Buleleng.
"Pinjaman modal usaha diduga hanya sebagai modus tersangka FR untuk memperoleh keuntungan berupa uang fee, diperkuat dengan adanya fakta sejak tahun 2007 tersangka S selaku pemilik CV Aneka Ilmu mengembalikan pinjaman modal tersebut, namun tersangka FR tidak mau menerimanya dengan alasan ingin tetap memiliki keuntungan dari CV Aneka Ilmu yang memiliki prospek bisnis yang bagus," ungkap Sumedana.
Kejagung menilai perbuatan Fahrur itu telah menguntungkan Suswanto selaku pemilik CV Aneka Ilmu. Fahrur juga diuntungkan dengan memperoleh sejumlah uang. "Telah terjadi konflik kepentingan dengan tugas tersangka Fahrur Rozi selaku jaksa, yang mana penerimaan sejumlah uang tersebut diduga merupakan uang fee atas proyek-proyek pengadaan buku yang dilaksanakan oleh CV Aneka Ilmu," sambungnya.
Untuk diketahui, Kejagung telah memeriksa sejumlah saksi terkait kasus dugaan gratifikasi yang menyeret Fahrur, Selasa (1/8). Adapun tiga orang yang diperiksa, antara lain BD selaku istri FR (Fahrur Rozi), HS selaku Kepala Cabang CV Aneka Ilmu Regional Balo, dan GS selaku Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Buleleng. Pemeriksaan saksi tersebut dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi berkas perkara tersebut.
Akibat perbuatannya, Fahrur disangka melanggar Pasal 12 B atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf e atau Pasal 5 Ayat (2) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, tersangka S disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 7 mzk
Atas perbuatanya, Fahrur Rozi dijerat Pasal 12 B atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf e atau Pasal 5 Ayat (2) atau Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kasus pengadaan buku yang menjerat Fahur Rozi tersebut terjadi di Buleleng pada tahun 2017. Pada saat itu, sejumlah pihak sekolah hingga desa-desa diwajibkan mengalokasikan pengadaan buku yang didanai dengan menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) ataupun Biaya Operasional Sekolah (BOS). Informasi yang diperoleh, pihak desa diminta menyiapkan anggaran sekitar Rp 50 juta per desa. Konon, Fahrur Rozi diduga memaksa sejumlah pejabat hingga Perbekel di Buleleng untuk proyek pengadaan buku tersebut saat masih menjabat di Buleleng. Keputusan itu pun banyak menuai penolakan dari sejumlah perbekel.
Perbekel Kalibukbuk, Kecamatan/Kabupaten Buleleng, Ketut Suka mengatakan proyek pengadaan buku untuk perpustakaan desa di tahun 2017 silam. Kata dia, beberapa desa pada waktu itu belum siap dengan sarana dan prasarana yang dimiliki sehingga menolak proyek tersebut. "Beberapa desa menolak gagasan itu, bahkan kami sempat melakukan aduan ke Kejati Bali pada waktu itu," katanya, Kamis (3/8) melalui sambungan telepon.
Ketua LSM Jari Simpul Buleleng, Wayan Purnamek sempat bersuara terkait pemaksaan yang diduga dilakukan Fahrur Rozi ini dalam proyek pengadaan buku tahun 2017-2018 itu. "Pada waktu itu, saya bersuara keras agar dia segera dimutasi. Karena kami mendapat informasi dari sejumlah Perbekel adanya paksaan terkait proyek pengadaan ini," ucap Purnamek.
Sementara, Ketua Badan Eksekutif LSM Gema Nusantara Anthonius Sanjaya juga mengaku telah lama melaporkan Fahrur Rozi atas banyak kasus yang salah satunya pengadaan buku perpustakaan di desa. "Saat itu setiap kepala desa diminta menganggarkan Rp 150 juta untuk pengadaan buku perpustakaan desa. Hampir semua kepala desa mengikuti keinginan Fahrur Rozi itu karena takut," sebutnya.
Menurutnya, ketakutan para kepala desa itu karena sebelumnya telah diancam akan dikasuskan jika tidak menyetor uang sebesar Rp 50 juta. Akibatnya para kepala desa tidak berkutik dan terpaksa menyiapkan anggaran untuk pengadaan buku perpustakaan. "Sebetulnya tidak hanya soal buku perpustakaan ada banyak kasus lain terutama menekan para kontraktor agar memenuhi keinginan dia (Fahrur Rozi)," lanjut dia.
Di sisi lain, ditetapkannya Fahrur Rozi sebagai tersangka juga ikut menyeret nama mantan Kepala Disdikpora Buleleng yang menjabat saat itu, Gede Suyasa. Kabarnya Gede Suyasa yang saat ini menjabat sebagai Sekda Buleleng juga diperiksa kejaksaan sebagai saksi dalam kasus ini. Namun saat Gede Suyasa dikonfirmasi melalui pesan singkat tidak berkomentar banyak. "Besok saya beri keterangan," ujarnya singkatnya.
Seperti diberitakan Mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng Fahrur Rozi terseret kasus gratifikasi. Kini, Fahrur Rozi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Ia langsung ditahan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
"Tim Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, telah menetapkan dan melakukan penahanan terhadap yang terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji dan/atau mewakilinya dari 2006 sampai dengan 2019 yang tidak sesuai dengan profil sebagai pegawai negeri sipil," kata Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana dalam keterangannya, Selasa (1/8) dilansir detik.com.
Sumedana mengungkapkan Fahrur Rozi menerima uang Rp 24,4 miliar dari Dirut CV Aneka Ilmu Suswanto yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka. CV Aneka Ilmu merupakan perusahaan percetakan dan penerbitan buku. Adapun pemberian uang tersebut dilakukan dengan modus pinjaman modal usaha.
"Penerimaan uang tersebut seolah-olah merupakan hasil dari pinjaman modal usaha dari tersangka FR kepada CV Aneka Ilmu dengan total pinjaman modal yang diterima dari tersangka FR dalam kurun waktu 2006 sampai dengan 2014 sebesar Rp 13.473.538.000," imbuh Sumedana.
Dia menduga pinjaman modal tersebut untuk menutupi pemberian uang fee atas proyek pengadaan buku dari CV Aneka Ilmu kepada Fahrur. Sebab, Fahrur disebut berperan menawarkan buku-buku yang diterbitkan oleh CV Aneka Ilmu kepada pihak dinas pemerintahan daerah, paguyuban desa, dan pihak-pihak terkait lainnya.
Menurut Sumedana, Fahrur mengarahkan agar desa-desa di Kabupaten Buleleng membeli buku CV Aneka Ilmu dalam proyek pengadaan buku perpustakaan desa di Kabupaten Buleleng. Karena itulah, CV Aneka Ilmu mendapatkan proyek pengadaan buku untuk perpustakaan desa di Kabupaten Buleleng.
"Pinjaman modal usaha diduga hanya sebagai modus tersangka FR untuk memperoleh keuntungan berupa uang fee, diperkuat dengan adanya fakta sejak tahun 2007 tersangka S selaku pemilik CV Aneka Ilmu mengembalikan pinjaman modal tersebut, namun tersangka FR tidak mau menerimanya dengan alasan ingin tetap memiliki keuntungan dari CV Aneka Ilmu yang memiliki prospek bisnis yang bagus," ungkap Sumedana.
Kejagung menilai perbuatan Fahrur itu telah menguntungkan Suswanto selaku pemilik CV Aneka Ilmu. Fahrur juga diuntungkan dengan memperoleh sejumlah uang. "Telah terjadi konflik kepentingan dengan tugas tersangka Fahrur Rozi selaku jaksa, yang mana penerimaan sejumlah uang tersebut diduga merupakan uang fee atas proyek-proyek pengadaan buku yang dilaksanakan oleh CV Aneka Ilmu," sambungnya.
Untuk diketahui, Kejagung telah memeriksa sejumlah saksi terkait kasus dugaan gratifikasi yang menyeret Fahrur, Selasa (1/8). Adapun tiga orang yang diperiksa, antara lain BD selaku istri FR (Fahrur Rozi), HS selaku Kepala Cabang CV Aneka Ilmu Regional Balo, dan GS selaku Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Buleleng. Pemeriksaan saksi tersebut dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi berkas perkara tersebut.
Akibat perbuatannya, Fahrur disangka melanggar Pasal 12 B atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf e atau Pasal 5 Ayat (2) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, tersangka S disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 7 mzk
1
Komentar