Pedagang Atribut 17 Agustusan Marak di Denpasar, Sayangnya Penjualan Masih Lesu
DENPASAR, NusaBali.com - Penjaja atribut HUT Kemerdekaan RI seperti bendera merah putih berbagai ukuran, bendera rumbai, dan atribut bernuasa 17 Agustusan mulai membuka lapak di pinggir jalan-jalan Kota Denpasar.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, para pedagang atribut 17 Agustusan ini datang dari Pulau Jawa ke Bali secara berkelompok. Kemudian, menyebar ke beberapa sudut di Pulau Dewata khususnya di kawasan Kota Denpasar.
"Awal bulan Agustus ini sudah mulai buka," kata Jajang, 28, seorang pedagang atribut kemerdekaan di Jalan Kamboja, tepatnya di seberang SMAN 7 Denpasar pada Jumat (4/8/2023) siang.
Kata pria asal Garut, Jawa Barat ini, ia datang bersama kelompoknya yang terdiri dari 20 orang. Rekan-rekannya menyebar ke beberapa titik di Kota Denpasar, utamanya di sepanjang Jalan Raya Puputan.
Rupanya, geliat bisnis musiman ini belum dipandang menjanjikan pada HUT Ke-78 Kemerdekaan RI tahun 2023 kali ini. Sebab, volume barang yang diangkut ke Bali masih jauh lebih sedikit dibandingkan pada masa sebelum pandemi.
"Sebelum pandemi itu baru meledak. Bisa angkut 50 karung ke Bali. Tahun ini masih sama seperti tahun lalu, cuma 10 karung," beber pria yang kesehariannya berprofesi sebagai tukang cukur di sela melayani konsumen.
Jajang dan kawan-kawan memasang harga di Rp 35.000 untuk bendera berukuran standar yang dipasang pada tiang di depan rumah. Harga ini masih bisa dinego sesuai kesepakatan konsumen dan pedagang.
Bendera rumbai merah putih alias rumbai tenda adalah atribut paling mahal di lapak Jajang yakni dibanderol Rp 350.000. Harga ini pun baru harga yang ditawarkan pedagang. Konsumen disambut baik untuk menego.
"Semuanya ini produksi Bandung, Jawa Barat. Sentra tekstil," kata Jajang yang berharap penjualan tahun ini bisa lebih baik dari masa pandemi. Kalau stok 10 karung habis, stok lain siap didatangkan lagi lewat ekspedisi.
Di tengah menjamurnya pedagang musiman atribut kemerdekaan dari Pulau Jawa, ternyata ada juga penjaja dari warga lokal Bali. Nyoman Wista, 35, asal Karangasem adalah salah satu di antaranya.
Wista menjajakan atribut 17 Agustusan ini di Jalan Raya Puputan, tepatnya di seberang pintu masuk parkir outdoor Plaza Renon. Wista secara terpisah berjualan bareng saudara laki-lakinya.
"Baru buka mulai hari ini karena kemarin-kemarin masih Galungan," ujar pria kelahiran Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem saat dijumpai pada Jumat sore.
Sama seperti Jajang, Wista meninggalkan keluarga ke Denpasar hingga Kamis (17/8/2023) nanti. Wista memilih berdagang di ibukota lantaran terkait urusan stok berjualan yang ia beli dari para pedagang pendatang seperti Jajang.
Barang produksi Bandung itu dijual kembali oleh Wista dengan harga beda tipis. Bahkan ada harganya lebih murah dari dagangan Jajang yakni Rp 25.000 untuk bendera standar yang dipajang di depan rumah. Harga ini pun tidak saklek, bisa dinego.
"Ya sama. Pas pandemi masih lesu. Dulu bisa stok empat karung dibagi sama kakak. Sekarang satu karung saja dibagi lagi," ungkap pria yang kesehariannya berprofesi sebagai petani.
Baik Jajang maupun Wista sama-sama berharap penjualan tahun ini bisa lebih baik. Khususnya Jajang, ia ingin setidaknya hasil penjualan kali ini cukup untuk biaya pulang. *rat
"Awal bulan Agustus ini sudah mulai buka," kata Jajang, 28, seorang pedagang atribut kemerdekaan di Jalan Kamboja, tepatnya di seberang SMAN 7 Denpasar pada Jumat (4/8/2023) siang.
Kata pria asal Garut, Jawa Barat ini, ia datang bersama kelompoknya yang terdiri dari 20 orang. Rekan-rekannya menyebar ke beberapa titik di Kota Denpasar, utamanya di sepanjang Jalan Raya Puputan.
Rupanya, geliat bisnis musiman ini belum dipandang menjanjikan pada HUT Ke-78 Kemerdekaan RI tahun 2023 kali ini. Sebab, volume barang yang diangkut ke Bali masih jauh lebih sedikit dibandingkan pada masa sebelum pandemi.
"Sebelum pandemi itu baru meledak. Bisa angkut 50 karung ke Bali. Tahun ini masih sama seperti tahun lalu, cuma 10 karung," beber pria yang kesehariannya berprofesi sebagai tukang cukur di sela melayani konsumen.
Jajang dan kawan-kawan memasang harga di Rp 35.000 untuk bendera berukuran standar yang dipasang pada tiang di depan rumah. Harga ini masih bisa dinego sesuai kesepakatan konsumen dan pedagang.
Bendera rumbai merah putih alias rumbai tenda adalah atribut paling mahal di lapak Jajang yakni dibanderol Rp 350.000. Harga ini pun baru harga yang ditawarkan pedagang. Konsumen disambut baik untuk menego.
"Semuanya ini produksi Bandung, Jawa Barat. Sentra tekstil," kata Jajang yang berharap penjualan tahun ini bisa lebih baik dari masa pandemi. Kalau stok 10 karung habis, stok lain siap didatangkan lagi lewat ekspedisi.
Di tengah menjamurnya pedagang musiman atribut kemerdekaan dari Pulau Jawa, ternyata ada juga penjaja dari warga lokal Bali. Nyoman Wista, 35, asal Karangasem adalah salah satu di antaranya.
Wista menjajakan atribut 17 Agustusan ini di Jalan Raya Puputan, tepatnya di seberang pintu masuk parkir outdoor Plaza Renon. Wista secara terpisah berjualan bareng saudara laki-lakinya.
"Baru buka mulai hari ini karena kemarin-kemarin masih Galungan," ujar pria kelahiran Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem saat dijumpai pada Jumat sore.
Sama seperti Jajang, Wista meninggalkan keluarga ke Denpasar hingga Kamis (17/8/2023) nanti. Wista memilih berdagang di ibukota lantaran terkait urusan stok berjualan yang ia beli dari para pedagang pendatang seperti Jajang.
Barang produksi Bandung itu dijual kembali oleh Wista dengan harga beda tipis. Bahkan ada harganya lebih murah dari dagangan Jajang yakni Rp 25.000 untuk bendera standar yang dipajang di depan rumah. Harga ini pun tidak saklek, bisa dinego.
"Ya sama. Pas pandemi masih lesu. Dulu bisa stok empat karung dibagi sama kakak. Sekarang satu karung saja dibagi lagi," ungkap pria yang kesehariannya berprofesi sebagai petani.
Baik Jajang maupun Wista sama-sama berharap penjualan tahun ini bisa lebih baik. Khususnya Jajang, ia ingin setidaknya hasil penjualan kali ini cukup untuk biaya pulang. *rat
Komentar