Pemerintah Diminta Tidak Impor Sapi dari Afsel-India
JAKARTA, NusaBali - Pemerintah Indonesia membuka peluang untuk mengimpor sapi dari India, Afrika Selatan dan Brasil. Hal ini buntut dari kasus temuan sapi dari Australia terinfeksi penyakit kulit menular atau Lumpy Skin Disease (LSD).
Beberapa waktu lalu juga, sebelum kabar penyakit itu, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan Indonesia berencana melakukan impor sapi dan kedelai dari Afrika Selatan (Afsel) yang masing-masing berjumlah 50 ribu ekor dan 300 ribu ton kedelai.
Namun, Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Rusli Abdullah, mengatakan Afsel dan India merupakan negara yang belum bebas penyakit menular pada hewan seperti penyakit mulut dan kuku (PMK) serta LSD. Menurut catatannya, hanya Brasil yang masih bebas dari dua penyakit itu.
“Kalau South Afrika itu ada mulai 2019 sampai 2023 ini. Kalau Brasil itu di 5 tahun terakhir itu tidak ada di data (World Organisation for Animal Health/WAHIS),” katanya kepada detikcom, seperti dilansir, Jumat (4/8).
Berdasarkan data di website WAHIS, India sendiri juga tercatat belum bebas LSD. Afsel tercatat belum bebas PMK sampai 2023 ini. Selain itu, negara itu juga belum bebas penyakit hewan lainnya seperti demam atau flu babi dan penyakit pada unggas. Untuk Brasil, belum bebas penyakit menular pada babi atau Classical Swine Fever (CSF) yang juga dikenal dengan Kolera Babi (hog cholera) dan penyakit unggas (HPAI).
Rusli menyarankan agar pemerintah sebaiknya tidak mengimpor sapi dari negara-negara yang belum bebas penyakit menular pada hewan seperti LSD dan PMK. Hal ini dilakukan agar memastikan Indonesia tidak mengalami penyebaran penyakit menular pada hewan lebih luas lagi.
“Idealnya mengimpor daging atau sapi itu dari negara yang bersih FMD maupun LSD itu harus make sure bahwa mereka nggak bawa penyakit. Jadi harusnya pemerintah memilih untuk tidak mengimpor dari negara itu. Untuk memastikan agar nggak ada penyakit yang masuk,” jelasnya.
Sayangnya, mengimpor sapi ini memang lebih murah dibandingkan Indonesia harus didorong kepada swasembada sapi. Rusli mengatakan, pembiayaan untuk impor dan pengembangbiakan sangat berbeda, dan lebih murah mengimpor. “Kalau impor kan impor dari sana, deal harga, dijual di dalam negeri berapa udah beres. Seandainya tenggelam kita ada asuransi, duit kembali,” ujar dia.
Dihubungi terpisah, Sekjen Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia, (PPSKI) Robi Agustiar, mengatakan kebijakan impor merupakan hak pemerintah. Namun, dia mengatakan pemerintah harus bisa memberikan analisis risiko kepada masyarakat terkait impor dari ketiga negara tersebut. Karena menurutnya, Afsel, Brasil, dan India belum bebas PMK dan LSD. Meksipun belum bebas ini hanya di beberapa zona atau wilayah negara tersebut.
“Kalau setahu saya India itu bebas dengan zona, Brasil bebas dengan zona, Afsel juga bebas dengan zona,” tutur dia.
Robi mengatakan tetapi kalau pemerintah terpaksa harus melaksanakan impor dari negara yang belum bebas PMK atau LSD, artinya belum ada cita-cita agar Indonesia bebas kedua penyakit tersebut. Jadi, dia mempertanyakan apakah pemerintah mau membebaskan Indonesia dari penyakit tersebut atau tidak. “Dengan posisi Indonesian yang sedang PMK dsn LSD, artinya kalau pemeirntah mau melaksanakan impor dari negara belum bebas PMK aritnya pemerintah masih belum mempunyai cita-cita membebaskan negara ini dari PMK,” jelas dia.
Robi menekankan pemerintah harus meningkatkan kehati-hatian untuk mengimpor sapi dari negara yang belum bebas PMK dan LSD. Dia mengatakan pemerintah harus transparan akan analisis risiko yang akan terjadi kepada Indonesia. “Kehati-hatian ini adalah supaya pencegahan makin meluas PMK yang ada di Indonesian sekarang, kan terbebas di beberapa wilayah, di NTT, Papua, sebagian wilayah Sulawesi dan Kalimantan,” ujarnya.
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan juga bertemu Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa dan jajarannya, salah satunya membahas soal impor sapi. “Ya kita antar negara kan terbuka. Jangan hanya berharap dari Australia saja. Juga kan ada yang dari India, ada Brasil, ada Afsel yang sedang diupayakan oleh Menkomarves (Luhut), atas koordinasi dengan Badan Karantina,” katanya dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta Selatan, Selasa (1/8).
Sebelumnya lagi, Indonesia bakal melakukan impor sapi dan kedelai dari Afsel. Hal ini diungkapkan oleh Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan usai melakukan pertemuan dengan Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa dan jajarannya. Dalam agenda itu lah nantinya Indonesia akan menekan kesepakatannya terkait impor sapi dan kedelai dengan Afsel. Rencananya Indonesia berencana melakukan impor 50.000 ekor sapi dan 300.000 ton kedelai. 7
Namun, Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Rusli Abdullah, mengatakan Afsel dan India merupakan negara yang belum bebas penyakit menular pada hewan seperti penyakit mulut dan kuku (PMK) serta LSD. Menurut catatannya, hanya Brasil yang masih bebas dari dua penyakit itu.
“Kalau South Afrika itu ada mulai 2019 sampai 2023 ini. Kalau Brasil itu di 5 tahun terakhir itu tidak ada di data (World Organisation for Animal Health/WAHIS),” katanya kepada detikcom, seperti dilansir, Jumat (4/8).
Berdasarkan data di website WAHIS, India sendiri juga tercatat belum bebas LSD. Afsel tercatat belum bebas PMK sampai 2023 ini. Selain itu, negara itu juga belum bebas penyakit hewan lainnya seperti demam atau flu babi dan penyakit pada unggas. Untuk Brasil, belum bebas penyakit menular pada babi atau Classical Swine Fever (CSF) yang juga dikenal dengan Kolera Babi (hog cholera) dan penyakit unggas (HPAI).
Rusli menyarankan agar pemerintah sebaiknya tidak mengimpor sapi dari negara-negara yang belum bebas penyakit menular pada hewan seperti LSD dan PMK. Hal ini dilakukan agar memastikan Indonesia tidak mengalami penyebaran penyakit menular pada hewan lebih luas lagi.
“Idealnya mengimpor daging atau sapi itu dari negara yang bersih FMD maupun LSD itu harus make sure bahwa mereka nggak bawa penyakit. Jadi harusnya pemerintah memilih untuk tidak mengimpor dari negara itu. Untuk memastikan agar nggak ada penyakit yang masuk,” jelasnya.
Sayangnya, mengimpor sapi ini memang lebih murah dibandingkan Indonesia harus didorong kepada swasembada sapi. Rusli mengatakan, pembiayaan untuk impor dan pengembangbiakan sangat berbeda, dan lebih murah mengimpor. “Kalau impor kan impor dari sana, deal harga, dijual di dalam negeri berapa udah beres. Seandainya tenggelam kita ada asuransi, duit kembali,” ujar dia.
Dihubungi terpisah, Sekjen Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia, (PPSKI) Robi Agustiar, mengatakan kebijakan impor merupakan hak pemerintah. Namun, dia mengatakan pemerintah harus bisa memberikan analisis risiko kepada masyarakat terkait impor dari ketiga negara tersebut. Karena menurutnya, Afsel, Brasil, dan India belum bebas PMK dan LSD. Meksipun belum bebas ini hanya di beberapa zona atau wilayah negara tersebut.
“Kalau setahu saya India itu bebas dengan zona, Brasil bebas dengan zona, Afsel juga bebas dengan zona,” tutur dia.
Robi mengatakan tetapi kalau pemerintah terpaksa harus melaksanakan impor dari negara yang belum bebas PMK atau LSD, artinya belum ada cita-cita agar Indonesia bebas kedua penyakit tersebut. Jadi, dia mempertanyakan apakah pemerintah mau membebaskan Indonesia dari penyakit tersebut atau tidak. “Dengan posisi Indonesian yang sedang PMK dsn LSD, artinya kalau pemeirntah mau melaksanakan impor dari negara belum bebas PMK aritnya pemerintah masih belum mempunyai cita-cita membebaskan negara ini dari PMK,” jelas dia.
Robi menekankan pemerintah harus meningkatkan kehati-hatian untuk mengimpor sapi dari negara yang belum bebas PMK dan LSD. Dia mengatakan pemerintah harus transparan akan analisis risiko yang akan terjadi kepada Indonesia. “Kehati-hatian ini adalah supaya pencegahan makin meluas PMK yang ada di Indonesian sekarang, kan terbebas di beberapa wilayah, di NTT, Papua, sebagian wilayah Sulawesi dan Kalimantan,” ujarnya.
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan juga bertemu Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa dan jajarannya, salah satunya membahas soal impor sapi. “Ya kita antar negara kan terbuka. Jangan hanya berharap dari Australia saja. Juga kan ada yang dari India, ada Brasil, ada Afsel yang sedang diupayakan oleh Menkomarves (Luhut), atas koordinasi dengan Badan Karantina,” katanya dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta Selatan, Selasa (1/8).
Sebelumnya lagi, Indonesia bakal melakukan impor sapi dan kedelai dari Afsel. Hal ini diungkapkan oleh Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan usai melakukan pertemuan dengan Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa dan jajarannya. Dalam agenda itu lah nantinya Indonesia akan menekan kesepakatannya terkait impor sapi dan kedelai dengan Afsel. Rencananya Indonesia berencana melakukan impor 50.000 ekor sapi dan 300.000 ton kedelai. 7
Komentar