Perancang di Bali Daur Ulang Pakaian Jadi Aksesoris
MANGUPURA, NusaBali - Salah satu perancang busana yang tergabung dalam Bali Fashion Trend 2023 bernama Sutardi mengusung tema ramah lingkungan pada karyanya, di mana pakaian yang diproduksi dapat dijual kembali dan didaur ulang menjadi aksesoris.
“Yang kita tampilkan kasual, ini tidak limited tapi ramah lingkungan, dia tahan lama dan pembeli yang sudah membeli dapat menjual kembali dan kita daur ulang, bukan kita menjual barang bekas tapi kita jadikan produk lain,” kata dia di Badung, Bali, seperti dilansir Antara, Sabtu.
Perancang busana bermerek Farah Button itu melakukan aksi daur ulang produknya sebagai upaya mengurangi limbah fashion, di mana kerap kali limbah dari pakaian tak terurai dan ditemukan di lautan.
Mereka akan menawarkan masyarakat yang pernah membeli produknya untuk dijual kembali jika tidak lagi terpakai, termasuk ketika pakaian tersebut telah usang karena menurutnya kain tersebut masih dapat diolah menjadi tas, bandana, ikat rambut, hingga alas sepatu.
Sutardi menuturkan bahan-bahan dari produknya tergolong berkualitas, termasuk kain dalam negeri yang kemudian diolah oleh 300 UMKM konveksi asal Yogyakarta yang diberdayakan sejak pandemi COVID-19.
Lama berada di Bali, perancang busana lokal asal Jakarta ini juga mengaku tertarik dengan kain linen Pulau Dewata, sehingga ia mulai menjajaki penjahit-penjahit lokal untuk observasi dan mengembangkan produk nantinya.
“Kain dalam negeri itu awet, bahkan kualitasnya lebih bagus dari pada impor karena daya susutnya lebih minim untuk kain rayon. Sebenarnya sama bagus tapi di luar menyusutnya bisa sampai 25 persen,” ujar Sutardi.
Dalam kegiatan fashion show yang berlangsung di Discovery Mall Bali ini, Farah Button menjadi satu dari 44 perancang busana dalam negeri yang berkesempatan mengenalkan karyanya.
Event yang sempat terhenti karena pandemi ini kembali hadir dan memberi kesempatan perancang busana seluruh Indonesia untuk menunjukkan produk mereka tanpa batasan.
Termasuk Sutardi yang mengenalkan konsep ramah lingkungan dan mencoba berkreasi tanpa menggunakan kain wastra, melainkan corak garis lurus yang sekilas nampak seperti lurik.
“Selama ini fashion show di Indonesia kental dengan wastra, kalau tidak wastra dianggap tidak fashion show. Tapi saya mau menunjukkan kalau tanpa wastra kita bisa berkarya karena kain luas, apalagi selama ini perancang busana yang memadukan wastra biasanya sudah mempatenkan sendiri,” kata dia.
Bali Fashion Trend sendiri memberi keleluasaan bagi perancang busana mengeksplorasi gayanya dalam delapan produk yang ditampilkan hingga Minggu (6/8). 7
Perancang busana bermerek Farah Button itu melakukan aksi daur ulang produknya sebagai upaya mengurangi limbah fashion, di mana kerap kali limbah dari pakaian tak terurai dan ditemukan di lautan.
Mereka akan menawarkan masyarakat yang pernah membeli produknya untuk dijual kembali jika tidak lagi terpakai, termasuk ketika pakaian tersebut telah usang karena menurutnya kain tersebut masih dapat diolah menjadi tas, bandana, ikat rambut, hingga alas sepatu.
Sutardi menuturkan bahan-bahan dari produknya tergolong berkualitas, termasuk kain dalam negeri yang kemudian diolah oleh 300 UMKM konveksi asal Yogyakarta yang diberdayakan sejak pandemi COVID-19.
Lama berada di Bali, perancang busana lokal asal Jakarta ini juga mengaku tertarik dengan kain linen Pulau Dewata, sehingga ia mulai menjajaki penjahit-penjahit lokal untuk observasi dan mengembangkan produk nantinya.
“Kain dalam negeri itu awet, bahkan kualitasnya lebih bagus dari pada impor karena daya susutnya lebih minim untuk kain rayon. Sebenarnya sama bagus tapi di luar menyusutnya bisa sampai 25 persen,” ujar Sutardi.
Dalam kegiatan fashion show yang berlangsung di Discovery Mall Bali ini, Farah Button menjadi satu dari 44 perancang busana dalam negeri yang berkesempatan mengenalkan karyanya.
Event yang sempat terhenti karena pandemi ini kembali hadir dan memberi kesempatan perancang busana seluruh Indonesia untuk menunjukkan produk mereka tanpa batasan.
Termasuk Sutardi yang mengenalkan konsep ramah lingkungan dan mencoba berkreasi tanpa menggunakan kain wastra, melainkan corak garis lurus yang sekilas nampak seperti lurik.
“Selama ini fashion show di Indonesia kental dengan wastra, kalau tidak wastra dianggap tidak fashion show. Tapi saya mau menunjukkan kalau tanpa wastra kita bisa berkarya karena kain luas, apalagi selama ini perancang busana yang memadukan wastra biasanya sudah mempatenkan sendiri,” kata dia.
Bali Fashion Trend sendiri memberi keleluasaan bagi perancang busana mengeksplorasi gayanya dalam delapan produk yang ditampilkan hingga Minggu (6/8). 7
Komentar