Legong Muani Berjaya di PKB
Kaum laki-laki nampaknya mulai berhasil membangkitkan kembali kejayaan kaum adam menari Legong.
DENPASAR, NusaBali
Terbukti selama pementasan di Pesta Kesenian Bali (PKB) XXXIX, sudah dua sanggar yang menampilkan Legong muani atau lanang. Setelah Sanggar Balerung Mandera Srinertya Wardita dari Peliatan Ubud tampil Rabu lalu, Kamis (29/6) kemarin, giliran Sanggar Legong Ardhanareswari, Sesetan, Denpasar kembali menampilkan Legong muani di Kalangan Angsoka, Taman Budaya Bali.
Sanggar yang telah beberapa kali meramaikan ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) XXXIX tersebut kali ini menampilkan empat tari Legong Klasik yakni Legong Kuntir, Legong Pelayon, Legong Candra Kanta, dan Legong Lasem.
I Gusti Made Agus Wira Aditama selaku Manager Sanggar Legong Ardhanareswari mengungkapkan, hingga saat ini pihaknya sudah memiliki 18 Legong Klasik, namun yang sudah digarap masih mencapai 16 tarian. “Ini penampilan kami keempat kalinya di PKB, dan besok (hari ini, red) kami juga tampil di Kalangan Ayodya membawakan Legong Calon Arang hasil rekonstruksi,” ungkapnya.
Meski diakui mereka yang tergabung dalam sanggar ini memiliki kendala pada pakem-pakem gerak dari legong, namun mereka konsisten menjaga keaslian geraknya. “Karena legong ada pakem tersendiri, tidak fleksibel, dan harus kaku. Gerakan aslinya sampai kini masih kami jaga, masih kami gali juga,” imbuhnya.
Dikatakan, meski saat ini Legong sangat identik dibawakan oleh para wanita, namun pada awalnya Tari Legong sebenarnya dibawakan kaum adam. Pada tahun 1960-an, Tari Legong kemudian mulai ditarikan oleh wanita. Berbagai alasan mulai faktor lingkungan yang diejek karena menari Legong, selain karena wanita lebih gampang menari Legong.
Namun sejak tahun itu, sejumlah babak dalam Tarian Legong dipotong. Dampaknya pada tahun 1980-an, kesenian Legong Klasik jarang ditarikan dalam babak lengkap. Legong yang babaknya sudah terpotong-potong, dianggap sebagai Legong yang sesuai pakem. Apalagi pada masa itu Legong kreasi sudah mulai bermunculan. “Kami berusaha mempertahankan keaslian Legong dengan pakem dan ditarikan secara utuh, tidak dipotong-potong,” tandasnya. *in
Sanggar yang telah beberapa kali meramaikan ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) XXXIX tersebut kali ini menampilkan empat tari Legong Klasik yakni Legong Kuntir, Legong Pelayon, Legong Candra Kanta, dan Legong Lasem.
I Gusti Made Agus Wira Aditama selaku Manager Sanggar Legong Ardhanareswari mengungkapkan, hingga saat ini pihaknya sudah memiliki 18 Legong Klasik, namun yang sudah digarap masih mencapai 16 tarian. “Ini penampilan kami keempat kalinya di PKB, dan besok (hari ini, red) kami juga tampil di Kalangan Ayodya membawakan Legong Calon Arang hasil rekonstruksi,” ungkapnya.
Meski diakui mereka yang tergabung dalam sanggar ini memiliki kendala pada pakem-pakem gerak dari legong, namun mereka konsisten menjaga keaslian geraknya. “Karena legong ada pakem tersendiri, tidak fleksibel, dan harus kaku. Gerakan aslinya sampai kini masih kami jaga, masih kami gali juga,” imbuhnya.
Dikatakan, meski saat ini Legong sangat identik dibawakan oleh para wanita, namun pada awalnya Tari Legong sebenarnya dibawakan kaum adam. Pada tahun 1960-an, Tari Legong kemudian mulai ditarikan oleh wanita. Berbagai alasan mulai faktor lingkungan yang diejek karena menari Legong, selain karena wanita lebih gampang menari Legong.
Namun sejak tahun itu, sejumlah babak dalam Tarian Legong dipotong. Dampaknya pada tahun 1980-an, kesenian Legong Klasik jarang ditarikan dalam babak lengkap. Legong yang babaknya sudah terpotong-potong, dianggap sebagai Legong yang sesuai pakem. Apalagi pada masa itu Legong kreasi sudah mulai bermunculan. “Kami berusaha mempertahankan keaslian Legong dengan pakem dan ditarikan secara utuh, tidak dipotong-potong,” tandasnya. *in
Komentar