KB Bali ditengah Angka Kelahiran di Bali yang masih dibawah Replacement level
Bali merupakan daerah yang maju dengan pendapatan perkapita sebesar 55,54 juta rupiah kondisi tahun 2022.
Penulis: A. A. Gd. Dirga Kardita, SST., M.Si
Statistisi Ahli Madya BPS Provinsi Bali
Pariwisata merupakan andalan untuk peningkatan ekonomi Bali, akomodasi dan makan minum merupakan kategori andalan Bali dengan share terhadap PDRB Bali pada triwulan dua 2023 sebesar 19,54%, meski pandemi Covid sempat memporak-porandakan ekonomi Bali, akan tetapi dibukanya kunjungan wisatawan ke Bali, membawa ekonomi Bali mulai tumbuh kembali dan penyerapan tenaga kerja juga mulai tinggi.
Tingkat pendidikan penduduk di daerah maju umunya cendrung baik, tercatat di tahun 2022 sebesar 55,13% penduduk penduduk Provinsi Bali berpendidikan SMA keatas. Dengan Pendidikan yang cukup baik umumnya perencanaan hidup juga cendrung lebih baik, seperti perencanaan perkawinan atau menunda usia kawin, perencanaan keluarga atau membatasi kelahiran, perencanaan kerja, serta perencanaan keuangan, semua perencanaan umumnya dilakukan untuk peningkatan kualitas hidup kedepan.Tingkat kelahiran menjadi salah satu yang menjadi fokus pemerintah untuk mengendalikan penduduk, jargon-jargon terkait keluarga berencana menjadi salah satu strategi pemerintah menanamkan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya mengendalikan kelahiran, tercatat tingkat kelahiran di Bali terus menurun dari pertama kali dihitung kondisi 1971 sebesar 5,96 hingga penghitungan terakhir di 2022 tercatat sebesar 2,04, angka ini bermakna bahwa terjadi sekitar 2 sampai 3 kelahiran untuk setiap perempuan hingga masa reproduksinya. Pemahaman penduduk tentang pentingnya kualitas keluarga menjadi salah satu faktor penurunan kelahiran. Menunda usia nikah untuk mempersiapkan rumah tangga lebih baik dan mengurangi jumlah kelahiran untuk menyiapkan anak dengan kualitas lebih baik menjadi faktor pendorong turunnya tingkat kelahiran di Bali. Tingkat kelahiran yang rendah ini atau di bawah batasan replacement level diperkirakan akan terus terjadi hingga tahun 2035, diperkirakan di tahun 2035 nanti tingkat kelahiran di Bali sebesar 1,96, artinya penduduk perempuan di Bali melahirkan sekitar 1 hingga 2 anak sepanjang masa reproduksinya.
Jika dilihat di kabupaten/kota, tingkat kelahiran tertinggi ada di Kabupaten Karangasem yang tercatat sebesar 2,31 kelahiran, dan tingkat kelahiran terendah di kabupaten Tabanan yang tercatat sebesar 1,81 kelahiran di tahun 2022. Terlihat bahwa kondisi tahun 2022 penduduk Perempuan di kabupaten Tabanan hanya memiliki 1 hingga 2 anak pada rentang masa reproduksinya, dan nanti di tahun 2035 diperkirakan tingkat kelahiran di kabupaten Tabanan semakin turun hingga sekitar 1,7 kelahiran. Dengan kata lain pertumbuhan penduduk alami di kabupaten Tabanan akan semakin rendah, begitu juga di Bali, jika kondisi ini dibiarkan terus terjadi kemungkinan pada suatu titik tertentu penduduk Bali akan berkurang seperti negara Jepang, suriah, dan beberapa negara lain di dunia. Bahkan Jepang menerapkan beberapa kebijakan yang mendukung peningkatan kelahiran agar penduduk Jepang tidak semakin berkurang. Fenomena baru belakangan mencuat di Indonesia seiring dengan kesibukan para pasangan rumah tangga. Childfree istilah yang mengacu pada suatu konsep di mana pasangan yang sudah menikah memilih untuk tidak memiliki anak atau tidak membesarkan anak. Fenomena ini menjadi mulai diminati dikalangan pasangan usia muda dan fenomena ini akan sangat berpengaruh pada tingkat kelahiran.
Menurut ahli geografi Amerika Serikat Warren Thompson di tahun 1929 dengan teori transisi demografinya mengatakan bahwa ada empat tahapan transisi demografi diantaranya: tahap pertama, jika angka kematian tinggi sebanding dengan angka kelahiran, menghasilkan angka pertumbuhan nol (zero), tahap kedua, jika angka kematian menurun tidak disertai dengan penurunan angka kelahiran, maka akan menghasilkan angka pertumbuhan yang positif dan meningkat terus, tahap ketiga, jika angka kematian terus menerus turun dan disertai dengan menurunnya angka kelahiran, maka akan menghasilkan pertumbuhan yang positif akan tetapi menurun, dan tahap keempat, jika angka kematian dan angka kelahiran juga rendah, maka hasilnya adalah pertumbuhan yang semakin berkurang yang pada akhirnya akan mencapai nol (zero). Jika dilihat dari empat tahapan tersebut, Bali berada pada tahapan ketiga yang menggambarkan bahwa angka kelahiran terus menurun dan disertai dengan angka kematian yang terus menurun juga, kondisi ini akan menghasilkan pertumbuhan penduduk yang positif akan tetapi semakin berkurang. Jika dilihat dari data hasi proyeksi penduduk Provinsi Bali Tahun 2020 hingga 2035 tercatat bahwa angka kematian di Bali atau TFR di Bali semakin berkurang dari 2,04 di tahun 2020 menjadi 1,96 di tahun 2035. Angka kematian juga semakin berkurang dari 14,01 yang artinya ada sekitar 14 sampai 15 kematian dari 1000 kelahiran di tahun 2020 menjadi 8,58 atau 8 sampai 9 kematian setiap 1000 kelahiran di tahun 2035.
Kian lama jumlah penduduk Bali diprediksikan akan kian menurun jika kondisi di 2035 menyerupai kondisi 2020, maknanya perlu suatu trobosan kebijakan dari pemerintah daerah untuk memutus kondisi tersebut nanti, karena jika kondisi itu terjadi niscaya tidak hanya jumlah penduduk yang berkurang akan tetapi adat dan budaya juga akan semakin tergerus karena semakin sedikitnya penduduk Bali. Ngayah (gotong-royong) yang merupakan salah satu ciri dan budaya Bali kelak akan tidak ada lagi akibat semakin sedikitnya penduduk Bali. KB Bali mungkin menjadi salah satu cara untuk menahan penurunan tingkat kelahiran Total Fertility Rate (TFR), sehingga capaian TFR Provinsi Bali yang dibawah replacement level bisa ditingkatkan minimal sama dengan batasan replacement level sebesar 2,1 kelahiran yang artinya Perempuan Bali melahirkan antar 2 sampai 3 anak selama masa reproduksinya. Namun, KB Bali juga akan tidak berjalan dengan baik jika beban biaya baik pendidikan, kesehatan maupun biaya hidup yang lainnya tinggi, karena akan menjadi pertimbangan penduduk Bali dalam menambah kelahiran anak-anak mereka jika biaya-biaya tersebut tinggi. Dengan tingginya biaya-biaya tersebut, harapan keluarga untuk meningkiatkan kulaitas anak-anak mereka untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga akan sulit tercapai.
*. Tulisan dalam kategori OPINI adalah tulisan warga Net. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
1
Komentar