490 Siswa SD dari 4 Desa Terancam DO
Jarak rumah siswa SD dari Desa Tukadmungga, Desa Pemaron, Desa Anturan, Desa Kalibukbuk ke SMP Negeri melebihi 6 km, hingga tak mungkin diterima
Akibat Zonasi PPDB SMPN
SINGARAJA, NusaBali
Sedikitnya 490 siswa tamatan SD dari empat desa bertetangga di Kecamatan Buleleng: Desa Pemaron, Desa Tukadmungga, Desa Anturan, dan Desa Kalibukbuk terancam tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP alias drop out (DO). Ini sebagai akibat penerapan zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMP Negeri tahun ajaran 2017/2018, sementara di empat desa bertetangga tersebut tak ada satu pun SMP Negeri.
Ancaman DO ratusan siswa tamatan SD dari empat desa bertetangga ini terungkap ketika Kepala Desa (Perbekel) Pemaron Putu Mertayasa, Perbekel Tukadmungga Made Arka, Perbekel Anturan Made Budi Arsana, dan Perbekel Kalibukbuk Ketut Suka mengadukan nasib warganya ke Komisi IV DPRD Buleleng di Singaraja, Kamis (29/6) siang. Perbekel dari keempat desa itu diterima Ketua Komisi IV DPRD Buleleng, Gede Wisnaya Wisna, bersama dua anggotanya yakni Ni Kadek Turkini dan Nyoman Gede Wandira Adi.
Dalam pertemuan kemarin, Perbekel dari empat desa bertetangga ini sama-sama mengungkapkan kegelisahaan warganya dalam mencari sekolah SMP tahun ajaran 2017/2018. Terungkap, selama ini murid tamatan SD dari keempat desa tersebut melanjutkan sekolah ke SMPN 2 Singaraja, SMPN 3 Singaraja, dan SMPN 6 Singaraja. Ada pula yang melanjutkan sekolah ke SMPN 3 Banjar di Desa Labuanaji, Kecamatan Banjar.
Namun, menyusul diterapkannya kebijakan zonasi dalam PPDB SMPN tahun ajaran 2017/2018, murid tamatan SD dari keempat desa bertetangga tersebut dipastikan sulit diterima di sekolah-sekolah yang selama ini menjadi tujuan mereka, yakni SMPN 2 Singaraja, SMPN 3 Singaraja, dan SMPN 6 Singaraja, dan SMPN 3 Banjar. Sebab, jarak dari desa dengan keempat SMP Negeri tersebut melebihi 6 kilometer sesuai yang digariskan dalam kebijakan zonasi PPDB.
“Sekarang kami para Perbekel yang ikut repot, karena warga selalu mempertanyakan nasib anak-anak mereka, apa mungkin diterima di SMP Negeri? Ya, bagaimana bisa diterima, jelas anak-anak kami ini dinomorduakan, karena jaraknya dengan sekolah sudah ditidak memungkinkan bisa diterima,” ungkap Perbekel Kalibukbuk, Ketut Suka.
Ketut Suka menyebutkan, ada total 490 murid tamatan SD dari empat desa bertetangga yang kini terancam DO, karena tak mungkin diterima masuk ke SMP Negeri. Rinciannya, 130 murid tamatan SD dari Desa Kalibukbuk, 120 murid tamatan SD dari Desa Tukadmungga, 120 murid tamatan SD dari Desa Pemaron, dan 120 murid tamatan SD dari Desa Anturan. Jumlahnya bahkan diperkirakan lebih banyak lagi, karena ada sejumlah murid tamatan SD dari keempat desa bertetangga yang sekolah di luar desanya.
Selain masalah zonasi, muncul kekhawatiran murid tamatan SD dari empat desa bertetangga tersebut tidak bisa diterima di sekolah yang selama ini menampung mereka, karena ada pembatasan jumlah siswa dan ruang kelas belajar. Dalam ketentuan, jumlah siswa dibatasi hanya 28-32 orang per kelas. Demikian juga dengan ruang kelas belajar masing-masing sekolah, dibatasi maksimal 11 ruang.
“Untuk menampung murid dari wilayah sekolah itu saja sudah penuh, apalagi mau menampung murid dari wilayah kami? Sedangkan di wilayah kami tidak ada SMP Negeri,” keluh Perbekel Ketut Suka. “Memang ada SMP swasta (di Desa Kalibukbuk, Red), tapi siapa yang mau bersekolah ke sana karena pasti ada biaya?” lanjut Perbekel Kalibuktuk ini.
Sementara itu, Ketua Komisi IV DPRD Buleleng Gede Wisnaya Wisna memastikan Perbekel dari empat desa bertetangga akan diajak berkoordinasi dengan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Buleleng, I Gede Suyasa, Jumat (30/6) ini. Koordinasi tersebut dilakukan agar persoalan ancaman DO ratusan siswa tamatan SD dari empat desa segera dicarikan solusi, sebelum jadwal pengu-muman hasil seleksi PPDB SMPN tahun ajaran 2017/2018.
“Ini akan menjadi persoalan serius, kalau tidak secepatnya dicarikan solusi. Nanti akan banyak masyarakat kita yang tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP. Besok (hari ini, Red) kita akan berkoodinasi dengan Kadisdikpora Buleleng,” jelas politisi Hanura ini.
Paparan senada juga disampaikan Ni Kadek Turkuni, anggota Komisi IV DPRD Buleleng dari Fraksi PDIP. Srikandi PDIP asal Desa Kalibukbuk, Kecamatan Buleleng ini menegaskan, phaknya akan mendorong keras pihak Disdikpora menemukan solusi untuk menyelesaikan persoalan yang menimpa empat desa bertetangga tersebut.
“Saya yakin di tempat lain juga akan muncul kasus serupa. Makanya, nanti kami hanya mendorong Disdikpora Buleleng agar segera dicarikan jalan terbaik. Entah menambah ruang kelas atau menerapkan double shift, pagi dan sore,” tandas Kadek Turkini yang juga menjabat Ketua Fraksi PDIP DPRD Buleleng.
Sedangkan anggota Komisi IV DPRD Buleleng dari Fraksi Golkar, Nyoman Gede Wandira Adi, menegaskan untuk jangka pendek, Disdikpora harus berani menerapkan kebijakan tambah ruang kelas bejalar, agar bisa menampung semua murid tamatan SD. Sedangkan jangka panjangnya, pemerintah harus membangun SMP Negeri baru di wilayah empat desa bertetangga tadi. Pemerintah juga harus membangun SMP Negeri di wilayah lainnya yang masih minim sekolahnya.
“Kalau berani, ya jangan ikuti aturan itu dulu (kebijakan zonasi PPDB, Red), karena kita belum siap. Pasalnya, aturan yang kita anggap baik ternyata hasilnya justru seperti ini. Kan lebih baik tidak menerapkan aturan demi kebaikan bersama,” tegas Wandira Adi. *k19
1
Komentar