Pangempon Pura TMII Ngadu ke Anggota DPR RI
Tarif Parkir Mahal, Kena Karcis Masuk
JAKARTA, NusaBali - Umat Hindu Pangempon Pura Penataran Agung Kertabhumi atau Pura Taman Mini Indonesia Indah (TMII) mengadu ke Anggota Komisi VI DPR RI I Nyoman Parta.
Aduan mereka terkait akses masuk ke Pura TMII yang dinilai memberatkan umat Hindu, khususnya warga Banjar Hitakarma (BHK) Pondok Gede, Jakarta Timur, Selasa (15/8) malam. Hadir dalam pertemuan itu Ketua Banjar Hitakarma I Wayan Sukerata.
Hadir juga Jero Mangku Pande Nyoman Oka Sudiarsana (Pelindung dan Jero Mangku Pura TMII), I Dewa Ketut Siangan (Penasehat BHK), I Gusti Ngurah Rai Adi (Penasehat BHK), Ngakan Nyoman Putra D (Penasehat BHK dan mewakili Ketua Pengurus Pura TMII), I Ketut Sudarma (Waka 1 BHK), I Ketut Murda (Waka 2 BHK), Ni Gusti Ayu Adnyawati (Ketua PWHD BHK) dan Fernando (Krama BHK).
Mereka menjelaskan adanya surat keputusan direksi PT Bhumi Visatanda Indonesia (Bhiva) sebagai perusahaan pengoperasi (operating company) TMII dengan Nomor: SK.32/TMII/V/2023 tentang Penetapan Pemberlakuan Akses Masuk Orang dan Kendaraan di Kawasan TMII. Berdasarkan surat keputusan tertanggal 25 Mei 2023 itu, membuat pangempon yang ingin masuk bersembahyang ke Pura TMII harus membayar parkir sebesar Rp35.000. Selain itu, bagi umat hindu yang ingin bersembahyang juga akan dikenakan karcis masuk TMII dengan tarif normal, sebesar Rp25.000. Kondisi itu, sering menyebabkan cekcok antara penjaga tiket dan pamedek yang mau sembahyang.
Sebab, pihak penjaga tiket tidak percaya orang itu akan ketempat ibadah. Selain itu, mereka juga mengeluh saat upacara piodalan. Lantaran susahnya membawa banten, karena mobil dilarang masuk kawasan TMII. Pihak pengelola melarang mobil yang menggunakan energi fosil masuk ke lingkungan TMII dan harus diparkir di depan.
Menyikapi aduan tersebut, Anggota Komisi VI DPR RI Nyoman Parta menyebut bahwa untuk urusan keagamaan, apalagi umat Hindu yang akan sembahyang ke Pura TMII, harusnya diberikan ruang seluas-luasnya. "Pura TMII ini kan di tanah negara, yang kelola juga kan BUMN harusnya gak perlu bayar-bayar. Apalagi mau sembahyang," kata Nyoman Parta.
Terlebih mereka harus membayar parkir Rp35 ribu sekali masuk. Lokasi parkir pun jauh dari Pura TMII. Jika hari-hari besar seperti odalan dan rahina Umat Hindu, terutama untuk para pengempon dan pengurus Pura yang harus keluar masuk mengurus upacara, tentu sangat memberatkan. Lantaran mereka juga perlu membayar tiket masuk TMII sebesar Rp25 ribu per orang. Bila satu keluarga minimal ada empat orang, sangat terasa besar biaya itu. Parta mengatakan, kebanyakan yang beribadah di Pura TMII adalah pensiunan sehingga mereka agak berat pula dengan biaya tersebut.
"Bayangkan, kalau pas piodalan bisa dalam satu hari bolak-balik untuk ngurus banten (sesaji upacara). Bawa banten banyak, parkirnya jauh lagi, kan kasihan. Jadi, susah kalau begitu," terang anggota Fraksi PDIP DPR RI asal Dapil Bali ini. Bagi Parta, persoalan tersebut harus segera diselesaikan. Dia akan mencari solusi supaya umat Hindu, terutama pengurus dan Pangempon Pura TMII tak lagi harus membayar pungutan apapun ketika akan sembahyang. "Saya akan segera bicarakan persoalan ini ke pihak direksi PT Bhiva yang jadi operator TMII atau pengelolanya PT TWC (Taman Wisata Candi), supaya umat kita gak bayar lagi kalau sembahyang," imbuh Parta.
Adanya aspirasi Umat Hindu Pangempon Pura Penataran Agung Kertabhumi atau Pura Taman Mini Indonesia Indah (TMII) kepada Anggota Komisi VI DPR RI I Nyoman Parta terkait akses masuk ke sana ini mendapat tanggapan dari Humas TMII, Novera Mayang Sari.
Novera Mayang Sari mengatakan, untuk ibadah masuk ke TMII gratis. Mereka hanya dikenakan biaya untuk kendaraan masuk. Begitu pula saat ada acara-acara di Pura dengan terlebih dahulu mengirimkan surat ke mereka agar ada disposisi nantinya. Ketika disinggung mengenai pamedek yang mau sembahyang kerap cekcok karena pihak penjaga tiket tidak percaya orang itu akan ke tempat ibadah. Mayang mengatakan, akan segera crosscheck mengenai hal tersebut. Sementara mengenai agar ada keringanan, aspirasi itu mereka tampung. "Aspirasi dari mereka kami tampung dan menjadi perhatian kami. Kami akan membahasnya secara internal. Mudah-mudahan ada keringanan," imbuh Mayang saat dikonfirmasi NusaBali, Kamis (17/8).
Untuk diketahui, Pura Penataran Agung Kertabhumi atau Pura Taman Mini adalah pura di kompleks TMII yang dibangun pada saat wilayah tersebut didirikan tahun 1972 dan diresmikan tahun 1975. Status TMII saat ini dioperasikan oleh PT Bhumi Visatanda Indonesia (Bhiva) anak perusahaan PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko (PT TWC) yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). 7 k22
Hadir juga Jero Mangku Pande Nyoman Oka Sudiarsana (Pelindung dan Jero Mangku Pura TMII), I Dewa Ketut Siangan (Penasehat BHK), I Gusti Ngurah Rai Adi (Penasehat BHK), Ngakan Nyoman Putra D (Penasehat BHK dan mewakili Ketua Pengurus Pura TMII), I Ketut Sudarma (Waka 1 BHK), I Ketut Murda (Waka 2 BHK), Ni Gusti Ayu Adnyawati (Ketua PWHD BHK) dan Fernando (Krama BHK).
Mereka menjelaskan adanya surat keputusan direksi PT Bhumi Visatanda Indonesia (Bhiva) sebagai perusahaan pengoperasi (operating company) TMII dengan Nomor: SK.32/TMII/V/2023 tentang Penetapan Pemberlakuan Akses Masuk Orang dan Kendaraan di Kawasan TMII. Berdasarkan surat keputusan tertanggal 25 Mei 2023 itu, membuat pangempon yang ingin masuk bersembahyang ke Pura TMII harus membayar parkir sebesar Rp35.000. Selain itu, bagi umat hindu yang ingin bersembahyang juga akan dikenakan karcis masuk TMII dengan tarif normal, sebesar Rp25.000. Kondisi itu, sering menyebabkan cekcok antara penjaga tiket dan pamedek yang mau sembahyang.
Sebab, pihak penjaga tiket tidak percaya orang itu akan ketempat ibadah. Selain itu, mereka juga mengeluh saat upacara piodalan. Lantaran susahnya membawa banten, karena mobil dilarang masuk kawasan TMII. Pihak pengelola melarang mobil yang menggunakan energi fosil masuk ke lingkungan TMII dan harus diparkir di depan.
Menyikapi aduan tersebut, Anggota Komisi VI DPR RI Nyoman Parta menyebut bahwa untuk urusan keagamaan, apalagi umat Hindu yang akan sembahyang ke Pura TMII, harusnya diberikan ruang seluas-luasnya. "Pura TMII ini kan di tanah negara, yang kelola juga kan BUMN harusnya gak perlu bayar-bayar. Apalagi mau sembahyang," kata Nyoman Parta.
Terlebih mereka harus membayar parkir Rp35 ribu sekali masuk. Lokasi parkir pun jauh dari Pura TMII. Jika hari-hari besar seperti odalan dan rahina Umat Hindu, terutama untuk para pengempon dan pengurus Pura yang harus keluar masuk mengurus upacara, tentu sangat memberatkan. Lantaran mereka juga perlu membayar tiket masuk TMII sebesar Rp25 ribu per orang. Bila satu keluarga minimal ada empat orang, sangat terasa besar biaya itu. Parta mengatakan, kebanyakan yang beribadah di Pura TMII adalah pensiunan sehingga mereka agak berat pula dengan biaya tersebut.
"Bayangkan, kalau pas piodalan bisa dalam satu hari bolak-balik untuk ngurus banten (sesaji upacara). Bawa banten banyak, parkirnya jauh lagi, kan kasihan. Jadi, susah kalau begitu," terang anggota Fraksi PDIP DPR RI asal Dapil Bali ini. Bagi Parta, persoalan tersebut harus segera diselesaikan. Dia akan mencari solusi supaya umat Hindu, terutama pengurus dan Pangempon Pura TMII tak lagi harus membayar pungutan apapun ketika akan sembahyang. "Saya akan segera bicarakan persoalan ini ke pihak direksi PT Bhiva yang jadi operator TMII atau pengelolanya PT TWC (Taman Wisata Candi), supaya umat kita gak bayar lagi kalau sembahyang," imbuh Parta.
Adanya aspirasi Umat Hindu Pangempon Pura Penataran Agung Kertabhumi atau Pura Taman Mini Indonesia Indah (TMII) kepada Anggota Komisi VI DPR RI I Nyoman Parta terkait akses masuk ke sana ini mendapat tanggapan dari Humas TMII, Novera Mayang Sari.
Novera Mayang Sari mengatakan, untuk ibadah masuk ke TMII gratis. Mereka hanya dikenakan biaya untuk kendaraan masuk. Begitu pula saat ada acara-acara di Pura dengan terlebih dahulu mengirimkan surat ke mereka agar ada disposisi nantinya. Ketika disinggung mengenai pamedek yang mau sembahyang kerap cekcok karena pihak penjaga tiket tidak percaya orang itu akan ke tempat ibadah. Mayang mengatakan, akan segera crosscheck mengenai hal tersebut. Sementara mengenai agar ada keringanan, aspirasi itu mereka tampung. "Aspirasi dari mereka kami tampung dan menjadi perhatian kami. Kami akan membahasnya secara internal. Mudah-mudahan ada keringanan," imbuh Mayang saat dikonfirmasi NusaBali, Kamis (17/8).
Untuk diketahui, Pura Penataran Agung Kertabhumi atau Pura Taman Mini adalah pura di kompleks TMII yang dibangun pada saat wilayah tersebut didirikan tahun 1972 dan diresmikan tahun 1975. Status TMII saat ini dioperasikan oleh PT Bhumi Visatanda Indonesia (Bhiva) anak perusahaan PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko (PT TWC) yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). 7 k22
1
Komentar