Buleleng Development Festival Memacu Aktivitas UMKM
Buleleng Development Festival bukan hanya untuk memeriahkan HUT ke-78 RI, melainkan juga memacu aktivitas UMKM guna pemajuan ekonomi pasca pandemi.
SINGARAJA, NusaBali
Setidaknya seratusan lebih stan tenda kuliner dan cenderamata memanjakan pengunjung Buleleng Development Festival di GOR Bhuana Patra, Kota Singaraja, Senin (21/8) sore. Festival yang dihelat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng itu bertujuan memeriahkan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-78 RI dengan mendorong kinerja usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Datang selepas sore menjadi saat yang tepat untuk menikmati festival tersebut. Pengunjung bisa mencicipi ragam kuliner yang tersedia. Mulai dari hidangan khas daerah seperti blayag, siobak, ayam betutu, be pasih, jukut undis sudang lepet, dan mujair nyat-nyat. Ada juga camilan, makanan cepat saji, soto, kudapan goreng, nasi campur, pangan bahari dan ragam jenis minuman.
Di sisi barat tenda festival, Kadek Eka Ariasa, 45, dan Ketut Suami, 45, terlihat sibuk melayani pembeli. Pasangan suami istri asal Banjar Dinas Dauh Tukad, Desa Penglatan, Kecamatan Buleleng ini, menjajakan makanan blayag Penglatan. Salah satu kuliner andalan khas Buleleng yang bercita rasa nikmat.
Setidaknya seratusan lebih stan tenda kuliner dan cenderamata memanjakan pengunjung Buleleng Development Festival di GOR Bhuana Patra, Kota Singaraja, Senin (21/8) sore. Festival yang dihelat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng itu bertujuan memeriahkan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-78 RI dengan mendorong kinerja usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Datang selepas sore menjadi saat yang tepat untuk menikmati festival tersebut. Pengunjung bisa mencicipi ragam kuliner yang tersedia. Mulai dari hidangan khas daerah seperti blayag, siobak, ayam betutu, be pasih, jukut undis sudang lepet, dan mujair nyat-nyat. Ada juga camilan, makanan cepat saji, soto, kudapan goreng, nasi campur, pangan bahari dan ragam jenis minuman.
Di sisi barat tenda festival, Kadek Eka Ariasa, 45, dan Ketut Suami, 45, terlihat sibuk melayani pembeli. Pasangan suami istri asal Banjar Dinas Dauh Tukad, Desa Penglatan, Kecamatan Buleleng ini, menjajakan makanan blayag Penglatan. Salah satu kuliner andalan khas Buleleng yang bercita rasa nikmat.
Foto: Kadek Eka Ariasa dan Ketut Suami, pasangan suami istri menjajakan kuliner blayag Penglatan di Buleleng Development Festival, Senin (21/8) sore. -MUZAKKY
Hidangan blayag terdiri dari potongan ketupat atau tipat yang dalam bahasa Bali artinya ketupat. Namun, berbeda dengan ketupat yang berbentuk wajik, umumnya blayag berbentuk lonjong, lebih mirip seperti lontong. Potongan ketupat tersebut dipadukan dengan beragam isian. Ada suwiran ayam, ceker ayam, urap dan sayuran segar.
Isian itu lalu disiram dengan kuah kuning kental bumbu base genep. Bumbu dasar khas Bali yang terdiri dari kunyit, lengkuas, jahe, kencur, bawang merah, hingga bawang putih. Di atasnya ditabur butiran kacang kedelai sebagai topping. Kerupuk gurih menyempurnakan santapan dengan seporsinya seharga Rp 15.000 itu.
"Saya dan istri sudah tujuh tahun berjualan blayag," kata Eka Ariasa. Istrinya, mewarisi ilmu memasak belayag dari sang ibu. Ia menuturkan, cita rasa blayag dari Desa Penglatan terletak pada bumbu dan proses pembuatannya. Bumbu blayag dari desanya lebih kental dibanding blayag dari daerah lain. Proses pembuatan bumbu dilakukan manual dengan ditumbuk agar cita rasanya yang kuat.
Sehari-hari pasangan suami istri pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) ini biasa berjualan di Pasar Banyuning. Kini lapak blayag tersebut diboyong ke festival. "Kalau ada kegaitan memang sering diajak sama Dinas Perdagangan Buleleng untuk mengisi stan kuliner. Beberapa kali juga kami mengikuti pelatihan kuliner," katanya.
Dalam satu hari pelaksanaan festival, ia bisa menjual hingga 150 porsi blayag. Rata-rata pendapatannya pun mencapai Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta. Ia mengakui pendapatan itu jauh lebih banyak dibanding berjualan di pasar. "Karena itu saya senang kalau ada event seperti festival UMKM-nya diutamakan, terutama produk olahan pangan khas daerah. Masyarakat kalau melancong kan yang dicari pasti makan," kata dia.
Menurut Kepala Dinas Perdagangan Perindustrian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Buleleng Dewa Made Sudiarta, tujuan penting diadakannya Buleleng Development Festival adalah memacu aktivitas UMKM di Gumi Panjisakti. Para pelaku UMKM diberi kesempatan untuk menjual dan memasarkan produknya.
Gelaran festival ini menjadi salah satu ikhtiar untuk mendorong percepatan pemulihan kehidupan ekonomi masyarakat pasca pandemi Covid-19. Meski insidental atau dilaksanakan hanya dalam beberapa waktu saja, tetapi diharapkan memelihara semangat UMKM dan masyarakat untuk mendukung usaha mereka.
Selama enam hari festival berlangsung sejak dibuka pada Selasa (15/8) lalu hingga hari keenam pada Minggu (20/8), Buleleng Development Festival telah mencatatkan jumlah transaksi di pelaku UMKM yang mencapai Rp 1.032.632.000 atau Rp 1 miliar lebih. Nilai transaksi tersebut merupakan berkah bagi UMKM yang berkesempatan menjual produknya.
Festival setidaknya dapat menarik kunjungan warga sehingga ada perputaran uang alias geliat ekonomi. "Secara kumulatif nilai transaksi UMKM yang tercatat hingga Minggu malam sudah mencapai Rp 1 miliar lebih. Ini menjadi momentum untuk pemajuan ekonomi pasca pandemi," katanya.
Ada 36 pelaku UMKM binaan pemerintah yang diikutkan dalam festival ini. Produk yang dihadirkan terdiri dari kuliner, olahan pangan, hingga kerajinan tangan. "Mereka didorong, kami berikan kesempatan untuk menunjukkan dan memasarkan produk yang dihasilkan. Menjadi peluang baru bagi pelaku UMKM lebih mengenalkan produk unggulannya," sambung Sudiarta.
UMKM turut menggerakkan perekonomian daerah saat pandemi Covid-19 melanda sementara sektor lainnya seperti pariwisata mati suri. Begitu pandemi mereda, kata Sudiarta, pemerintah mengupayakan penguatan sektor usaha itu agar lebih tangguh. Dengan memberi pelatihan, pendampingan, hingga memfasilitasi pemasaran.
"UMKM ini tetap bisa eksis saat pandemi Covid-19 kemarin, yang menguatkan justru sektor ini dan terbukti bisa survive. Sekarang diupayakan ditingkatkan kemampuan UMKM ini agar bisa lebih tangguh. Kami lihat sekarang UMKM menggeliat. Tampilan produk mereka beragam dan menarik untuk meluaskan pasar dengan memanfaatkan berbagai laman penyedia lokapasar," jelas dia. 7mzk
Isian itu lalu disiram dengan kuah kuning kental bumbu base genep. Bumbu dasar khas Bali yang terdiri dari kunyit, lengkuas, jahe, kencur, bawang merah, hingga bawang putih. Di atasnya ditabur butiran kacang kedelai sebagai topping. Kerupuk gurih menyempurnakan santapan dengan seporsinya seharga Rp 15.000 itu.
"Saya dan istri sudah tujuh tahun berjualan blayag," kata Eka Ariasa. Istrinya, mewarisi ilmu memasak belayag dari sang ibu. Ia menuturkan, cita rasa blayag dari Desa Penglatan terletak pada bumbu dan proses pembuatannya. Bumbu blayag dari desanya lebih kental dibanding blayag dari daerah lain. Proses pembuatan bumbu dilakukan manual dengan ditumbuk agar cita rasanya yang kuat.
Sehari-hari pasangan suami istri pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) ini biasa berjualan di Pasar Banyuning. Kini lapak blayag tersebut diboyong ke festival. "Kalau ada kegaitan memang sering diajak sama Dinas Perdagangan Buleleng untuk mengisi stan kuliner. Beberapa kali juga kami mengikuti pelatihan kuliner," katanya.
Dalam satu hari pelaksanaan festival, ia bisa menjual hingga 150 porsi blayag. Rata-rata pendapatannya pun mencapai Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta. Ia mengakui pendapatan itu jauh lebih banyak dibanding berjualan di pasar. "Karena itu saya senang kalau ada event seperti festival UMKM-nya diutamakan, terutama produk olahan pangan khas daerah. Masyarakat kalau melancong kan yang dicari pasti makan," kata dia.
Menurut Kepala Dinas Perdagangan Perindustrian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Buleleng Dewa Made Sudiarta, tujuan penting diadakannya Buleleng Development Festival adalah memacu aktivitas UMKM di Gumi Panjisakti. Para pelaku UMKM diberi kesempatan untuk menjual dan memasarkan produknya.
Gelaran festival ini menjadi salah satu ikhtiar untuk mendorong percepatan pemulihan kehidupan ekonomi masyarakat pasca pandemi Covid-19. Meski insidental atau dilaksanakan hanya dalam beberapa waktu saja, tetapi diharapkan memelihara semangat UMKM dan masyarakat untuk mendukung usaha mereka.
Selama enam hari festival berlangsung sejak dibuka pada Selasa (15/8) lalu hingga hari keenam pada Minggu (20/8), Buleleng Development Festival telah mencatatkan jumlah transaksi di pelaku UMKM yang mencapai Rp 1.032.632.000 atau Rp 1 miliar lebih. Nilai transaksi tersebut merupakan berkah bagi UMKM yang berkesempatan menjual produknya.
Festival setidaknya dapat menarik kunjungan warga sehingga ada perputaran uang alias geliat ekonomi. "Secara kumulatif nilai transaksi UMKM yang tercatat hingga Minggu malam sudah mencapai Rp 1 miliar lebih. Ini menjadi momentum untuk pemajuan ekonomi pasca pandemi," katanya.
Ada 36 pelaku UMKM binaan pemerintah yang diikutkan dalam festival ini. Produk yang dihadirkan terdiri dari kuliner, olahan pangan, hingga kerajinan tangan. "Mereka didorong, kami berikan kesempatan untuk menunjukkan dan memasarkan produk yang dihasilkan. Menjadi peluang baru bagi pelaku UMKM lebih mengenalkan produk unggulannya," sambung Sudiarta.
UMKM turut menggerakkan perekonomian daerah saat pandemi Covid-19 melanda sementara sektor lainnya seperti pariwisata mati suri. Begitu pandemi mereda, kata Sudiarta, pemerintah mengupayakan penguatan sektor usaha itu agar lebih tangguh. Dengan memberi pelatihan, pendampingan, hingga memfasilitasi pemasaran.
"UMKM ini tetap bisa eksis saat pandemi Covid-19 kemarin, yang menguatkan justru sektor ini dan terbukti bisa survive. Sekarang diupayakan ditingkatkan kemampuan UMKM ini agar bisa lebih tangguh. Kami lihat sekarang UMKM menggeliat. Tampilan produk mereka beragam dan menarik untuk meluaskan pasar dengan memanfaatkan berbagai laman penyedia lokapasar," jelas dia. 7mzk
1
Komentar