Ukiran Padas Singapadu Tak Hanya Penuhi Pasar Lokal, tapi Juga Ekspor
DENPASAR, NusaBali - Kerajinan ukiran batu, khususnya batu padas atau biasa disebut ukiran paras di kawasan Singapadu yakni di Desa Singapadu, Singapadu Tengah dan Desa Singapadu Kaler, Kecamatan Sukawati, Gianyar sudah lama dikenal. Hal itu karena hasil karya perajinnya yang dikenal detil sehingga menghasilkan karya bermutu tinggi.
Pemasarannya tentu tidak saja di pasar lokal yakni masyarakat Bali maupun daerah lainnya di Indonesia, namun juga pasar ekspor. Jepang, Amerika Serikat, dan Australia adalah diantara negara- negara tujuan ekspor ukiran padas Singapadu.
“Ya, memang tidak hanya untuk di lokal, pemesan dari luar juga banyak,” ujar I Ketut Peri Darmanto salah seorang perajin, dari Banjar Silakarang, Desa Singapadu Kaler, Senin (21/8).
Peri menunjuk bakal ukiran yang tengah dia garap bersama karyawannya, yang siap diekspor ke Jepang. “Kalau ke Australia, sudah pada bulan lalu,” terangnya. Selain itu, juga siap digarap ukiran yang akan dikirim ke negeri ‘Paman Sam’ Amerika Serikat.
Sedang untuk di pasar lokal, selain pesanan datang dari industri pariwisata, hotel, villa, resort dan sebagainya, banyak juga pemesan dari kalangan pengusaha atau pengembang kawasan perumahan.
“Itu belakangan banyak. Fungsinya untuk dekorasi,” terangnya. Selain tentu saja pesanan perseorangan.
Peri pun mengaku bersyukur, kerajinan ukiran paras dari Singapadu, masih banyak peminat. Karena selain untuk menjadi sumber penghasilan bagi dia dan keluarganya, Peri dapat membantu warga lainnya ikut bekerja. Termasuk saat pandemi Covid-19 memuncak, 2 tahun, Peri masih bisa bertahan.
“Kebetulan tiyang dapat proyek menggarap Monumen Patung Kapten Dipta,” ungkap nya menunjuk Monumen Patung Pahlawan Kapten I Wayan Dipta, yang kini diletakkan di sisi tenggara pertigaan Jalan Dharma Giri, sebelah barat Stadion Kapten I Wayan Dipta, Gianyar.
Namun dibalik ‘ramainya’ bisnis ukiran paras tersebut, kalangan perajin mulai merasa waswas. Pemicunya adalah ancaman kelangkaan bahan baku, yakni paras atau padas. Bukan saja paras lokal atau paras Bali, namun juga paras atau padas Jogja.
“Kalau paras Bali, memang sudah terbatas,” kata Peri. Paras Jogya pun kini mulai kelang (langka). Padahal ukiran dari bahan paras Jogja yang banyak peminatnya. Menurutnya itulah yang kini menjadi kendala perajin. Dia pun berangan-angan, untuk mendapatkan bahan baku lain. “Tiyang (saya) sempat sampai menjajagi ke Tulungagung. Di sana saya lihat marmer,” ujar pemilik usaha ‘Bali Stone Designs’ ini.
Bukan tidak mungkin, suatu waktu nanti, marmer pun akan dipahat oleh perajin jadi patung, relief maupun bentuk ukiran lain, walau lebih keras dibanding dengan memahat padas. K17.
1
Komentar