Diatur Perda, Desa Adat Kini Diawasi Ombudsman
DENPASAR, NusaBali - Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali, Dewa Made Indra berkomitmen menindaklanjuti rekomendasi Ombudsman RI Provinsi Bali yang baru saja merampungkan rapid assessment terhadap pelayanan publik terkait keberadaan Desa Adat. Komitmen itu disampaikan Sekda Dewa Indra saat menerima Kepala Ombudsman RI Provinsi Bali Ni Nyoman Sri Widhiyanti di Kantor Gubernur Bali, Senin (28/8).
Dalam kesempatan itu, Sri Widhiyanti yang didampingi Kepala Pencegahan Ombudsman RI Provinsi Bali Ida Bagus Oka M menyampaikan gambaran umum tugas yang diemban lembaga yang dipimpinnya. Widhiyanti menerangkan, Ombudsman mempunyai beberapa tugas yaitu menerima laporan atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik, melakukan pemeriksaan subtansi atas laporan serta menindaklanjuti laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan Ombudsman. “Selain menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan maladministrasi, kami juga melakukan kajian cepat terhadap pelaksanaan pelayanan publik,” ujarnya.
Pelayanan publik yang berkaitan dengan keberadaan Desa Adat menjadi salah satu bahan kajian Ombudsman RI Provinsi Bali. “Kami mulai bisa masuk untuk melakukan pengawasan terhadap Desa Adat karena sudah ada payung hukum berupa Perda. Sudah bisa diketagorikan urusan dinas karena ada anggaran pemerintah masuk ke Desa Adat,” urainya. Langkah ini diambil karena pihaknya banyak mendapat pengaduan masyarakat, khususnya persoalan yang berhubungan dengan pungutan.
Untuk itu, Ombudsman RI mendorong Pemprov Bali mengambil langkah untuk memperlancar proses pemberian nomor register agar konsep pararem yang telah disusun sejumlah Desa Adat dapat segera disahkan dan menjadi payung hukum di wewidangan masing-masing. Salah satu rekomendasi yang diberikan Ombudsman RI adalah penetapan standar waktu dalam proses pengajuan pararem hingga memperoleh nomor register.
Menambahkan penjelasan Widhiyanti, Kepala Pencegahan Ombudsman RI Bali Ida Bagus Oka M menyarankan agar lembaga terkait menyusun standar pelayanan yang meliputi durasi, biaya dan hal lainnya. Dalam proses rapid assessment, Ombudsman melakukan wawancara di 21 Desa Adat. Dari hasil wawancara, diperoleh informasi bahwa sosialisasi terkait hasil pesamuan agung belum sepenuhnya dipahami prajuru Desa Adat. “Untuk itu, kita merekomendasikan pelaksanaan rekomendasi yang lebih intens dengan melibatkan pengurus inti, bukan hanya tenaga admin,” cetusnya.
Menanggapi hasil rapid assessment tersebut, Sekda Dewa Indra menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada Ombudsman RI yang menaruh perhatian terhadap pelayananan publik khususnya yang berkaitan dengan Desa Adat di Bali. “Kita mempunyai komitmen yang sama terhadap peningkatan kualitas pelayanan publik. Makin banyak yang mengawasi, dorongan untuk meningkatkan kualitas layanan akan makin kuat,” ucapnya. Diakui olehnya, persoalan pungutan di lingkup Desa Adat beberapa kali mencuat ke ruang publik dan memang ada laporan masyarakat ke lembaga seperti Ombudsman hingga KPK. Menyikapi hal ini, Pemprov Bali telah melakukan sejumlah langkah diantaranya dengan melakukan revisi regulasi untuk memberikan kepastian hukum tentang pungutan Desa Adat.
“Ini harus jadi perhatian kita bersama. Kita terus berusaha melakukan perbaikan sesuai dengan saran dari lembaga terkait,” tandasnya. Terkait rekomendasi Ombudsman RI tentang perlunya penetapan standar waktu, Sekda Dewa Indra minta jajaran Kadis PMA melakukan pemetaan dan menetapkan skala prioritas. “Identifikasi pengajuan pararem dari Desa Adat yang isunya muncul di ruang publik, beri prioritas untuk memperoleh nomor registrasi,” cetusnya. Untuk Desa Adat lainnya, disarankan untuk mengikuti pedoman yang telah disusun Pemprov Bali dengan semangat berkeadilan dan besaran pungutan yang disesuaikan dengan kemampuan masyarakat.
Menindaklanjuti arahan Sekda Dewa Indra, Kepala Dinas PMA Provinsi Bali I Gusti Agung Ketut Kartika Jaya Saputra, SH akan melakukan konsolidasi dan koordinasi karena tahapan pengeluaran nomor register melibatkan Majelis Desa Adat Provinsi Bali. Prinsipnya, bila usulan pararem sudah terverifikasi MDA, pihaknya langsung mengeluarkan nomor registrasi. Penyerahan hasil rapid assessment ditandai dengan penandatanganan berita acara oleh Sekda Dewa Indra dan Kepala Ombudsman RI Provinsi Bali Ni Nyoman Sri Widhiyanti. 7 cr78
Pelayanan publik yang berkaitan dengan keberadaan Desa Adat menjadi salah satu bahan kajian Ombudsman RI Provinsi Bali. “Kami mulai bisa masuk untuk melakukan pengawasan terhadap Desa Adat karena sudah ada payung hukum berupa Perda. Sudah bisa diketagorikan urusan dinas karena ada anggaran pemerintah masuk ke Desa Adat,” urainya. Langkah ini diambil karena pihaknya banyak mendapat pengaduan masyarakat, khususnya persoalan yang berhubungan dengan pungutan.
Untuk itu, Ombudsman RI mendorong Pemprov Bali mengambil langkah untuk memperlancar proses pemberian nomor register agar konsep pararem yang telah disusun sejumlah Desa Adat dapat segera disahkan dan menjadi payung hukum di wewidangan masing-masing. Salah satu rekomendasi yang diberikan Ombudsman RI adalah penetapan standar waktu dalam proses pengajuan pararem hingga memperoleh nomor register.
Menambahkan penjelasan Widhiyanti, Kepala Pencegahan Ombudsman RI Bali Ida Bagus Oka M menyarankan agar lembaga terkait menyusun standar pelayanan yang meliputi durasi, biaya dan hal lainnya. Dalam proses rapid assessment, Ombudsman melakukan wawancara di 21 Desa Adat. Dari hasil wawancara, diperoleh informasi bahwa sosialisasi terkait hasil pesamuan agung belum sepenuhnya dipahami prajuru Desa Adat. “Untuk itu, kita merekomendasikan pelaksanaan rekomendasi yang lebih intens dengan melibatkan pengurus inti, bukan hanya tenaga admin,” cetusnya.
Menanggapi hasil rapid assessment tersebut, Sekda Dewa Indra menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada Ombudsman RI yang menaruh perhatian terhadap pelayananan publik khususnya yang berkaitan dengan Desa Adat di Bali. “Kita mempunyai komitmen yang sama terhadap peningkatan kualitas pelayanan publik. Makin banyak yang mengawasi, dorongan untuk meningkatkan kualitas layanan akan makin kuat,” ucapnya. Diakui olehnya, persoalan pungutan di lingkup Desa Adat beberapa kali mencuat ke ruang publik dan memang ada laporan masyarakat ke lembaga seperti Ombudsman hingga KPK. Menyikapi hal ini, Pemprov Bali telah melakukan sejumlah langkah diantaranya dengan melakukan revisi regulasi untuk memberikan kepastian hukum tentang pungutan Desa Adat.
“Ini harus jadi perhatian kita bersama. Kita terus berusaha melakukan perbaikan sesuai dengan saran dari lembaga terkait,” tandasnya. Terkait rekomendasi Ombudsman RI tentang perlunya penetapan standar waktu, Sekda Dewa Indra minta jajaran Kadis PMA melakukan pemetaan dan menetapkan skala prioritas. “Identifikasi pengajuan pararem dari Desa Adat yang isunya muncul di ruang publik, beri prioritas untuk memperoleh nomor registrasi,” cetusnya. Untuk Desa Adat lainnya, disarankan untuk mengikuti pedoman yang telah disusun Pemprov Bali dengan semangat berkeadilan dan besaran pungutan yang disesuaikan dengan kemampuan masyarakat.
Menindaklanjuti arahan Sekda Dewa Indra, Kepala Dinas PMA Provinsi Bali I Gusti Agung Ketut Kartika Jaya Saputra, SH akan melakukan konsolidasi dan koordinasi karena tahapan pengeluaran nomor register melibatkan Majelis Desa Adat Provinsi Bali. Prinsipnya, bila usulan pararem sudah terverifikasi MDA, pihaknya langsung mengeluarkan nomor registrasi. Penyerahan hasil rapid assessment ditandai dengan penandatanganan berita acara oleh Sekda Dewa Indra dan Kepala Ombudsman RI Provinsi Bali Ni Nyoman Sri Widhiyanti. 7 cr78
Komentar