97 Calon Siswa SMP dari Dua Desa di Gerokgak Terancam Do
Sebanyak 97 siswa tamatan SD dari dua desa bertetangga di Kecamatan Gerokgak, Buleleng tidak diterima masuk SMP Negeri, karena kebijakan zonasi Penerimaan Peserta Ddidik Baru (PPDB) tahun ajaran 2017/2017.
SINGARAJA, NusaBali
Olah Disdikpora Buleleng, mereka diarahkan masuk ke sekolah swasta. Jika menolak, mereka terancam tidak sekilah alias drop out (DO).
Para siswa tamatan SD yang tidak diterima di SMP Negeri dan terancam DO ini berasal dari Desa Pemuteran dan Desa Pejarakan. Mereka tinggal dalam jarak lebih dari 6 kilometer dengan empat SMP Negeri yang ada di Kecamatan Gerokgak. Sedangkan siswa tamatan SD lainnya dari dua desa ini yang tempat tinggalnya dekat dengan salah satu dari empat SMP Negeri tersebut, bisa lolos.
Gara-gara belum dapat sekolah hingga Selasa (4/7), para orangftua dari 97 siswa asal dua desa bertetangga di Kecamatan Gerokgak ini panik. Pihak Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Buleleng pun berinisiatif mengumpulkan para orangtua 97 siswa tersebut dan bertemu Kepala Unit Pelaksanaan Pendidikan (UPP) Gerokgak, Selasa kemarin.
Saat dikumpulkan kemarin, para orangtua siswa diarahkan untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta yakni SMP Nusadua Gerokgak. Menurut Sekretaris Disdikpora Buleleng, I Made Ngadeg, bukan hanya para orangtua 97 siswa yang dikumpulkan. Para siswa yang tidak dapat sekolah itu juga ikut dihadirkan. Bahkan, pihak SMP Nusadua Gerokgak juga dihadirkan.
“Ya, hari ini (kemarin) Kepala UPP, Camat, orangtua, dan siswa bersangkutan kami kumpulkan dan diarahkan ke sekolah swasta. Kebetulan, di sana ada SMP Nusadua,” ujar Sekretaris Disdikpora Buleleng, I Made Ngadeg, saat ditemui NusaBali di Singaraja, Selasa kemarin.
Menurut Made Ngadeg, pihak SMP Nusadua dihadirkan dalam rapat kemarin untuk memaparkan profil sekolahnya, berikut fasilitas yang dimiliki, serta rincian biaya pendidikan yang dikenakan kepada masing-masing siswa. “Jangan sampai orangtua siswa takut sekolahkan anaknya di SMP Nusadua karena biayanya mahal. Jadi, harus ada pemaparan apakah layak atau tidak sebagai pertimbangan menyekolahkan anak mereka di sana,” tegas Ngadeg. Disdikpora Buleleng, kata Ngadeg, juga menyarankan SMP Nusadua untuk idak memungut biaya operasional, jika sudah mendapatkan dana BOS.
Sebelumnyam, ratusan siswa lulusan SD dari empat desa bertetangga di wilayah Kecamatan Buleleng: Desa Pemaron, Desa Tukadmungga, Desa Anturan, dan Desa Kalibukbuk juga mengalami masalah serupa, gara-gara kebijakan zonazi PPDB SMP. Disdikpora Buleleng sendiri putuskan bangun SMPN 8 Singaraja, guna menampung mereka.
Disdikpora Buleleng awalnya menawarkan tiga solusi alternatif. Pertama, mendirikan sekolah satu atap (Satap). Kedua, siswa tamatan SD dari empat desa bertetangga melamar ke SMP swasta. Ketiga, Disdikpora Buleleng mendirikan SMPN 8 Singaraja untuk menampung para siswa dari empat desa bertetangga. Solusi alternatif pertama dan kedua ditolak Perbekel keempat desa, hingga akhirnya Membangun SMPN 8 Sinaraja yang disepakati.
Sebelum diberlakukannya kebijakan zonasi PPDB SMPN tahun ajaran 2017/2018, para siswa tamatan SD dari empat desa bertetangga selama ini bersekolah ke SMPN 2 Singaraja, SMPN 4 Singaraja, dan SMPN 6 Singaraja.
Sementara itu, permasalahan PPDB tahun ajaran 2017/2018 masih terjadi di sejumlah wilayah di Buleleng, terutama untuk jenjang pendidikan SD. Itu sebabnya, Selasa kemarin Disdikpora Buleleng sempat manggil Kepala KUPP Kecamatan Buleleng beserta Kepala Sekolah (Kasek) SDN 1 Banyuasri, SDN 2 Banyuasri, SDN 5 Banyuasri, SDN 1 Banjar Jawa, SDN 3 Banjar Jawa, dan SDN 5 Banjar Jawa. Mereka dipanggil bersama Lurah masing-masing. Masalahnya, banyak calon siswa dari dekat sekolah tersebut tidak diterima, lantaran kuota sudah penuh.
Masalah serupa juga terjadi di SDN 9 Bondalem, Kecamatan Tejakula, Buleleng. Di sini tercatat ada 38 calon siswa berusia 6-8 tahun, sedangkan kuota maksimal satu kelas hanya 28 orang. Padahal, warga setempat tidak mungkin menyekolahkan anak mereka ke sekolah lain yang jaraknya sangat jauh. “Karenanya, terpaksa diterima semua, mengingat SDN 9 Bondalem adalah sekolah satu-satunya di sana,” papar Ngadeg.
Menurut Ngadeg, penambahan kuota dibolehkan dalam Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017, bila di kawasan tersebut masih banyak anak yang belum mendapatkan sekolah dengan memenuhi persyaratan umur. Jumlah penambahan itu akan disesuaikan dengan kapasitas ruang kelas belajar yang dimiliki. *k23
Para siswa tamatan SD yang tidak diterima di SMP Negeri dan terancam DO ini berasal dari Desa Pemuteran dan Desa Pejarakan. Mereka tinggal dalam jarak lebih dari 6 kilometer dengan empat SMP Negeri yang ada di Kecamatan Gerokgak. Sedangkan siswa tamatan SD lainnya dari dua desa ini yang tempat tinggalnya dekat dengan salah satu dari empat SMP Negeri tersebut, bisa lolos.
Gara-gara belum dapat sekolah hingga Selasa (4/7), para orangftua dari 97 siswa asal dua desa bertetangga di Kecamatan Gerokgak ini panik. Pihak Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Buleleng pun berinisiatif mengumpulkan para orangtua 97 siswa tersebut dan bertemu Kepala Unit Pelaksanaan Pendidikan (UPP) Gerokgak, Selasa kemarin.
Saat dikumpulkan kemarin, para orangtua siswa diarahkan untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta yakni SMP Nusadua Gerokgak. Menurut Sekretaris Disdikpora Buleleng, I Made Ngadeg, bukan hanya para orangtua 97 siswa yang dikumpulkan. Para siswa yang tidak dapat sekolah itu juga ikut dihadirkan. Bahkan, pihak SMP Nusadua Gerokgak juga dihadirkan.
“Ya, hari ini (kemarin) Kepala UPP, Camat, orangtua, dan siswa bersangkutan kami kumpulkan dan diarahkan ke sekolah swasta. Kebetulan, di sana ada SMP Nusadua,” ujar Sekretaris Disdikpora Buleleng, I Made Ngadeg, saat ditemui NusaBali di Singaraja, Selasa kemarin.
Menurut Made Ngadeg, pihak SMP Nusadua dihadirkan dalam rapat kemarin untuk memaparkan profil sekolahnya, berikut fasilitas yang dimiliki, serta rincian biaya pendidikan yang dikenakan kepada masing-masing siswa. “Jangan sampai orangtua siswa takut sekolahkan anaknya di SMP Nusadua karena biayanya mahal. Jadi, harus ada pemaparan apakah layak atau tidak sebagai pertimbangan menyekolahkan anak mereka di sana,” tegas Ngadeg. Disdikpora Buleleng, kata Ngadeg, juga menyarankan SMP Nusadua untuk idak memungut biaya operasional, jika sudah mendapatkan dana BOS.
Sebelumnyam, ratusan siswa lulusan SD dari empat desa bertetangga di wilayah Kecamatan Buleleng: Desa Pemaron, Desa Tukadmungga, Desa Anturan, dan Desa Kalibukbuk juga mengalami masalah serupa, gara-gara kebijakan zonazi PPDB SMP. Disdikpora Buleleng sendiri putuskan bangun SMPN 8 Singaraja, guna menampung mereka.
Disdikpora Buleleng awalnya menawarkan tiga solusi alternatif. Pertama, mendirikan sekolah satu atap (Satap). Kedua, siswa tamatan SD dari empat desa bertetangga melamar ke SMP swasta. Ketiga, Disdikpora Buleleng mendirikan SMPN 8 Singaraja untuk menampung para siswa dari empat desa bertetangga. Solusi alternatif pertama dan kedua ditolak Perbekel keempat desa, hingga akhirnya Membangun SMPN 8 Sinaraja yang disepakati.
Sebelum diberlakukannya kebijakan zonasi PPDB SMPN tahun ajaran 2017/2018, para siswa tamatan SD dari empat desa bertetangga selama ini bersekolah ke SMPN 2 Singaraja, SMPN 4 Singaraja, dan SMPN 6 Singaraja.
Sementara itu, permasalahan PPDB tahun ajaran 2017/2018 masih terjadi di sejumlah wilayah di Buleleng, terutama untuk jenjang pendidikan SD. Itu sebabnya, Selasa kemarin Disdikpora Buleleng sempat manggil Kepala KUPP Kecamatan Buleleng beserta Kepala Sekolah (Kasek) SDN 1 Banyuasri, SDN 2 Banyuasri, SDN 5 Banyuasri, SDN 1 Banjar Jawa, SDN 3 Banjar Jawa, dan SDN 5 Banjar Jawa. Mereka dipanggil bersama Lurah masing-masing. Masalahnya, banyak calon siswa dari dekat sekolah tersebut tidak diterima, lantaran kuota sudah penuh.
Masalah serupa juga terjadi di SDN 9 Bondalem, Kecamatan Tejakula, Buleleng. Di sini tercatat ada 38 calon siswa berusia 6-8 tahun, sedangkan kuota maksimal satu kelas hanya 28 orang. Padahal, warga setempat tidak mungkin menyekolahkan anak mereka ke sekolah lain yang jaraknya sangat jauh. “Karenanya, terpaksa diterima semua, mengingat SDN 9 Bondalem adalah sekolah satu-satunya di sana,” papar Ngadeg.
Menurut Ngadeg, penambahan kuota dibolehkan dalam Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017, bila di kawasan tersebut masih banyak anak yang belum mendapatkan sekolah dengan memenuhi persyaratan umur. Jumlah penambahan itu akan disesuaikan dengan kapasitas ruang kelas belajar yang dimiliki. *k23
1
Komentar