Batang Pohon Terus Keluarkan Air, Dipercaya Sebagai Tamba
Pasca Pemotongan Batang Pohon Mirip Dewandaru di Pura Dalem Solo, Desa Sedang, Abiansemal, Badung
Awalnya, pohon tersebut dipotong untuk keperluan membuat pererai tapel (topeng) pelawatan rangda Ida Ratu Niang Lingsir dan Ida Ratu Mas Manik Maketel
MANGUPURA, NusaBali
Kejadian unik terjadi di Cagar Budaya Pura Dalem Solo, Desa Sedang, Kecamatan Abiansemal, Badung. Sebuah pohon mirip pohon dewandaru di areal pura tersebut terus mengeluarkan air tanpa henti pasca dipotong sejak dua minggu lalu. Sempat dikira getah, namun pamangku dan masyarakat setempat meyakini rembesan air yang keluar tersebut memiliki khasiat sebagai tamba (obat) setelah mendapatkan petunjuk.
Jero Mangku Pura Dalem Solo, I Gusti Agung Ngurah Arta Wijaya mengungkapkan, pohon mirip dewandaru ini berusia ratusan tahun dan tumbuh di area Palinggih Pura Anyar yang merupakan cikal bakal adanya Pura Dalem Solo. Awalnya, pohon mirip dewandaru tersebut dipotong untuk keperluan membuat pererai tapel (topeng) pelawatan rangda Ida Ratu Niang Lingsir dan Ida Ratu Mas Manik Maketel.
Namun setelah dipotong, sehari kemudian justru ada air yang merembes tiada henti dari irisan batang pohon tersebut. Bahkan hingga saat ini. Munculnya air dari batang pohon mirip dewandaru itu pertama kali diketahui oleh dirinya bersama Juru Kunci Pura, Prajuru, dan Jero Mangku lainnya. “Awalnya kami mengira itu getah. Kalau getah kan biasanya lama kelamaan akan kering. Apalagi kena sinar matahari. Tapi ini terus merembes sampai hari ini. Kalau dibilang getah, ini tidak lengket. Seperti air, tapi tidak bening,” ujarnya saat ditemui, Rabu (30/8). Ngurah Arta Wijaya melanjutkan, dua hari kemudian atau tiga hari pasca dipotong, ada sebuah petunjuk yang muncul. Bahwa air yang merembes dari batang pohon mirip dewandaru tersebut memang dianugerahkan untuk tamba (obat). Sedangkan kayu yang dipotong harus digunakan sebagai tapel pelawaran rangda Ida Ratu Niang Lingsir dan Ida Ratu Mas Manik Maketel.
Kejadian unik terjadi di Cagar Budaya Pura Dalem Solo, Desa Sedang, Kecamatan Abiansemal, Badung. Sebuah pohon mirip pohon dewandaru di areal pura tersebut terus mengeluarkan air tanpa henti pasca dipotong sejak dua minggu lalu. Sempat dikira getah, namun pamangku dan masyarakat setempat meyakini rembesan air yang keluar tersebut memiliki khasiat sebagai tamba (obat) setelah mendapatkan petunjuk.
Jero Mangku Pura Dalem Solo, I Gusti Agung Ngurah Arta Wijaya mengungkapkan, pohon mirip dewandaru ini berusia ratusan tahun dan tumbuh di area Palinggih Pura Anyar yang merupakan cikal bakal adanya Pura Dalem Solo. Awalnya, pohon mirip dewandaru tersebut dipotong untuk keperluan membuat pererai tapel (topeng) pelawatan rangda Ida Ratu Niang Lingsir dan Ida Ratu Mas Manik Maketel.
Namun setelah dipotong, sehari kemudian justru ada air yang merembes tiada henti dari irisan batang pohon tersebut. Bahkan hingga saat ini. Munculnya air dari batang pohon mirip dewandaru itu pertama kali diketahui oleh dirinya bersama Juru Kunci Pura, Prajuru, dan Jero Mangku lainnya. “Awalnya kami mengira itu getah. Kalau getah kan biasanya lama kelamaan akan kering. Apalagi kena sinar matahari. Tapi ini terus merembes sampai hari ini. Kalau dibilang getah, ini tidak lengket. Seperti air, tapi tidak bening,” ujarnya saat ditemui, Rabu (30/8). Ngurah Arta Wijaya melanjutkan, dua hari kemudian atau tiga hari pasca dipotong, ada sebuah petunjuk yang muncul. Bahwa air yang merembes dari batang pohon mirip dewandaru tersebut memang dianugerahkan untuk tamba (obat). Sedangkan kayu yang dipotong harus digunakan sebagai tapel pelawaran rangda Ida Ratu Niang Lingsir dan Ida Ratu Mas Manik Maketel.
Dari yang ia ketahui, pohon mirip dewandaru ini sudah berusia ratusan tahun dan disucikan selama ini. Konon, tepat di pohon tersebut merupakan tempat bertapa Hyang Dalem Sala. “Jadi beberapa hari kemudian, ada tapakan yang kelinggihan. Di sana diberi petunjuk bahwa taru (kayu) dari pohon ini memang harus dipakai untuk tapel berupa pelawatan rangda Ratu Niang Lingsir dan Ratu Mas Manik Maketel. Sedangkan niki (air yang keluar dari batang pohon) memang kepaica untuk tamba oleh Beliau,” jelasnya sambil menunjukkan batang pohon yang terus mengeluarkan air.
Keanehan air yang keluar dari batang pohon tersebut pun mengundang penasaran warga. Karena terlihat aneh, masyarakat akhirnya berbondong-bondong datang untuk ngelungsur (meminta) air tirta tersebut. Bahkan, saat Kajeng Kliwon Minggu (27/8) lalu, kata Ngurah Arta Wijaya, cukup ramai masyarakat yang nunas tirta tersebut sebagai obat. Konon, air tirta tersebut bisa berkhasiat untuk mengobati penyakit yang berhubungan dengan niskala maupun sakit biasa pada badan.
“Sewaktu Kajeng Kliwon hampir 2 liter lebih air tirta yang terkumpul. Menurut penuturan masyarakat, rasa tirta saat diminum berbeda-beda. Ada yang merasa manis, sepet, pahit, selain itu ada juga yang menyebut hambar. Dari petunjuk yang diterima, air yang muncul itu dapat mengobati penyakit yang ada dengan niskala. Penyakit yang biasa juga kemarin ada yang bilang sakit pinggang. Setelah meminum, beberapa jamnya langsung hilang sakitnya,” ungkapnya. Ditambahkan Ngurah Arta Wijaya, saat ini dirinya juga berencana untuk menyerahkan sampel air tirta tersebut untuk diteliti oleh ahli, sehingga dapat diketahui kandungan airnya.
Sementara itu, batang pohon yang dipotong rencananya akan digunakan dalam pembuatan dua tapel Pelawatan Rangda Ida Ratu Niang Lingsir dan Ida Ratu Mas Manik Maketel. Namun saat ini masih memperhitungkan pemilihan hari baik. “Untuk pembuatannya akan diawali dengan nunas dewasa ayu (mencari hari baik). Mungkin akan dilakukan Purnama ini,” pungkasnya. 7 ind
Komentar