Petani Minta Harga Saprodi Jangan Ikutan Naik
Dibalik Harga Gabah yang Membaik
DENPASAR, NusaBali - Petani meminta produsen, yakni BUMN yang memproduksi sarana produksi (saprodi) tidak menaikkan harga saprodi. Hal itu menyusul naiknya harga gabah, yang menurut versi petani tentu mengembirakan. Karena ketika harga gabah naik, sebaliknya harga saprodi ikut naik, keuntungan yang dinikmati petani jadi mubazir atau sia-sia.
I Wayan Sukanada, salah seorang petani menyampaikan hal itu.
“Kita berterimakasih atas kepedulian pemerintah, baik gubernur, bupati/walikota yang mensupport petani,” ujarnya, Minggu(3/9).
Pria yang Pekaseh Subak Dukuh, Desa Kukuh, Kecamatan Marga, Tabanan menyebut bantuan pupuk organik bersubsidi yang digelontorkan Pemprov, disebutnya sebagai contoh bentuk dukungan pemerintah itu.
“Jadi matur suksma kepada pemerintah, melalui leading sektor diantaranya Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi,” ucapnya.
Kata dia, bantuan tersebut tentu bermanfaat. Apalagi petani membayarnya relatif murah , karena mendapat subsidi dari pemerintah.
Di Subak Dukuh contohnya, bantuan pupuk organik yang digelontorkan Pemprov Bali sekitar 42 ton dengan harga Rp6.000 per zak yang isinya 40 kilogram.
Sementara harga gabah di lapangan mencapai Rp 6.000 lebih perkilo. Harga gabah itu tentu membuat petani lega. Karena dengan harga Rp6.000 ke atas itu, pendapatan petani dirasa sepadan dengan hasil kerja keras petani.
Namun lacur buat petani apabila harga saprodi ikut meroket juga.
“Bila harga saprodi naik, jelas mubazir hasil yang dirasakan petani. Karena akan banyak tersedot untuk membeli saprodi,” ujarnya.
Walaupun, bahan baku saprodi itu barangkali ada yang bersumber dari impor, diharapkan produsen tidak lantas angkat harga saprodi.
“Mohonlah bantu petani, karena petani yang memproduksi sumber pangan kita semua,” tandasnya.
Selain itu, Sukanada meminta pemerintah memperbanyak jumlah tenaga penyuluh pertanian lapangan (PPL). Harapannya satu desa ada 1 orang tenaga PPL. Dan PPL yang ditugaskan, memang yang memiliki kompetensi di bidang pertanian maupun peternakan.
“Janganlah PPL yang tidak ada kompetensinya dengan pertanian,” harapnya.
Menurutnya, tenaga PPL tentu penting dalam pendampingan petani di lapangan. Jumlah PPL saat ini dirasakan minim, karena 1 PPL merangkap untuk beberapa desa. Kata Sukanada, keadaan itu jelas tidak maksimal dalam pendampingan petani di lapangan. K17.
Komentar