Soal Penghapusan Pertalite, Kemenkeu Belum Diajak Bicara
JAKARTA, NusaBali - Kementerian Keuangan mengaku belum diajak bicara oleh lembaga atau instansi pemerintah lain soal wacana penghapusan pertalite yang digaungkan PT Pertamina (Persero).
"Itu belum dibahas (penghapusan pertalite dan potensi beban keuangan negara)," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, seperti dilansir CNNIndonesia.com, Senin (4/9).
Febrio juga menegaskan belum ada pembahasan soal insentif berupa pembebasan pungutan bea cukai bioetanol yang digunakan untuk bahan baku pertamax green 92, yakni calon pengganti pertalite.
Hal serupa juga ditegaskan Dirjen Bea dan Cukai Kemenkeu Askolani yang mengaku sama sekali belum membahas rencana penghapusan pertalite tersebut dengan Pertamina.
"Belum ada pembahasan itu (pembebasan cukai bioetanol). Enggak tahu. Bukan soal ruang, pembahasan saja belum, kami belum tahu bentuknya. Enggak ada (pembahasan dengan Pertamina)," tegasnya di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (31/8).
Askolani menegaskan jika pun rencana itu benar, maka harus dibahas secara terbuka. Oleh karena itu, ia enggan berandai-andai bagaimana mekanisme penerapannya, termasuk perubahan peraturan menteri keuangan (PMK).
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengusulkan penghapusan pertalite mulai tahun depan. Nantinya, subsidi untuk pertalite dialihkan ke pertamax green 92.
"BBM subsidi kita naikkan dari RON 90 ke RON 92, karena aturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) oktan number yang boleh dijual di Indonesia minimum 91," kata Nicke dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (30/8).
Sementara itu, pengamat ekonomi dari Indonesia Strategic and Economics Action Institution Ronny P Sasmita mengatakan, wacana penghapusan pertalite membuat masyarakat mau tak mau harus memberli pertamax green lantaran akan menggantikan pertalite. Ronny menilai kebijakan tersebut merupakan kenaikan harga BBM dengan cara yang halus namun tricky dan sedikit picik.
"Ini bahasa lain dari menaikan harga BBM untuk publik, yang awalnya harga pertalite Rp 10.000, lalu pertalitenya dihapus, lalu diganti pertamax green dengan harga Rp 13.500," ujar Ronny dalam keterangan dilansir Kontan.co.id, Minggu (3/9).
Ronny menilai, wacana tersebut juga bisa memicu inflasi. Pasalnya, jika pertalitenya dihapus dan digantikan dengan pertamax green dengan harga Rp 13.500 maka ada kenaikan Rp 3.500. Otomatis, pengeluaran transportasi baik manusia dan barang akan meningkat Rp 3.500 per liter.
Menurutnya, saat pertaline naik dari Rp 7.600 menjadi Rp 10.000 pada tahun lalu, inflasi Indonesia baik berturut-turut dalam beberapa bulan dan daya beli masyarakat tertekan cukup besar sehingga pemerintah harus memberikan bansos BBM. Nah, hal tersebut juga bisa terulang kembali apabila wacana penghapusan dan penggatian pertalite ke pertamac green 92 tetap dilakukan.
"Maka jika kali ini secara nominal ada kenaikan Rp 3.500, otomatis inflasinya juga lebih kurang akan sama," terang Ronny. 7
1
Komentar