Aprindo Merasa Dipermainkan Kemendag
Soal Utang Rafaksi Migor
JAKARTA, NusaBali - Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo) mengaku kesal lantaran utang rafaksi minyak goreng (migor) masih belum dibayarkan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) hingga saat ini.
Ketua Aprindo Roy Mandey mengatakan, dengan adanya rencana Kemendag yang membawa polemik ini kembali ke Kementerian Perekonomian menandakan ketidak seriusan pemerintah dalam menyelesaikan kewajibannya untuk membayar utang rafaksi minyak goreng senilai Rp 344 miliar itu.
Padahal dia menjelaskan, Aprindo sendiri telah mengikuti semua prosedur yang dimintai Kemendag, mulai dari meminta pendapat hukum (legal opinion/LO) dari Kejaksaan Agung, hingga ke Sucofindo selaku verifikator lantaran dinilai nilai utangnya tidak sesuai.PT Sucofindo mengklaim pemerintah memiliki utang sebesar Rp 474,8 miliar namun Aprindo mengklaim sebesar Rp 344 miliar.
"Kita dipingpong (lempar sana-sini). Kenapa dipingpong, ya sudah dong Kemenko Perekonomian dari awal memang tupoksinya di dia, tapi kenapa diujung ditanya lagi, dinyatakan lagi kita mau ke Kemenko Perekonomian," ujar Roy saat ditemui di Kementerian Perdagangan, seperti dilansir kompas.com, Selasa (5/9).
"Lah yang dari Kejaksaan Agung gimana? Legal Opinion-nya (LO) kan sudah keluar. Katanya kalau sudah dari Kejagung keluar LO-nya sudah selesai, saya bilang itu dagelan, pingpong. Kalau bisa dipermudah dipersulit," sambung Roy.
Imbas hal itu, Roy mengatakan, selain Hypermart dan Ramayana, saat ini sudah ada 10 ritel modern lainnya yang sudah melakukan pemotongan tagihan minyak goreng yang berjalan kepada distributor atau produsen.
Roy menjelaskan, pemotongan tagihan tersebut sebagai upaya mengganti selisih harga yang belum dibayarkan Kementerian Perdagangan.
"Selain Ramayana yang sudah mulai pemotongan tagihan Hypermart. Selain Hypermart, peritel lokal banyak total ada sekitar 10-an yang sudah melakukan pemotongan tagihan di beberapa provinsi," kata Roy.
Roy menegaskan pihaknya tidak akan rugi jika opsi penghentian penjualan minyak goreng di toko ritel dilakukan. Hal ini dia ungkapkan sekaligus merespons pernyataan Menteri Perdagangan Zulkifili Hasan yang menyatakan Aprindo akan rugi jika produk minyak goreng tidak dijual di 45.000 gerai milik pengusaha yang tergabung dalam Aprindo.
"Bukan kitanya yang rugi tapi produsennya yang nyetop karena mereka yang rugi. Itu tidak membuat kerugian," ujar Roy.
Lebih lanjut Roy mengatakan, selama ini pihaknya tidak mendapatkan keuntungan yang besar dari penjualan minyak goreng dan bahan-bahan pokok lainnya. Sebab, produk-produk tersebut merupakan produk penjualan yang bersifat traffic puller atau produk yang dijual untuk menarik jumlah pengunjung.
Oleh sebab itu, opsi melakukan penyetopan penjualan minyak goreng di toko ritel masih ada jika Kemendag belum mau membayarkan utangnya ke Aprindo.
"Kita dapat margin migor emang berapa? Semua yang namanya bahan pokok bukan menciptakan yang namanya profit. Itu hanya untuk menciptakan traffic puller biar orang ramai datang. Beli beras, beli gula, beli migor. Enggak signifikan untungnya," jelas Roy.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan mengadakan pertemuan dengan Kementerian Perekonomian membahas pembayaran utang rafaksi minyak goreng pada pekan depan. Hal ini menyusul sudah keluarnya Legal Opinion (LO) dari Kejaksaan Agung yang menyatakan meskipun aturan pengadaan utang itu yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit dicabut, kewajiban pemerintah tetap berlaku untuk membayar.
Padahal dia menjelaskan, Aprindo sendiri telah mengikuti semua prosedur yang dimintai Kemendag, mulai dari meminta pendapat hukum (legal opinion/LO) dari Kejaksaan Agung, hingga ke Sucofindo selaku verifikator lantaran dinilai nilai utangnya tidak sesuai.PT Sucofindo mengklaim pemerintah memiliki utang sebesar Rp 474,8 miliar namun Aprindo mengklaim sebesar Rp 344 miliar.
"Kita dipingpong (lempar sana-sini). Kenapa dipingpong, ya sudah dong Kemenko Perekonomian dari awal memang tupoksinya di dia, tapi kenapa diujung ditanya lagi, dinyatakan lagi kita mau ke Kemenko Perekonomian," ujar Roy saat ditemui di Kementerian Perdagangan, seperti dilansir kompas.com, Selasa (5/9).
"Lah yang dari Kejaksaan Agung gimana? Legal Opinion-nya (LO) kan sudah keluar. Katanya kalau sudah dari Kejagung keluar LO-nya sudah selesai, saya bilang itu dagelan, pingpong. Kalau bisa dipermudah dipersulit," sambung Roy.
Imbas hal itu, Roy mengatakan, selain Hypermart dan Ramayana, saat ini sudah ada 10 ritel modern lainnya yang sudah melakukan pemotongan tagihan minyak goreng yang berjalan kepada distributor atau produsen.
Roy menjelaskan, pemotongan tagihan tersebut sebagai upaya mengganti selisih harga yang belum dibayarkan Kementerian Perdagangan.
"Selain Ramayana yang sudah mulai pemotongan tagihan Hypermart. Selain Hypermart, peritel lokal banyak total ada sekitar 10-an yang sudah melakukan pemotongan tagihan di beberapa provinsi," kata Roy.
Roy menegaskan pihaknya tidak akan rugi jika opsi penghentian penjualan minyak goreng di toko ritel dilakukan. Hal ini dia ungkapkan sekaligus merespons pernyataan Menteri Perdagangan Zulkifili Hasan yang menyatakan Aprindo akan rugi jika produk minyak goreng tidak dijual di 45.000 gerai milik pengusaha yang tergabung dalam Aprindo.
"Bukan kitanya yang rugi tapi produsennya yang nyetop karena mereka yang rugi. Itu tidak membuat kerugian," ujar Roy.
Lebih lanjut Roy mengatakan, selama ini pihaknya tidak mendapatkan keuntungan yang besar dari penjualan minyak goreng dan bahan-bahan pokok lainnya. Sebab, produk-produk tersebut merupakan produk penjualan yang bersifat traffic puller atau produk yang dijual untuk menarik jumlah pengunjung.
Oleh sebab itu, opsi melakukan penyetopan penjualan minyak goreng di toko ritel masih ada jika Kemendag belum mau membayarkan utangnya ke Aprindo.
"Kita dapat margin migor emang berapa? Semua yang namanya bahan pokok bukan menciptakan yang namanya profit. Itu hanya untuk menciptakan traffic puller biar orang ramai datang. Beli beras, beli gula, beli migor. Enggak signifikan untungnya," jelas Roy.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan mengadakan pertemuan dengan Kementerian Perekonomian membahas pembayaran utang rafaksi minyak goreng pada pekan depan. Hal ini menyusul sudah keluarnya Legal Opinion (LO) dari Kejaksaan Agung yang menyatakan meskipun aturan pengadaan utang itu yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit dicabut, kewajiban pemerintah tetap berlaku untuk membayar.
1
Komentar