UMKM Bali Diundang Masuk Bursa
Keengganan berbagi saham sebagai konsekuensi perusahaan go public menjadi ganjalan UMKM melantai di bursa.
DENPASAR, NusaBali
Kadin Bali mengajak para pelaku/pengusaha UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) di Bali memanfaatkan peluang mengembangkan usaha dengan masuk ke lantai bursa. Walau tidak berada di papan atas, namun dengan ‘melantai’ di bursa saham, Kadin menilai akan banyak manfaatnya bagi UMKM. Baik dari pertumbuhan dan perkembangan ekonomis bisnis, dalam skala mikro dan makro.
Selain pembenahan manajemen, syarat lain yang mesti dipenuhi agar bisa masuk bursa adalah mau berbagi saham. “Ini adalah risiko usaha yang go public,” kata Ketua Kadin Bali Anak Agung Alit Wiraputra, Kamis (6/7).
Masalahnya, diungkapkan Alit Wiraputra, salah satu kendala masuk bursa selama ini adalah keengganan atau tak mau berbagi (saham) dari pemilik. Terkait hal tersebut, Agung Wira Putra menyatakan siap dan segera akan melakukan sosialisasi. Untuk itu Kadin telah berkerjasama dengan Bursa Efek Indonesia (BEI).
BEI saat ini, kata Agung Wira Putra, sedang melakukan sosialisasi di Jakarta dan Surabaya. Setelah itu menyusul di Jawa Barat. “Berikutnya setelah Jabar akan menuju Bali,” ungkapnya.
Data yang dimiliki Kadin bersama Pemprov Bali, saat ini tercatat sekitar 280 ribu UMKM. Namun demikian berapa yang eksis dan berapa yang megap-megap belum diketahui persis. Meski demikian, seadainya 10 persen saja dari 280 ribu UMKM bisa masuk bursa, jelas merupakan jumlah yang tidak sedikit. Karena itu setara dengan 28 ribu UMKM. “Multiple efeknya tentu sangat berarti bagi perkembangan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.”
Untuk masuk bursa, usaha harus sehat, manajemennya akuntable. Usaha harus benar- benar serius, tidak boleh dengan manejemen keluarga. “Campur aduk antara usaha dan keuangan rumah tangga, tentu tidak bisa lagi,”lanjutnya. Dan inilah manfaat awal, kalau UMKM mau go public. Soal kepemilikan mau tidak mau harus berbagi atau sharing. Meski demikian, pemilik tentu masih bisa menjadi penentu maupun pengendali usaha, dengan catatan tetap sebagai pemegang saham mayoritas (51 persen). “Sehingga tak perlu khawatir berbagi saham, karena memang risiko perusahan publik,” tandasnya.
Menurut Agung Wiraputra, usaha sektor jasa pariwisata, khususnya hotel dan restoran salah satu yang potensial melantai di bursa efek. Misalnya sebuah restoran atau hotel dengan 12 are di kawasan pariwisata punya peluang besar masuk bursa. Karena jika dihitung, harga nilai tanahnya bisa mendekati syarat modal minimal usaha masuk bursa, yakni Rp 5 miliar. Belum lagi nilai bangunan dan dan aset lainnya. “Karena itulah sektor usaha pariwisata yang dominan punya kans masuk bursa,” demikian Agung Wira Putra. *k17
Selain pembenahan manajemen, syarat lain yang mesti dipenuhi agar bisa masuk bursa adalah mau berbagi saham. “Ini adalah risiko usaha yang go public,” kata Ketua Kadin Bali Anak Agung Alit Wiraputra, Kamis (6/7).
Masalahnya, diungkapkan Alit Wiraputra, salah satu kendala masuk bursa selama ini adalah keengganan atau tak mau berbagi (saham) dari pemilik. Terkait hal tersebut, Agung Wira Putra menyatakan siap dan segera akan melakukan sosialisasi. Untuk itu Kadin telah berkerjasama dengan Bursa Efek Indonesia (BEI).
BEI saat ini, kata Agung Wira Putra, sedang melakukan sosialisasi di Jakarta dan Surabaya. Setelah itu menyusul di Jawa Barat. “Berikutnya setelah Jabar akan menuju Bali,” ungkapnya.
Data yang dimiliki Kadin bersama Pemprov Bali, saat ini tercatat sekitar 280 ribu UMKM. Namun demikian berapa yang eksis dan berapa yang megap-megap belum diketahui persis. Meski demikian, seadainya 10 persen saja dari 280 ribu UMKM bisa masuk bursa, jelas merupakan jumlah yang tidak sedikit. Karena itu setara dengan 28 ribu UMKM. “Multiple efeknya tentu sangat berarti bagi perkembangan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.”
Untuk masuk bursa, usaha harus sehat, manajemennya akuntable. Usaha harus benar- benar serius, tidak boleh dengan manejemen keluarga. “Campur aduk antara usaha dan keuangan rumah tangga, tentu tidak bisa lagi,”lanjutnya. Dan inilah manfaat awal, kalau UMKM mau go public. Soal kepemilikan mau tidak mau harus berbagi atau sharing. Meski demikian, pemilik tentu masih bisa menjadi penentu maupun pengendali usaha, dengan catatan tetap sebagai pemegang saham mayoritas (51 persen). “Sehingga tak perlu khawatir berbagi saham, karena memang risiko perusahan publik,” tandasnya.
Menurut Agung Wiraputra, usaha sektor jasa pariwisata, khususnya hotel dan restoran salah satu yang potensial melantai di bursa efek. Misalnya sebuah restoran atau hotel dengan 12 are di kawasan pariwisata punya peluang besar masuk bursa. Karena jika dihitung, harga nilai tanahnya bisa mendekati syarat modal minimal usaha masuk bursa, yakni Rp 5 miliar. Belum lagi nilai bangunan dan dan aset lainnya. “Karena itulah sektor usaha pariwisata yang dominan punya kans masuk bursa,” demikian Agung Wira Putra. *k17
Komentar