Desa Adat Buleleng Bentuk Kelompok Sarati
SINGARAJA, NusaBali - Sarati atau tukang banten menjadi pekerjaan yang cukup menjanjikan.
Upacara keagamaan yang hampir setiap hari ada membutuhkan sarana banten. Praktis sarati hadir untuk memenuhi hal itu. Untuk mewadahi para sarati di wilayahnya, Desa Adat Buleleng, Kecamatan/Kabupaten Buleleng membentuk kelompok sarati.
Jasa kelompok sarati di 14 banjar adat di wewidangan Desa Adat Buleleng ini sering digunakan untuk upacara kremasi di areal setra Desa Adat Buleleng. Ketika Covid-19 melanda masyarakat tidak diperkenankan berkumpul, warga yang melaksankan upacara kematian mulai berpikir praktis. Mereka meminta bantuan agar mayat dapat dikremasi dengan sesajen yang ada.
Saat itu aktivitas sarati mulai meningkat sehingga menumbuhkan perputaran ekonomi. Salah seorang sarati asal Banjar Adat Peguyangan, Jro Mangku I Kadek Bayu Hermawan Suryadiasa menyebut meredanya pandemi Covid-19 dan keberadaan krematorium mempengaruhi pendapatan seorang sarati banten. Kendati demikian, ia enggan menyebut jumlah pendapatan yang didapat dari membuat banten.
"Upacara di Petunon yang banyak, saat itu kami kewalahan menangani. Saat itu kami hanya mendapatkan jeda dua hari, hari ini dapat giliran lagi dua harinya lagi dapat. Namun saat ini kami semakin banyak dapat job, tidak hanya untuk kremasi. Banten seperti tiga bulanan, menikah, maupun syukuran rumah juga ramai," ujarnya, Kamis (7/9).
Kini sedikitnya terbentuk 17 kelompok sarati banten di Desa Adat Buleleng. Berbeda dengan masa lalu, aktivitas sarati dalam melayani umat dan kebutuhan akan sesajen pengabenan belakangan ini menjadi setiap hari.
Bendesa Adat Buleleng, Nyoman Sutrisna mengatakan, guna menghindari adanya kecemburuan, dibentuk kelompok sarati pada masing-masing banjar adat. "Sarati di Desa Adat Buleleng kami atur secara bergantian, sehingga tidak ada yang berebut atau saling mendahului," kata dia.
"Dengan penggunaan dari bahan banten, itu selalu silih berganti karena banten yang digunakan semua baru. Nah buah yang di pakai dalam pitra yadnya kami kumpulkan untuk eco-enzyme, nah ini perputaran yang baik dari segi ekonomi dan lingkungan yang dijaga," kata Sutrisna. 7mzk
Jasa kelompok sarati di 14 banjar adat di wewidangan Desa Adat Buleleng ini sering digunakan untuk upacara kremasi di areal setra Desa Adat Buleleng. Ketika Covid-19 melanda masyarakat tidak diperkenankan berkumpul, warga yang melaksankan upacara kematian mulai berpikir praktis. Mereka meminta bantuan agar mayat dapat dikremasi dengan sesajen yang ada.
Saat itu aktivitas sarati mulai meningkat sehingga menumbuhkan perputaran ekonomi. Salah seorang sarati asal Banjar Adat Peguyangan, Jro Mangku I Kadek Bayu Hermawan Suryadiasa menyebut meredanya pandemi Covid-19 dan keberadaan krematorium mempengaruhi pendapatan seorang sarati banten. Kendati demikian, ia enggan menyebut jumlah pendapatan yang didapat dari membuat banten.
"Upacara di Petunon yang banyak, saat itu kami kewalahan menangani. Saat itu kami hanya mendapatkan jeda dua hari, hari ini dapat giliran lagi dua harinya lagi dapat. Namun saat ini kami semakin banyak dapat job, tidak hanya untuk kremasi. Banten seperti tiga bulanan, menikah, maupun syukuran rumah juga ramai," ujarnya, Kamis (7/9).
Kini sedikitnya terbentuk 17 kelompok sarati banten di Desa Adat Buleleng. Berbeda dengan masa lalu, aktivitas sarati dalam melayani umat dan kebutuhan akan sesajen pengabenan belakangan ini menjadi setiap hari.
Bendesa Adat Buleleng, Nyoman Sutrisna mengatakan, guna menghindari adanya kecemburuan, dibentuk kelompok sarati pada masing-masing banjar adat. "Sarati di Desa Adat Buleleng kami atur secara bergantian, sehingga tidak ada yang berebut atau saling mendahului," kata dia.
"Dengan penggunaan dari bahan banten, itu selalu silih berganti karena banten yang digunakan semua baru. Nah buah yang di pakai dalam pitra yadnya kami kumpulkan untuk eco-enzyme, nah ini perputaran yang baik dari segi ekonomi dan lingkungan yang dijaga," kata Sutrisna. 7mzk
1
Komentar