Nyaris Celakai Siswa SMA saat Outbond, Bale Panjang Museum Dibongkar
AMLAPURA, NusaBali - Krama Desa Adat Dukuh Penaban, Kecamatan Karangasem membongkar Bale Panjang pasca roboh teriup angin kencang, tahun 2021. Saat roboh, timpaan bale ini nyaris merenggut nyawa siswa saat belajar di museum setempat.
Desa adat berencana membangun ulang Bale Panjang tersebut agar lebih kuat dan representative. Bale ini juga untuk menunjang kegiatan kepariwisataan di Objek Wisata Museum Pustaka Lontar.
"Sebelumnya, Bale ini bertiang bambu. Kini, kami ganti dengan tiang dolken atau batang kelapa, agar lebih kuat dan tahan goyangan angin" jelas Bendesa Adat Dukuh Penaban, Kecamatan Karangasem Jro Nengah Suarya, kepada NusaBali, di Objek Wisata Museum Pustaka Lontar, Banjar Dukuh Bukit Ngandang, Desa Adat Dukuh Penaban, Jumat (8/9).
Jro Nengah Suarya memaparkan, Bale Panjang itu ukuran 7,25 meter x 21 meter, untuk tempat rapat, seminar, atau menerima wisatawan dalam jumlah banyak.
Sebelumnya, Bale Panjang beratap alang-alang dan , tiang bambu tersebut roboh saat terjadi hujan lebat dan angin kencang tahun 2021. Kebetulan, saat itu sejumlah siswa dari salah satu SMA negeri tengah menggelar acara out bound di Museum Pustaka Lontar. Di Bale Panjang ada sejumlah siswa beraktivitas memasak. Tiba-tiba bale ini roboh. Hanya saja, bencana itu tidak sampai mengakibatkan siswa terluka. Sebab, masih ada tiang bambu menyangga bale. Sedangkan siswa tersebut ada di rongga bangunan.
Pengerjaan Bale Panjang, jelas Jro Bendesa, tengah berlangsung, terutama menggarap bagian kayu. Pengerjaan ini di bawah koordinator Kelian Undagi Desa Adat Dukuh Penaban I Komang Mangku. Target tuntas pada November 2023 dengan perkiraan biaya sekitar Rp 300 juta, diambilkan dari bantuan CSR (corporate social responsibility). Selain bantuan dana, ada juga bantuan berupa gambar dari Arte Arsitek Denpasar. Krama Desa Adat Dukuh Penaban hanya mengeluarkan ongkos tukang.
Bangunan Bale Pajang, papar Jro Bendesa, berada di belakang tempat penyimpanan 250 cakep lontar. Bangunan ini masih mempertahankan gaya arsitektur sebelumnya. Dengan demikian, bangunan agar tampak alami dengan bahan bambu, batang kelapa, dan alang-alang.
Lanjut Jro Bendesa, selama ini lontar yang disimpan tetap terawat dengan memanfaatkan tiga tenaga, yakni Ni Kadek Candra Dewi dari Banjar Dukuh Bukit Ngandang, Ni Kadek Desni Putri Cahyani dari Banjar Penaban dan Kadek Angga Ariwedana dari Banjar Dukuh Bukit Ngandang.
Wisatawan yang berkunjung, bukan saja menikmati panorama alam, juga belajar nyurat aksara Bali di daun lontar. Sebab, ada seniman sastra, khusus penulis aksara di daun lontar berjaga-jaga, Ida I Dewa Gede Catra. Apalagi seluruh peralatannya selalu tersedia, mulai dari kertas lontar, pisau, bantalan dan keperluan lainnya.
Biasanya mahasiswa melakukan penelitian, ada yang mau baca lontar, menitipkan lontar, belajar nyurat aksara Bali di daun lontar, dan nyurat namanya sendiri dengan aksara Bali di daun lontar. 7k16
1
Komentar