Harga Beras di Buleleng Naik Tajam
Ditengarai Gabah Dijual ke Luar Bali
SINGARAJA, NusaBali - Harga beras di pasaran Buleleng, terus mengalami kenaikan tajam. Kini, harga beras kualitas medium sudah mencapai Rp 13.500 per kilogram. Kenaikan harga ini diduga karena sejumlah pengepul menjual gabah ke luar Bali.
Salah satu pedagang sembako di Pasar Banyuasri, Luh Mulya, mengatakan harga beras kualitas medium saat ini dijual Rp 13.500 per kilogram. Bahkan untuk beras Stabilitas Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) keluaran Bulog yang sebelumnya bisa dijual dengan harga Rp 48.000 per 5 kilogramnya, juga mengalami peningkatan menjadi Rp 55.000 per kemasan 5 kilogram. "Sudah tidak bisa jual segitu (Rp 48.000) karena sekarang selain harga naik juga susah nyari barangnya," kata Luh Mulya, Jumat (8/9).
Hal serupa diungkapkan pedagang beras lainnya, Nengah Merti. Dia terpaksa menaikkan harga eceran yang dijual karena memang dari distributor harga naik.
"Terus naik dari harga biasanya yang satu sak isi 25 kilogram dari harga Rp 280 ribu seminggunya naik jadi Rp 285 ribu, kemudian Rp 290 ribu sekarang sudah Rp 305 ribu. Itu belum ongkos kuli angkutnya bawa ke sini. Harga terus naik katanya dagang beras dari Jawa beli gabah ke sini," kata Merti.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (DKPP) Buleleng, Gede Putra Aryana, mengatakan dari pemantauan harian ketersediaan pangan di Buleleng oleh Satgas Pangan Buleleng, masih aman. Namun, di penyosohan-penyosohan beras, harga gabah memang mengalami kenaikan menjadi Rp 6.700 per kilogramnya. Selain itu, musim panen padi sudah berakhir minggu ini.
"Kami sudah berkoordinasi dengan Badan Pangan Nasional dalam waktu dekat akan didistribusikan beras Bulog untuk menjaga stabilitas harga. Kalau pasokan beras di Buleleng dari laporan harian masih aman. Tetapi masih ada beberapa pengepul dari luar Buleleng yang ambil gabah ke sini," kata Putra Aryana.
Sementara itu, Kabid Tanaman Pangan Dinas Pertanian Buleleng, I Gusti Ayu Maya Kurnia, mengatakan produksi beras di Buleleng tidak ada penurunan. Bahkan, hasil panen pada bulan Agustus tahun ini jauh lebih tinggi dibandingkan panen Agustus tahun lalu. Meskipun, saat ini prediksi Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BMKG) sedang terjadi puncak musim kemarau.
Data Dinas Pertanian Buleleng mencatat, produksi beras pada bulan Agustus tahun ini sebanyak 6.978 ton dari luasan tanam 960 hektare yang menghasilkan Gabah Kering Giling (GKG) sebanyak 11.145 ton. Sedangkan pada bulan Agustus 2022 lalu produksi beras hanya 4.145 ton dari luasan tanam 685 hektare yang menghasilkan 6.621 GKG.
"Kalau GKG kita disebut banyak yang keluar Bali, itu perlu pembuktian. Selama ini kita sudah bekerjasama dengan Perpadi Buleleng agar menyerap padi lokal. Memang ada beberapa penyosohan padi yang kecil-kecil belum masuk ke Perpadi, tetapi kemarin kami pantau langsung, mereka juga masih beli gabah dari petani. Bisa saja padi hasil panen disimpan petani untuk konsumsi sendiri, ini perlu penelusuran," ungkap Maya.
Dia menyebut untuk mencari benang merah kenaikan harga beras saat ini memang perlu pencermatan bersama. Terlebih kondisi ini terjadi tidak hanya di Buleleng saja. Menurut Maya, kenaikan harga beras tidak lepas dari kenaikan harga GKG di penyosohan. Hal ini pun masih menjadi dilema. Satu sisi ada petani yang diuntungkan karena mendapat harga yang bagus.
"Memang ada surat edarannya harga GKG tidak boleh di bawah dari Rp 5.000 per kilogramnya. Tetapi sebelum ada edaran itu harga sudah Rp 5.800 - Rp 6.600 per kilogramnya, karena panen tidak serentak sehingga kenaikan terasa sekali," jelas Maya.7k23
Hal serupa diungkapkan pedagang beras lainnya, Nengah Merti. Dia terpaksa menaikkan harga eceran yang dijual karena memang dari distributor harga naik.
"Terus naik dari harga biasanya yang satu sak isi 25 kilogram dari harga Rp 280 ribu seminggunya naik jadi Rp 285 ribu, kemudian Rp 290 ribu sekarang sudah Rp 305 ribu. Itu belum ongkos kuli angkutnya bawa ke sini. Harga terus naik katanya dagang beras dari Jawa beli gabah ke sini," kata Merti.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (DKPP) Buleleng, Gede Putra Aryana, mengatakan dari pemantauan harian ketersediaan pangan di Buleleng oleh Satgas Pangan Buleleng, masih aman. Namun, di penyosohan-penyosohan beras, harga gabah memang mengalami kenaikan menjadi Rp 6.700 per kilogramnya. Selain itu, musim panen padi sudah berakhir minggu ini.
"Kami sudah berkoordinasi dengan Badan Pangan Nasional dalam waktu dekat akan didistribusikan beras Bulog untuk menjaga stabilitas harga. Kalau pasokan beras di Buleleng dari laporan harian masih aman. Tetapi masih ada beberapa pengepul dari luar Buleleng yang ambil gabah ke sini," kata Putra Aryana.
Sementara itu, Kabid Tanaman Pangan Dinas Pertanian Buleleng, I Gusti Ayu Maya Kurnia, mengatakan produksi beras di Buleleng tidak ada penurunan. Bahkan, hasil panen pada bulan Agustus tahun ini jauh lebih tinggi dibandingkan panen Agustus tahun lalu. Meskipun, saat ini prediksi Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BMKG) sedang terjadi puncak musim kemarau.
Data Dinas Pertanian Buleleng mencatat, produksi beras pada bulan Agustus tahun ini sebanyak 6.978 ton dari luasan tanam 960 hektare yang menghasilkan Gabah Kering Giling (GKG) sebanyak 11.145 ton. Sedangkan pada bulan Agustus 2022 lalu produksi beras hanya 4.145 ton dari luasan tanam 685 hektare yang menghasilkan 6.621 GKG.
"Kalau GKG kita disebut banyak yang keluar Bali, itu perlu pembuktian. Selama ini kita sudah bekerjasama dengan Perpadi Buleleng agar menyerap padi lokal. Memang ada beberapa penyosohan padi yang kecil-kecil belum masuk ke Perpadi, tetapi kemarin kami pantau langsung, mereka juga masih beli gabah dari petani. Bisa saja padi hasil panen disimpan petani untuk konsumsi sendiri, ini perlu penelusuran," ungkap Maya.
Dia menyebut untuk mencari benang merah kenaikan harga beras saat ini memang perlu pencermatan bersama. Terlebih kondisi ini terjadi tidak hanya di Buleleng saja. Menurut Maya, kenaikan harga beras tidak lepas dari kenaikan harga GKG di penyosohan. Hal ini pun masih menjadi dilema. Satu sisi ada petani yang diuntungkan karena mendapat harga yang bagus.
"Memang ada surat edarannya harga GKG tidak boleh di bawah dari Rp 5.000 per kilogramnya. Tetapi sebelum ada edaran itu harga sudah Rp 5.800 - Rp 6.600 per kilogramnya, karena panen tidak serentak sehingga kenaikan terasa sekali," jelas Maya.7k23
Komentar