Minta Vonis Ringan, Ratu Atut Menangis
Ratu Atut Chosiyah terisak dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
JAKARTA, NusaBali
Saat itu, mantan Gubernur Banten itu membacakan pleidoinya atas tuntutan jaksa KPK dan meminta vonis ringan.
"Saya mohon dengan sangat keputusan terhadap diri saya yang dianggap melakukan kesalahan diputus seadil-adilnya karena saya memiliki tanggung jawab terhadap putri saya," kata Atut sambil terisak di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (6/7) seperti dilansir detik.
Sambil mengusap air matanya, Atut juga minta maaf atas kekhilafan yang dilakukannya saat menjabat sebagai Gubernur Banten. Menurut Atut, dari keterangan seluruh saksi tidak menunjukkan dirinya bersalah.
"Saya mohon maaf atas kekhilafan, kesalahan saya sebagai pejabat negara. Kesalahan tersebut bukan lancang semua yang telah disampaikan termasuk kegiatan beragama sudah disampaikan para saksi bukan penyimpangan," jelasnya
"Saya mohon keputusan seadil-adilnya kepada saya, karena sekarang saya menjalani hukuman 7 tahun," pinta Atut.
Sebelumnya, dalam nota pembelaan yang dibacakan kuasa hukumnya, Atut membantah melakukan intervensi terkait anggaran pengadaan alat kesehatan di RS Rujukan Provinsi Banten 2012. Dia juga menampik memerintahkan Djaja Buddy Suhardja membuat surat loyalitas kepada dirinya.
"Saksi Tubagus Chaeri Wardana meminta kepada saksi Djaja Budi untuk membuat surat pernyataan loyalitas untuk mendukung terdakwa (Ratu Atut) sebagai gubernur Banten 2006 dikarenakan saksi Tubagus Chaeri Wardana mendapatkan informasi Bupati Lebak Jayabaya akan mencalonkan diri sebagai gubernur Banten ketika itu dan diyakini Djaja Budi memiliki basis massa yang luas, " kata pengacara Atut, TB Sukatma.
Sukatma mengatakan surat loyalitas itu ditandatangani Djaja di Hotel Kartika Chandra dan disaksikan Wawan. Sukatma juga menampik jika surat loyalitas itu terkait proyek pengadaan sarana dan prasarana kesehatan RS Rujukan Provinsi Banten.
"Surat loyalitas itu pada pokoknya sebagai bentuk dukungannya kepada terdakwa sebagai Gubernur Banten periode 2006-2011 dan tidak ada hubungannya dengan proyek pengadaan sarana alat kesehatan RS Rujukan 2012 baik yang bersumber dari APBD maupun APBDP," urai Sukatma.
Sukatma menjelaskan surat loyalitas itu hanya dibuat Djaja Budi karena menginginkan jabatan sebagai Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak. Sukatma menegaskan surat loyalitas itu juga tak pernah ada di dinas lainnya.
Sukatma menyebut kliennya juga telah mengembalikan uang Rp 3,8 miliar ke negara. Selain itu terdakwa telah menjalani masa hukuman selama 7 tahun. Sebelumnya, Atut dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan. *
Komentar