Tiga Bulan Jualan, Pedagang Pasar Kuta Masih Sepi Pembeli
MANGUPURA, NusaBali.com - Pasar Seni Kuta, Kecamatan Kuta, Badung, Bali yang baru ditempati sekitar tiga bulan masih sepi pengunjung baik dari wisatawan asing ataupun wisatawan domestik.
Dilihat dari pantauan NusaBali.com di lapangan, kondisi kunjungan di kios Pasar Seni Kuta yang memiliki tiga lantai itu dapat dihitung. Sebagian besar para pedagang duduk santai dan sebagiannya sibuk majejahitan sembari menunggu wisatawan yang datang.
Seperti halnya salah satu pedagang di lantai III, Wayan Suryani yang duduk termenung tepat di depan tangga. Beberapa dagangannya pun ia gantung di sepanjang sisi tangga yang bertujuan agar wisatawan mau mampir ke lantai III.
“Sepi sekali, wisatawan jarang mau pergi ke lantai III. Tamunya banyak ngos-ngosan ke sini, makanya yang punya toko malas buka di sini. Mending dia tutup,” ujar Suryani saat ditemui pada Selasa (12/9/2023) sore.
Memang benar, situasi pedagang di lantai III pun terlihat sunyi dan gelap. Bahkah dalam satu lorong yang terdiri dari beberapa ruko para pedagang kompak tidak berjualan alias menutup rukonya. Padahal, fasilitas dan kebersihan di Pasar Seni Kuta terbilang bersih dan rapi.
Seperti halnya salah satu pedagang di lantai III, Wayan Suryani yang duduk termenung tepat di depan tangga. Beberapa dagangannya pun ia gantung di sepanjang sisi tangga yang bertujuan agar wisatawan mau mampir ke lantai III.
“Sepi sekali, wisatawan jarang mau pergi ke lantai III. Tamunya banyak ngos-ngosan ke sini, makanya yang punya toko malas buka di sini. Mending dia tutup,” ujar Suryani saat ditemui pada Selasa (12/9/2023) sore.
Memang benar, situasi pedagang di lantai III pun terlihat sunyi dan gelap. Bahkah dalam satu lorong yang terdiri dari beberapa ruko para pedagang kompak tidak berjualan alias menutup rukonya. Padahal, fasilitas dan kebersihan di Pasar Seni Kuta terbilang bersih dan rapi.
Foto: Lorong ruko lantai III Pasar Seni Kuta yang tidak buka. -RIKHA SETYA
Selaras dengan hal tersebut, pedagang lainnya yang berlokasi di lantai II juga mengungkapkan jika penghasilan yang ia dapat tidak sebanding ketika dirinya berjualan di Pasar Seni Kuta yang sebelum di renovasi atau di Pasar Seni Kuta yang sebelumnya berada di tempat relokasi persis di parkir Pantai Kuta.
“Selama satu minggu jualan bisa dapat Rp 50 ribu. Itupun penghasilan kotor, bersihnya paling dapat Rp 5 ribu sampai 10 ribu,” ungkap salah satu pedagang asli Kuta yang tidak ingin disebutkan namanya.
Namun ia bercerita lebih lanjut, kondisi tersebut disebabkan karena tidak adanya wisatawan yang berkunjung di setiap lorong ruko yang ada. Bahkan jika ada, wisatawan tersebut sudah berbelanja di lantai pertama dan ke lantai II hanya mampir tanpa melakukan transaksi.
“Di pasar seni yang dulu sehari bisa dapat Rp 150 ribu dan pulang paling cepat jam 19.00 Wita. Kalau di sini seminggu belum tentu dapat. Kita di sini yang penting ada yang lihat saja senang dan jam 17.00 Wita sudah pulang ke rumah,” ungkapnya.
Sehingga tak heran, jika banyak pemilik ruko yang memilih untuk tidak membuka dagangannya. Terlihat dari 23 ruko yang ada di lantai II, hanya 7 ruko saja yang berdagang. Sementara pedagang yang tutup itu lebih memilih menitipkan dagangannya ke pedagang lain agar tetap laku.
Lain halnya dengan pedagang yang memutuskan untuk membuka rukonya, mereka harus menggantungkan dagangnya yang didominasi oleh baju disela-sela lubang ruko yang tutup. Hal ini dilakukan, agar lorong ruko tampak ramai sehingga diharapkan wisatawan tertarik untuk sekadar berkunjung.
“Saya bertahan saja dulu di sini karena sudah tua tidak bisa menjajakan dagangan ke luar. Kalau sudah harus bayar ruko dan kunjungan masih sepi, saya tidak tahu bakal jualan lagi di sini atau tidak. Ya saya berharap semoga dari pengelola bisa membawa wisatawan ke sini,” tutupnya.
Seperti diketahui, Pasar Seni Kuta yang baru berlokasi di dekat gedung Shelter Kebencanaan Baruna dengan jarak sekitar 130 meter. Mereka yang berdagang pun menjual berbagai barang seni yang merupakan buah tangan dari para perajin lokal, seperti, gantungan kunci, patung ukiran, tas rajut, mainan anak yang berbahan dasar kayu, sampai kain pantai. *ris
“Selama satu minggu jualan bisa dapat Rp 50 ribu. Itupun penghasilan kotor, bersihnya paling dapat Rp 5 ribu sampai 10 ribu,” ungkap salah satu pedagang asli Kuta yang tidak ingin disebutkan namanya.
Namun ia bercerita lebih lanjut, kondisi tersebut disebabkan karena tidak adanya wisatawan yang berkunjung di setiap lorong ruko yang ada. Bahkan jika ada, wisatawan tersebut sudah berbelanja di lantai pertama dan ke lantai II hanya mampir tanpa melakukan transaksi.
“Di pasar seni yang dulu sehari bisa dapat Rp 150 ribu dan pulang paling cepat jam 19.00 Wita. Kalau di sini seminggu belum tentu dapat. Kita di sini yang penting ada yang lihat saja senang dan jam 17.00 Wita sudah pulang ke rumah,” ungkapnya.
Sehingga tak heran, jika banyak pemilik ruko yang memilih untuk tidak membuka dagangannya. Terlihat dari 23 ruko yang ada di lantai II, hanya 7 ruko saja yang berdagang. Sementara pedagang yang tutup itu lebih memilih menitipkan dagangannya ke pedagang lain agar tetap laku.
Lain halnya dengan pedagang yang memutuskan untuk membuka rukonya, mereka harus menggantungkan dagangnya yang didominasi oleh baju disela-sela lubang ruko yang tutup. Hal ini dilakukan, agar lorong ruko tampak ramai sehingga diharapkan wisatawan tertarik untuk sekadar berkunjung.
“Saya bertahan saja dulu di sini karena sudah tua tidak bisa menjajakan dagangan ke luar. Kalau sudah harus bayar ruko dan kunjungan masih sepi, saya tidak tahu bakal jualan lagi di sini atau tidak. Ya saya berharap semoga dari pengelola bisa membawa wisatawan ke sini,” tutupnya.
Seperti diketahui, Pasar Seni Kuta yang baru berlokasi di dekat gedung Shelter Kebencanaan Baruna dengan jarak sekitar 130 meter. Mereka yang berdagang pun menjual berbagai barang seni yang merupakan buah tangan dari para perajin lokal, seperti, gantungan kunci, patung ukiran, tas rajut, mainan anak yang berbahan dasar kayu, sampai kain pantai. *ris
Komentar