Soal Dugaan Pungli, Kasie Permuseuman Terima Job Sampingan
Uang kas yang dikeluarkan oleh dua subak terkait job untuk pembuatan awig-awig dengan perjanjian kepada masing-masing kelian subak
SINGARAJA, NusaBali
Heboh dugaan kasus pungutan liar di subak Yeh Alang dan Subak Abian Biji di Banjar Dinas Sriganti, Desa Depaha, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng yang menyeret nama Made Sukanara, seorang staf Dinas Kebudayaan akhirnya dijelaskan dengan gamblang.
Kepala Dinas Kebudayaan, Putu Tastra Wijaya yang ditemui Jumat (7/7) pagi memastikan bahwa stafnya yang menduduki kursi Kepala Seksi (Kasie) Permuseuman itu menerima job sampingan di luar kedinasan.
Hanya saja pihaknya juga menyayangkan saat nama Sukanara yang tertulis di belakang kuitansi yang diterima oleh Subak Yek Alang dan Abian Biji, juga mencantumkan Dinas kebudayaan. “Setelah kami panggil kemarin, dia memang sedang menerima job untuk pembuatan awig-awig, karena dia adalah ahli bahasa Bali, tetapi tidak ada sangkut paut kedinasan melainkan diterima secara pribadi dengan perjanjian kepada masing-masing kelian subak yang bersangkutan,” ujar Tastra.
Ia pun menegaskan bahwa persoalan itu tidak ada hubungannya dengan kedinasan. Mengingat status Sukanara di Dinas Kebudayaan sebagai Kepala Seksi Permuseuman, sehingga tidak memiliki wewenang untuk menentukan dan melakukan pembinaan terkait awig-awig yang merupakan bagian dari seksi adat di Dinas Kebudayaan.
Meski demikian pihaknya mengaku tetap akan membina Sukanara secara khusus untuk ke depannya tidak lagi mengambil job yang dapat menyeret nama lembaga ke dalam situasi yang tidak diinginkan. Apalagi membuat pencitraan lembaga menjadi buruk karena ulah oknum. “Biar tidak menimbulkan persepsi buruk di masyarakat, apalagi dia bagian dari Dinas Kebudayaan, biar tidak ada prasangka, kami tetap akan bina, meskipun dia mengambil job pribadi,” imbuh dia.
Dengan kejadian ini pihaknya mengaku akan terus melakukan pengawasan kepada stafnya. Dan tidak segan memberikan sanksi jika memang terbukti ada yang melakukan pungutan liar dan menyalahgunakan wewenang.
Terkait dengan pembuatan awig-awig di masing-masing Desa Pakraman maupun di masing-masing subak yang ada, hingga saat ini memang tidak diharuskan ada. Hanya saja Dinas Kebudayaan yang menaungi seluruh subak memiliki kewajiban untuk membina dan mengarahkan pembuatan awig-awig.
Namun karena jumlah tenaga yang terbatas, pembinaan yang dilakukan rutin setiap tahun masih sangat terbatas. Sampai saat ini baru bisa memprioritaskan daerah dan subak yang akan mewakili Buleleng dalam lomba Desa Adat. Soal pembuatan awig-awig di masing desa pakraman maupun subak diserahkan sepenuhnya kepada krama subak yang bersangkutan.
Ia pun menyarankan kepada Desa Pakraman dan Subak yang ingin membuat awig-awig dapat berkonsultasi langsung dengan tim awig-awig Dinas Kebudayaan atau dengan Penyuluh Bahasa Bali, tanpa dipungut biaya sepeserpun.
Sementara itu Sukanara sendiri yang namanya tercantum dalam kuitansi pungutan jasa pembuatan awig-awig di dua subak di Depaha, Kamis (7/7) kemarin juga mendatangi sebuah stasiun radio yang ada di Buleleng. Ia mengklaim dirinya memang terlibat dalam pembuatan awig-awig tersebut, karena job pribadi.
Bahkan ia mengaku dimohonkan langsung oleh masing-masing kelian subak untuk membantu proses pembuatan awig-awig sesuai dengan desa kala patra daerah tersebut. “Sebelumnya ini sudah disepakati dengan kelian subak, saya terima job ini diluar kedinasan,” kata dia.
Bahkan jasa yang dikenakan ke masing-masing subak senilai Rp 1,5 juta dianggapnya sangat minim jika dibandingkan dengan apa yang diberikan kepada subak yang bersangkutan. Karena biaya itu menurutnya digunakan untuk pembuatan dwi aksara sesuai dengan batang aturan yang ada, selain juga penjilidan awig-awig per subak 6-7 eksemplar. “Sebelumnya memang sudah ada kesepakatan dengan kelian subak, saya mohon kepada krama subak di Depaha agar masalah ini diselesaikan di intern dengan baik-baik,” pungkas dia. *k23
Heboh dugaan kasus pungutan liar di subak Yeh Alang dan Subak Abian Biji di Banjar Dinas Sriganti, Desa Depaha, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng yang menyeret nama Made Sukanara, seorang staf Dinas Kebudayaan akhirnya dijelaskan dengan gamblang.
Kepala Dinas Kebudayaan, Putu Tastra Wijaya yang ditemui Jumat (7/7) pagi memastikan bahwa stafnya yang menduduki kursi Kepala Seksi (Kasie) Permuseuman itu menerima job sampingan di luar kedinasan.
Hanya saja pihaknya juga menyayangkan saat nama Sukanara yang tertulis di belakang kuitansi yang diterima oleh Subak Yek Alang dan Abian Biji, juga mencantumkan Dinas kebudayaan. “Setelah kami panggil kemarin, dia memang sedang menerima job untuk pembuatan awig-awig, karena dia adalah ahli bahasa Bali, tetapi tidak ada sangkut paut kedinasan melainkan diterima secara pribadi dengan perjanjian kepada masing-masing kelian subak yang bersangkutan,” ujar Tastra.
Ia pun menegaskan bahwa persoalan itu tidak ada hubungannya dengan kedinasan. Mengingat status Sukanara di Dinas Kebudayaan sebagai Kepala Seksi Permuseuman, sehingga tidak memiliki wewenang untuk menentukan dan melakukan pembinaan terkait awig-awig yang merupakan bagian dari seksi adat di Dinas Kebudayaan.
Meski demikian pihaknya mengaku tetap akan membina Sukanara secara khusus untuk ke depannya tidak lagi mengambil job yang dapat menyeret nama lembaga ke dalam situasi yang tidak diinginkan. Apalagi membuat pencitraan lembaga menjadi buruk karena ulah oknum. “Biar tidak menimbulkan persepsi buruk di masyarakat, apalagi dia bagian dari Dinas Kebudayaan, biar tidak ada prasangka, kami tetap akan bina, meskipun dia mengambil job pribadi,” imbuh dia.
Dengan kejadian ini pihaknya mengaku akan terus melakukan pengawasan kepada stafnya. Dan tidak segan memberikan sanksi jika memang terbukti ada yang melakukan pungutan liar dan menyalahgunakan wewenang.
Terkait dengan pembuatan awig-awig di masing-masing Desa Pakraman maupun di masing-masing subak yang ada, hingga saat ini memang tidak diharuskan ada. Hanya saja Dinas Kebudayaan yang menaungi seluruh subak memiliki kewajiban untuk membina dan mengarahkan pembuatan awig-awig.
Namun karena jumlah tenaga yang terbatas, pembinaan yang dilakukan rutin setiap tahun masih sangat terbatas. Sampai saat ini baru bisa memprioritaskan daerah dan subak yang akan mewakili Buleleng dalam lomba Desa Adat. Soal pembuatan awig-awig di masing desa pakraman maupun subak diserahkan sepenuhnya kepada krama subak yang bersangkutan.
Ia pun menyarankan kepada Desa Pakraman dan Subak yang ingin membuat awig-awig dapat berkonsultasi langsung dengan tim awig-awig Dinas Kebudayaan atau dengan Penyuluh Bahasa Bali, tanpa dipungut biaya sepeserpun.
Sementara itu Sukanara sendiri yang namanya tercantum dalam kuitansi pungutan jasa pembuatan awig-awig di dua subak di Depaha, Kamis (7/7) kemarin juga mendatangi sebuah stasiun radio yang ada di Buleleng. Ia mengklaim dirinya memang terlibat dalam pembuatan awig-awig tersebut, karena job pribadi.
Bahkan ia mengaku dimohonkan langsung oleh masing-masing kelian subak untuk membantu proses pembuatan awig-awig sesuai dengan desa kala patra daerah tersebut. “Sebelumnya ini sudah disepakati dengan kelian subak, saya terima job ini diluar kedinasan,” kata dia.
Bahkan jasa yang dikenakan ke masing-masing subak senilai Rp 1,5 juta dianggapnya sangat minim jika dibandingkan dengan apa yang diberikan kepada subak yang bersangkutan. Karena biaya itu menurutnya digunakan untuk pembuatan dwi aksara sesuai dengan batang aturan yang ada, selain juga penjilidan awig-awig per subak 6-7 eksemplar. “Sebelumnya memang sudah ada kesepakatan dengan kelian subak, saya mohon kepada krama subak di Depaha agar masalah ini diselesaikan di intern dengan baik-baik,” pungkas dia. *k23
1
Komentar